Ada satu adat tak tertulis di kampung kami: semua bocah laki-laki yang berkeliaran di pinggir sungai tidak akan dibiarkan pulang begitu saja tanpa terlebih dahulu diceburkan dalam sungai. Bisa berenang atau tidak, itu urusan belakangan. Masih berpakaian atau sudah telanjang, itu bukan halangan. Yang penting ceburin dulu. Lalu soraki beramai-ramai sambil amati apakah si bocah sial itu bisa beradaptasi?
Kalau selama 5 menit si bocah masih belum bisa menyesuaikan tubuhnya hingga bisa mengambang di permukaan. Saat si bocah sudah benar-benar kelelep, sudah beberapa kali timbul-tenggelam, penyelamatan akan tiba jua akhirnya.
Maka itulah pelajaran berenang paling cepat, praktis, dan benar-benar berhasil yang pernah kualami ketika masih duduk di bangku kelas I Sekolah Dasar. Juga bagi kebanyakan bocah-bocah sekampung lainnya.
Kampungku, Teupin Pukat, berada persis di hilir sungai Meureudu, di Kabupaten Pidie Jaya. Di sepanjang tebing sungai itulah para nelayan menyandarkan perahu mereka sepulang mencari ikan di laut.
Pada hari-hari tertentu atau ketika musim angin buduk datang, mereka tidak turun melaut. Tebing sungai jadi ramai. Para nelayan menghabiskan liburan mereka dengan memperbaiki jaring, menyiapkan umpan pancing, atau memperbaiki lambung perahu yang sudah bocor di sana-sini.
Itulah saat kampungku dikepung bau damar dan minyak tanah. Yang mengartikan juga; telah tiba waktunya adat tak tertulis seperti kusebutkan tadi dijalankan dengan tawa dan sorak sorai sempurna. Bocah-bocah yang berkeliaran, yang bermain petak umpet, main bola atau main mobil-mobilan di sekitar para nelayan itu adalah mangsa.
Tak peduli ada orang tua si bocah di sana. Tak peduli si bocah menangis sekeras-kerasnya, mangsa itu tetap diceburkan ke sungai. Lalu pinggir sungai riuh dengan gelak tawa seakan menegaskan: bisa berenang adalah wajib bagi setiap laki-laki. Sewajib-wajibnya kata wajib.
Dan pelajaran berenang terus berlanjut sampai musim angin buduk berhenti. Para nelayan kembali melaut dan kini, sungai riuh rendah oleh kecipak air dan suara bocah-bocah yang main petak umpet dengan gembiranya.[]