Hal lumrah bila satu kota memiliki angkutan yang senantiasa melayani penduduknya. Angkutan dalam kota biasa dianggap sebagai satu kebutuhan pelayanan mendasar untuk memudahkan masyarakat dalam beraktivitas. Namun bila berkunjung ke Aceh, tepatnya ke Meulaboh, anda akan menemukan kondisi berbeda.
Kota Meulaboh merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Indonesia. Kota ini terletak sekitar 245 km tenggara Kota Banda Aceh di Pulau Sumatera.
Meulaboh adalah kota kelahiran Pahlawan Nasional Teuku Umar Johan Pahlawan. Meulaboh merupakan salah satu area terparah akibat bencana tsunami yang dipicu oleh gempa bumi Samudra Hindia 2004.
Pekerjaan sebagian besar penduduknya mencerminkan kehidupan perkotaan, yakni perdagangan dan jasa. Meski begitu, kota ini sepi dari aktivitas angkutan kota (angkot) yang berselaweran.
Bila hendak berpergian, masyarakat yang tinggal di Meulaboh lebih memilih menggunakan kenderaan pribadi. Baik itu mobil atau sepedamotor. Bagi pendatang, dapat menggunakan becak sebagai satu-satunya transportasi alternatif.
Jika dilihat dari segi pelayanan transpirtasi perkotaan, bisa jadi ini akan menjadi satu kelemahan pemerintah setempat. Namun bila dikaji dari tatakelola wilayah Kota Meulaboh, ketiadaan angkot bisa menjadi satu berkah bagi masyarakat. Pengguna jalan di kota ini tak pernah merasakan macet seperti di kota-kota maju dan berkembang lainnya.
Selain itu, tidak adanya angkot juga dapat menjadi berkah tersendiri bagi abang-abang becak dalam memenuhi ekonomi keluarga. Begitu sepenggal keunikan Meulaboh yang berjuluk “Bumi Teuku Umar”, dengan Kupiah Meukeutop sebagai ikon daerah.[]
@djunmul