'Terusir' dari Cafe Mewah di Banda Aceh

in indonesia •  7 years ago 

image

Dari balik jendela mobil Bang Mukhtar, saya memandang ke arah sebuah cafe di pinggiran Kota Banda Aceh. Mobil terus melaju hingga pelan sekali. "Yok minum kopi di sana, biar Habil gak penasaran," kata Bang Mukhtar [ @toshare ] yang menyopiri sendiri mobil merahnya.

"Sudah terlalu larut ini bang," kata Bang Reza Fahlevi [ @rezafahlevi ] yang duduk di sampingnya. Jam sudah menunjukkan pukul 23:45 WIB. Ucapan dia seolah menolak ajakan Bang Mukhtar. Saya yang duduk di belakang bersikap netral terhadap dua orang 'senior' di depan saya. "Habil brat that penasaran jih," tutur Bang Mukhtar lagi.

Mobil sudah berhenti di pinggir jalan, mesin masih hidup. Perdebatan kecil itu akhirnya selesai, saat Bang Reza mengalah kepada yang lebih tua. Mobil dimatikan. "Mari kita turun," kata Bang Mukhtar sambil membuka pintu mobil.

Saya yang duduk di belakang langsung keluar melalui pintu sebelah kiri. Begitu pula Bang Reza yang keluar dari pintu kiri depan. Di depan mobil kami, terdapat mobil lain yang juga sedang parkir. Kami kemudian berdiri di trotoar jalan. Tak lama, Bang Mukhtar memimpin penyebrangan jalan menuju cafe baru dan mewah.

image

Malam sudah larut. Dingin menembus kulit kami yang mengenakan baju lengan pendek. Jalanan memang sudah agak sepi. Kendaraan hanya sesekali melintas. Itupun bisa dihitung menggunakan jari, apalagi kalau menggunakan kalkulator. Banda Aceh memang masih lengang dari kendaraan bermesin [kalau tengah malam].

Kami berjalan tak beraturan. Bukan seperti penggerek bendera yang berjalan rapi dan sejajar bertiga. Tidak lama kemudian, kami tiba dan menjajakan kaki di lantai cafe mewah dan megah. Saya tidak menulis namanya di sini, karena nanti bakalan jadi promosi gratis.

Cafe ini memiliki beberapa lantai, saya tidak ingat. Pengunjung bebas memilih tempat duduk di kursi pada lantai mana pun, asalkan tidak duduk di lantai. Lampu kuning menggantung di beberapa sudut cafe. Selain di dalam, cafe ini juga punya teras yang berisi kursi dan meja sebagai tempat duduk.

Nuansa klasik terlihat dari meja dan kursi yang digunakan. Di atas setiap meja, terdapat sebuah bunga plastik. Bunga dan tumbuhan bongsai buatan itu menambah kesan mewah dan nilai estetika.

image

Kami sudah berada di teras. Meskipun sudah larut, pengunjung masih ramai. Cafe ini juga membolehkan pengunjung perempuan nongkrong di sana [memang tidak ada larangan]. Karena baru pertama kali ke sana, kami duduk saja di meja kosong di teras.

Angin sepoi berhembus pelan. Musik berbahasa Inggris mengalun manja menemani pengunjung yang tengah menikmati kopi dan suguhan lainnya. Bang Mukhtar yang memegang hp di tangannya belum tampak nyaman. "Pindah ke sebelah saja," kata dia sambil menunjuk sebuah meja lain di sebelah kami.

Kami bangkit dan pindah meja. Beberapa pelayan cafe yang memakai seragam mondar-mandir di depan meja kami. "Kok tidak dilayani?" tanya Bang Mukhtar melihat pelayan yang tidak menyapa kami. Dua pelayan lewat begitu saja. Untuk ketiga kalinya, kami pun menyapa sang pelayan.

"Mau pesan," kata Bang Reza kepada pelayan yang mulai mendekat. "Sudah close bang," jawab pelayan. "Jadi tidak menerima pesanan lagi," lanjutnya. Mendengar jawaban itu, kami pun bangkit untuk pulang.

image

Kami bergegas menuju mobil di seberang jalan. Saya sendiri merasa 'terusir' dari sana. Belum sempat disuguhkan kopi, kami harus cepat-cepat angkat kaki. Setiba di dalam mobil, saya memandang lagi ke cafe itu di balik jendela sebelah kanan.

"Kesan pertama tak begitu menggoda," kata Bang Mukhtar sambil melajukan mobilnya. Malam semakin larut. Angin berdesir menggoyangkan dahan-dahan kecil pohon di tepi trotoar jalan. Suara mobil membelah malam yang sunyi, mengantarkan kami ke Kantor AJI Banda Aceh.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Judul yang "jenius"

Rasanya memang terusir bang. Kami kecewa, namun tidak berat. Harusnya pelayan di sana bilang saat kami duduk di kursi, kalau cafenya sudah close. Ini tidak. Saat kita ingin pesan baru dibilang cafe sudah close. Jadinya kita kayak gak diterima di situ. Entah mungkin gaya kita gak cocok di sana. Hehehe.

Harusnya ada petunjuk bahwa sudah tutup seperti tulisan sedang shalat pada kios heheh

Setuju bang. Jadi pengunjung yang ke sana tidak dibingungkan seperti kami.

Bereh

Sep bereh kiraju.

Send 0.010 SBD/STEEM to @shohanpk with 5 post link and 1 Resteem Link in the memo field to get a share of 100% vote with 5+Follower's. Vote every 2.5 hrs.

Merdeka

Hahaha.

kasihan

Heheeh