Salam fellow steemians
Berharap semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Allah Swt.
Postingan ini melanjutkan dan sekaligus menuntaskan pembahasan sebelumnya:
Keistimewaan Aceh yang Harus Dimaksimalkan (Agama - Pendidikan)
![islam.jpg](https://steemitimages.com/DQmZuUDJ1WZANFvmLtUKDyYQavVwGxV8Z8rqAKRKzV46Avs/islam.jpg)
source: pixabay-edited
![image](https://steemitimages.com/640x0/https://img.esteem.ws/exrio6dgh6.jpg)
Jika kesimpulan dalam postingan sebelumnya terkait permasalahan dari kerumitan dan kekompleksitasan bangasa ini adalah persoalan ilmu pendidikan Agama Islam. Kenapa kita masih berdiam pada dunia ide semata. Sedangkan, ruang yang diberikan untuk Aceh begitu memungkinkan kita untuk merumuskan apa yang disebut dengan pendidikn islami atau kurikulum islami.
Ruang Seksi Keistemewaan Aceh
Integrasi Pendidikan dan Agama
Jika pembaca kemudian berdalih, apakah dengan penambahan jam belajar PAI, akan menyelesaikan persoalan Bangsa ini khususnya untuk keistimewaan Aceh? Tentu saja, solusinya bukan sekedar penambahan jam PAI, yang kemudian kita mengabaikan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya seperti ekonomi, fisika, biologi, politik dan sebagainya.
Penulis menyadari bahwa tidaklah mahir dalam memahami hukum tata negara, hanya saja beberapa urusan yang menjadi keistimewaan Pemerintahan Aceh, seperti urusan Agama dan Pendidikan adalah urusan yang memang konkrit disebutkan dalam UUPA, namun sejauh mana implikasi hukum tersebut, kiranya perlu kajian mendalam tersendiri.
Jika sekedar kajian kurang mendalam dapat penulis berikan faktanya, yaitu bagaimana urusan agama (Islam) ini kemudian mempengaruhi (implikasi) sektor lainnya. Sebut saja, urusan agama yang disandingkan dengan pendidikan, ini dapat dilacak pada Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Pendidikan, dimana pendidikan di Aceh harus islami yaitu penerapannya berdasarkan pada dan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam, bahkan konsekuensinya lebih jauh dapat menyusun kurikulum islami, terutama pada jalur pendidikan formal.
Selanjutnya, muncul pertanyaan, apanya yang seksi dari mengintegrasikan agama dan pendidikan? Para pembaca yang dirahmati Allah, sebenarnya penulis naïf sekali dalam mengintepretasikan persoalan ini, karena banyak dari kaum intelektual terlebih pakar hukum dan pendidikan Aceh menyadari konteks ini. Karena dalam istilah lain pemberian kewenangan dalam urusan agama dan pendidikan adalah ruang untuk terjadinya integrasi ilmu pengetahuan dan Islam atau islamisasi ilmu pengetahuan.
Sungguh ini merupakan ruang melahirkan ulama sekaligus sainstis atau intelek dan intelek sekaligus ulama, seperti Ibnu Nafis, Imam Syuyuthi, Ibnu Khaldun, Khawarizmi, dan masih banyak lagi. Sekaligus ini akan menjemput cita-cita para intelektual Muslim dunia kontemporer terkait integrasi sains dan Islam atau islamisasi sains, disana ada Isma’il al-Faruqy, Syed Muhammad Naquib al-Attas, Ziauddin Sardar, di Indonesia ada Amin Abdullah, Imam Suprayogo dan Kuntowijoyo dan lain sebagainya. Meski istilah islamisasi sains atau integrasi sains dan Islam juga terdapat diskursus dan kritik tersendiri.
Hal yang paling menarik adalah ketika integrasi sains dan Islam ini dapat diselenggarakan dengan kebijakan Pemerintahan Aceh. Iya, secara Nasional kebijakan ini tidak mungkin dapat dijalankan karena urusan Agama menjadi urusan Pemerintah Pusat, tapi bagi Pemerintahan Aceh sangat mungkin bahkan secara kebijakan sudah digulirkan, yaitu penerapan kurikulum Aceh yang islami (Qanun Pendidikan Aceh).
Hanya saja, pedoman penerapannya yang secara konsep saja belum teralisasi. Ini bukan klaim, hanya saja, jika yang dimaksudkan selama ini kurikulum islami itu hanya sebatas pembukaan proses belajar dengan membaca do’a atau lafaz basmallah dan diakhiri dengan do’a kembali, maka sungguh sempit pemikiran tersebut. Kita berharap penerapan kurikulum islami ini akan membentuk worldview atau paragma Muslimin di Aceh.
Sederhananya begini, kita akan mengajukan satu pertanyaan, adakah sains yang berkembang selama ini bertentangan dengan Islam (al-Qur’an sebagai pedoman Islam)? Terlebih sains yang menyangkut ilmu alam. Malah sebaliknya, kebanyakan dari saintis (ilmuwan) non-Islam, dalam kajian terhadap objek alam kemudian memuluk Islam.
Dalam proses pembelajaran selama ini anak-anak memang mendapatkan ilmu pengetahuan, tapi ilmu tersebut bersumber dari ilmu itu sendiri bukan merupakan bagian dari nilai-nilai ajaran Islam. Misalnya, mereka belajar Biologi tentang sistem reproduksi manusia, mereka preteli atau paham betul materinya, tapi pemahaman mereka hanya sebatas sains dan penemunya tentang proses pembentukan manusia. Padahal, Islam lebih detail menjelaskan persoalan reproduksi manusia. Begitu juga dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebut saja, mereka belajar bagaimana sikap cinta tanah air, bertoleransi (ishlah), tolong menolong dan sebagainya, tapi anak-anak merasakan itu adalah ajaran dari negara bukan dari Islam.
Seandainya, paradigma tersebut dibalik, anak-anak tetap mendapatkan ilmu pengetahuan sebagaimana porsi yang selama ini mereka dapatkan, namun ilmu tersebut memiliki landasaran konsep yang kuat yaitu bersumber dari ajaran-ajaran Islam, tentu saja ini akan semakin memperkokoh keimanan dan ketaqwaan seseorang, bukan melahirkan dikotomi atau manusia-manusia yang worldview-nya sekuler, buta melihat kebenaran Islam yang sangat komprehensif ini.
![image](https://steemitimages.com/640x0/https://img.esteem.ws/exrio6dgh6.jpg)
Source: Wikimedian Commons
Postingan ini kiranya menjadi stimulus atau perangsang yang kemudian dapat dilanjutkan dalam forum-forum ilmiah untuk melihat lebih mendalam sejauh mana implementasi kebijakan Aceh dalam menyelenggarakan pendidikan islami, dan saya pribadi berharap para intelektual terutama mereka yang memiliki ruang untuk mewujudkan cita-cita pendidikan islami, tidaklah memandang kurikulum islami itu hanya sebatas subject matter dalam bentuk penambahan mata pelajaran semata, namun lebih kepada keseluruh proses pendidikan/pembajaran itu sendiri yang kemudian setiap komponen yang menjadi sistem pendidikan diselimuti dengan nilai-nilai ajaran Islam. Wallahu a’lam
…
![image](https://steemitimages.com/640x0/https://img.esteem.ws/exrio6dgh6.jpg)
Postingan saya tentang Dunia-Pendidikan
![image](https://steemitimages.com/640x0/https://img.esteem.ws/exrio6dgh6.jpg)
Keistimewaan Aceh yang Harus Dimaksimalkan (Agama - Pendidikan)
![islam.jpg](https://steemitimages.com/DQmZuUDJ1WZANFvmLtUKDyYQavVwGxV8Z8rqAKRKzV46Avs/islam.jpg)
source: pixabay-edited
Jika kesimpulan dalam postingan sebelumnya terkait permasalahan dari kerumitan dan kekompleksitasan bangasa ini adalah persoalan ilmu pendidikan Agama Islam. Kenapa kita masih berdiam pada dunia ide semata. Sedangkan, ruang yang diberikan untuk Aceh begitu memungkinkan kita untuk merumuskan apa yang disebut dengan pendidikn islami atau kurikulum islami.
Ruang Seksi Keistemewaan Aceh
Integrasi Pendidikan dan Agama
Jika pembaca kemudian berdalih, apakah dengan penambahan jam belajar PAI, akan menyelesaikan persoalan Bangsa ini khususnya untuk keistimewaan Aceh? Tentu saja, solusinya bukan sekedar penambahan jam PAI, yang kemudian kita mengabaikan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya seperti ekonomi, fisika, biologi, politik dan sebagainya.
Penulis menyadari bahwa tidaklah mahir dalam memahami hukum tata negara, hanya saja beberapa urusan yang menjadi keistimewaan Pemerintahan Aceh, seperti urusan Agama dan Pendidikan adalah urusan yang memang konkrit disebutkan dalam UUPA, namun sejauh mana implikasi hukum tersebut, kiranya perlu kajian mendalam tersendiri.
Jika sekedar kajian kurang mendalam dapat penulis berikan faktanya, yaitu bagaimana urusan agama (Islam) ini kemudian mempengaruhi (implikasi) sektor lainnya. Sebut saja, urusan agama yang disandingkan dengan pendidikan, ini dapat dilacak pada Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Pendidikan, dimana pendidikan di Aceh harus islami yaitu penerapannya berdasarkan pada dan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam, bahkan konsekuensinya lebih jauh dapat menyusun kurikulum islami, terutama pada jalur pendidikan formal.
Selanjutnya, muncul pertanyaan, apanya yang seksi dari mengintegrasikan agama dan pendidikan? Para pembaca yang dirahmati Allah, sebenarnya penulis naïf sekali dalam mengintepretasikan persoalan ini, karena banyak dari kaum intelektual terlebih pakar hukum dan pendidikan Aceh menyadari konteks ini. Karena dalam istilah lain pemberian kewenangan dalam urusan agama dan pendidikan adalah ruang untuk terjadinya integrasi ilmu pengetahuan dan Islam atau islamisasi ilmu pengetahuan.
Sungguh ini merupakan ruang melahirkan ulama sekaligus sainstis atau intelek dan intelek sekaligus ulama, seperti Ibnu Nafis, Imam Syuyuthi, Ibnu Khaldun, Khawarizmi, dan masih banyak lagi. Sekaligus ini akan menjemput cita-cita para intelektual Muslim dunia kontemporer terkait integrasi sains dan Islam atau islamisasi sains, disana ada Isma’il al-Faruqy, Syed Muhammad Naquib al-Attas, Ziauddin Sardar, di Indonesia ada Amin Abdullah, Imam Suprayogo dan Kuntowijoyo dan lain sebagainya. Meski istilah islamisasi sains atau integrasi sains dan Islam juga terdapat diskursus dan kritik tersendiri.
Hal yang paling menarik adalah ketika integrasi sains dan Islam ini dapat diselenggarakan dengan kebijakan Pemerintahan Aceh. Iya, secara Nasional kebijakan ini tidak mungkin dapat dijalankan karena urusan Agama menjadi urusan Pemerintah Pusat, tapi bagi Pemerintahan Aceh sangat mungkin bahkan secara kebijakan sudah digulirkan, yaitu penerapan kurikulum Aceh yang islami (Qanun Pendidikan Aceh).
Hanya saja, pedoman penerapannya yang secara konsep saja belum teralisasi. Ini bukan klaim, hanya saja, jika yang dimaksudkan selama ini kurikulum islami itu hanya sebatas pembukaan proses belajar dengan membaca do’a atau lafaz basmallah dan diakhiri dengan do’a kembali, maka sungguh sempit pemikiran tersebut. Kita berharap penerapan kurikulum islami ini akan membentuk worldview atau paragma Muslimin di Aceh.
Sederhananya begini, kita akan mengajukan satu pertanyaan, adakah sains yang berkembang selama ini bertentangan dengan Islam (al-Qur’an sebagai pedoman Islam)? Terlebih sains yang menyangkut ilmu alam. Malah sebaliknya, kebanyakan dari saintis (ilmuwan) non-Islam, dalam kajian terhadap objek alam kemudian memuluk Islam.
Dalam proses pembelajaran selama ini anak-anak memang mendapatkan ilmu pengetahuan, tapi ilmu tersebut bersumber dari ilmu itu sendiri bukan merupakan bagian dari nilai-nilai ajaran Islam. Misalnya, mereka belajar Biologi tentang sistem reproduksi manusia, mereka preteli atau paham betul materinya, tapi pemahaman mereka hanya sebatas sains dan penemunya tentang proses pembentukan manusia. Padahal, Islam lebih detail menjelaskan persoalan reproduksi manusia. Begitu juga dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebut saja, mereka belajar bagaimana sikap cinta tanah air, bertoleransi (ishlah), tolong menolong dan sebagainya, tapi anak-anak merasakan itu adalah ajaran dari negara bukan dari Islam.
Seandainya, paradigma tersebut dibalik, anak-anak tetap mendapatkan ilmu pengetahuan sebagaimana porsi yang selama ini mereka dapatkan, namun ilmu tersebut memiliki landasaran konsep yang kuat yaitu bersumber dari ajaran-ajaran Islam, tentu saja ini akan semakin memperkokoh keimanan dan ketaqwaan seseorang, bukan melahirkan dikotomi atau manusia-manusia yang worldview-nya sekuler, buta melihat kebenaran Islam yang sangat komprehensif ini.
Source: Wikimedian Commons
![Discussion.png](https://steemitimages.com/DQmPKueqBWLpw5w43ZXEtqNiHtaKYkyZFV8et32kLDwVnKu/Discussion.png)
Postingan ini kiranya menjadi stimulus atau perangsang yang kemudian dapat dilanjutkan dalam forum-forum ilmiah untuk melihat lebih mendalam sejauh mana implementasi kebijakan Aceh dalam menyelenggarakan pendidikan islami, dan saya pribadi berharap para intelektual terutama mereka yang memiliki ruang untuk mewujudkan cita-cita pendidikan islami, tidaklah memandang kurikulum islami itu hanya sebatas subject matter dalam bentuk penambahan mata pelajaran semata, namun lebih kepada keseluruh proses pendidikan/pembajaran itu sendiri yang kemudian setiap komponen yang menjadi sistem pendidikan diselimuti dengan nilai-nilai ajaran Islam. Wallahu a’lam
…
Wallahu a’lam
…
Maaf ada lagi pada pelajaran sejarah yang masih membahas teory A, teory B dan C tentang asal manusia dari kera yang jelas2 tidak benar. Mudah-mudahan tulisan bapak ini bisa menjadi acuan perbaikan pendidikan di Aceh ke arah yang lebih Islami sesuai dengan identitas serta karakteristik Aceh yang dijuluki Serambi Mekkah. Salam.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
allahumma amin ya Rabb. trma kasih @ayijons
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sama-sama pak.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit