ALASAN UNTUK HIDUP #5

in indonesia •  7 years ago  (edited)


alasan untuk hidup 5.png

#5

SUDAH DIMULAI


Aku sudah cukup lama menunggunya di sini. Di dekat parkiran sepeda. Jaman sekarang sudah jarang ada siswa yang membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Mungkin kerusakan bumi yang semakin parah membuat para pelajar tersadar. Atau mungkin karena mereka miskin. Wajar saja, ini bukan sekolah terkenal. Itu sebabnya Agensi bisa melakukan apa saja pada sekolah ini. Jika saja semua sekolah dikuasai orang diluar pendidikan seperti ini, akan jadi apa generasi ke depan nanti…

Tapi inilah hidup. Semuanya tetap akan terus berjalan sebagaimana mestinya meskipun kita tidak menginginkan, dan hari ini, kami kembali seperti biasa, seolah kemarin tidak terjadi apapun. Aku pun kembali terjangkit virus lama, kebosanan. Senin memang selalu membosankan. Tapi jika Bebi di sini, mungkin kebosanan ini bisa sedikit terobati. Aku masih penasaran dengannya. Segalanya itu hampir tidak mungkin. Hari ini aku telah pindah ke kelasnya demi memperketat penjagaanku. Pihak agensi sudah mengurus semuanya, mereka selalu bergerak cepat seperti biasa. Mungkin mereka juga bisa memindahkan benua hanya dengan sekali kedipan mata. Yah… itu terlalu berlebihan memang. Tapi, begitulah cara mereka bekerja.

Meski kami sekelas, tapi Aku dan Bebi hampir tidak pernah memulai percakapan apapun. Dia yang biasanya ceria meski tanpa teman, kini hampir tidak pernah tersenyum di kelas. Kenapa aku merindukan senyum menyebalkan itu? Bukankah semalam aku menjadi kesal karena senyuman itu. Kenyataan bahwa dia mengingat semuanya seharusnya memberiku dorongan untuk semakin bergerak cepat. Tapi perubahan sikapnya….

“Kenapa dia memperlihatkan wajah sesendu itu…” Aku bersandar pada pagar beton yang lumayan tinggi di belakangku. Tas dipunggungku membuat sandaranku terasa tidak nyaman. “Aku ini kenapa…” Aku mencoba memejamkan mata. Kembali mencari kepastian pada diriku sendiri.

“Kamu terlihat kacau.” Tiba-tiba saja Bebi muncul. Aku kembali menegakkan badanku.
“Kau lama sekali.” Saat dia di hadapanku, aku ingin memusnahkan segala rasa penasaran ini dengan menanyakan banyak hal padanya, tapi kenapa begitu sulit untuk melakukannya dengan cara yang sederhana ini.

“Berhentilah menyebut orang lain dengan ‘kau’.” Bebi tiba-tiba saja berjongkok dan memperbaiki ikatan tali sepatunya yang terlihat longgar. Rambut ikalnya yang dulu selalu terurai sekarang diikat dengan begitu rapi. Membuat tekuknya terlihat begitu jelas saat ia membungkuk seperti itu. Sekarang dia terlihat semakin berbeda dari segala sisi. Penampilannya mulai terlihat menarik.

“Berhenti berdebar saat menatapku.”
“Apa??” Ucapannya membuatku terkejut.
Bebi kembali berdiri. Angin yang membawa awan tebal siang itu membuat poninya tertiup. Dia mendekatiku dan bersandar di sebelahku.

“Tanpa melihatpun aku tau apa yang terjadi padamu. Aku bisa merasakan semuanya. Bahkan jika aku tidak menginginkannya” Lagi, wajah sendu itu.
“Kau benar-benar berubah sekarang. Kau bukan lagi Bebi yang ku kenal.”
“Because I am a girl now.” Sama sekali tidak lucu. Mungkin jika dia mengucapkannya sambil tersenyum, itu akan sedikit membantu.


hati yang kelabu

Aku kembali bersandar. Masih dengan tas punggung yang tersangkut pada tempatnya. Aku bisa menatap langit dengan posisi ini. Entah apa yang bisa menghipnotis dari pemandangan awan kelam itu. Ia hanya berarak pelan. Hanya saja, aku menyukainya.

Kami cukup lama terdiam dengan posisi ini. Ku rasa kami larut dengan pikiran kami masing-masing. Aku harus membawanya untuk bertemu Petra malam ini. Tapi aku tau, ada sedikit keraguan di hati ini. Entah kenapa aku masih merasa belum puas untuk mengetahui semuanya.

“Hei.” Aku memulai kembali pembicaraan tanpa memandanginya. Tapi melalui sudut mataku, aku tau Bebi menoleh kearahku. Dagunya agak sedikit mendongak keatas, menatapku. Aku baru sadar kalau dia bertubuh sekecil itu. Sepertinya dia juga siswi yang paling kecil di kelasnya. “Kenapa kau tidak bersikap seperti dulu lagi?”

“Untuk apa? Sekarang semuanya sudah di mulai. Aku tidak perlu berpura-pura lagi.” Jawaban yang membingungkanku. “Aku percaya padamu Raf. Aku tidak akan lari darimu. Jadi berhentilah mencemaskanku.”

Haruskah dia mengucapkan kata-kata itu di saat aku berusaha memastikan keinginanku yang sesungguhnya padanya? Ini drama baru baginya. Dia berganti peran sebagai seorang gadis yang terkekang dan menderita sekarang, entah itu benar atau tidak, aku tidak tau. Aku tidak tau harus menanggapinya seperti apa. Dia mempermainkan perasaanku. Aku merasa seperti awan kelam di atas sana yang terbawa kemanapun arah angin berhembus. Haa… aku hanya bisa menghembuskan nafasku memikirkan hal ini.

“Apa kau bisa menyembuhkan orang sakit?” Ku alihkan pembicaraan dengan santai.

Awan di atas sana semakin gelap. Ini sudah tentu musim hujan. Kenapa Indonesia harus dilintasi garis khatulistiwa. Air akan membasahi jalanan sampai 6 bulan ke depan. Langit siang ini pun seolah terlihat seperti sore hari. Aku tidak suka hujan. Aku bangun dari sandaranku dan berjalan pelan. Bebi mengikutiku dari belakang.

“Siapa?” Derap langkahnya terasa begitu dekat. Aku terus saja berjalan hingga melewati gerbang sekolah. “Apa itu keluargamu?” Bebi kembali bertanya. Aku tidak perlu menjawabnya. “Orang tuamu?” Dia masih terus mengikutiku dari belakang. “Apa dia adikmu?”

Gerimis mulai turun kembali. Aku mempercepat langkahku. Kamipun semakin jauh meninggalkan sekolah. Bahkan tidak terlihat lagi siswa-siswi yang berlalu lalang. Bebi juga masih tetap mengikutiku dengan begitu dekat. Dia berhenti bertanya sekarang. Sepertinya dia sudah mengetahui jawabannya dengan sendirinya. Apa aku harus mengatakannya sekali lagi agar lebih meyakinkan? Ya, Rafa. Dia memiliki kemampuan aneh.

Dengan sengaja. Aku berbalik dengan cepat dan mendapati Bebi tepat di hadapanku. Aku menariknya dan membungkam mulut dan hidungnya dengan sebuah sapu tangan. Aku menaburi sapu tangan itu dengan cairan penenang saat dalam perjalanan tadi... Mungkin dia memang bisa merasakan banyak hal, tapi kurasa dia tidak bisa mengetahui tindakan seseorang tanpa melihatnya.

Bebi terlihat meronta. Kurasa dia kaget.Tapi itu hanya sesaat. Apa benar bahwa tadi itu dia kaget? Tapi kemudian matanya yang menatapku dengan tajam itu mulai terpejam perlahan. Dia memiliki fisik yang lebih lemah dari gadis lain pada umumnya. Itu sangat memudahkanku untuk menahan perlawanannya. Ku rasa ia benar. Sekarang semuanya sudah di mulai.

…………………………………………………………………………

Sudah mulai pagi, sebentar lagi akan terbit fajar. Aku menatap Bebi yang terbaring di tempat tidur. Kedua tangannya ku ikat pada ujung tempat tidur. Dia sudah tertidur cukup lama. Entah kenapa aku bisa begitu sabar menunggunya terbangun. Jika ia ternyata sudah bangunpun, aku tidak akan bisa mengetahuinya. Aku menutup matanya dengan selembar kain.

Handphoneku terus saja bergetar. Sudah puluhan panggilan tak terjawab dari Petra dan beberapa nomor lainnya. Aku tidak perlu cemas, tidak akan ada yang bisa melacak nomor handphoneku. Ratusan pesan dan virus kini juga merasuki handphone itu. Mereka berurusan dengan orang yang salah. Tapi kuakui mereka benar-benar berusaha keras. Aku dapat membayangkan kekacauan seperti apa yang mereka alami sekarang ini, setelah aku menghilang sejak kemarin siang. Bahkan aku membatalkan janji untuk membawa Bebi pada Petra tadi malam. Reaksi mereka membuatku yakin bahwa Bebi memiliki sesuatu yang sangat penting, ada sesuatu yang mereka butuhkan dari kemampuannya yang sederhana ini. Tapi sekarang itu bukan urusanku lagi.

“Kamu tau kan menutup mataku ga akan mengubah apapun. Aku masih bisa merasakan kehadiranmu di sini. ” Bebi sudah sadar. Dia bahkan tidak melawan.
“Apa kau tidak takut?”
“Kau tidak berniat jahat padaku.”
“Apa kau tidak merasakannya? Partikel di sekitarku.”
“Aku merasakannya. Perasaan kacau dan bingung, sama seperti sebelumnya.” Aku menyeret sebuah kursi dari belakang pintu, dan duduk di dekat tempat tidur dimana ia terbaring. Sekali lagi aku melirik ikatan tangannya. Entah apa yang aku takutkan dari seorang gadis lemah ini “Di pegunungan? Lumayan.” Dia bergumam sendiri.

“Tekanan udara di pegunungan lebih rendah dari dataran biasa. Kerapatan molekul juga terkadang berkurang hingga 25 persen di sini. Kau memiliki sensitifitas yang tinggi, itu caramu merasakan setiap partikel kan?”
“Sudah ku bilang kan, aku bisa mengendalikan orang lain. Masih banyak yang belum kamu ketahui.”
“Kau benar.” Aku membuka matanya kembali. Percuma saja melakukan itu. “Kau bilang bahwa kau percaya padaku kan?” Aku menyodorkan gelas berisi air mineral dengan selang. Dia langsung meminumnya hingga habis. Perbedaan tekanan udara dan suhu di sini harus di tanggulangi dengan meminum banyak air agar tidak pusing. Terlebih lagi dia sudah teralu lama tertidur. Kurasa dia juga tau itu. Maksudku, meski ia hanya anak SMA, tapi jika itu adalah Bebi yang sesungguhnya, dia pasti tau informasi-informasi sederhana seperti ini.

“Ya, aku percaya padamu.” Di menjawabku setelah selesai minum. Gelas ini kini kosong.

“Lalu kenapa kau menyembunyikan bekas lukamu selama ini? Kau pikir aku tidak tau? Bukan hanya kau saja yang bisa mengetahui banyak hal di sini.” Di beberapa bagian tubuhnya terdapat bekas lebam ringan yang tidak terlalu parah. Sebenarnya aku mengetahuinya saat mengikatnya kemarin.

“Apa itu penting?” Sepertinya akhir-akhir ini aku sering mendengar kalmat itu darinya. “Bukannya kamu sendiri yang menginginkan ini terjadi?” Dia tersenyum seolah sedang menyindirku bahwa luka-luka itu adalah hadiah untukku. “Kak Rossa melakukan banyak hal selama ini. Kau kan yang menyebabkan ini terjadi.” Ah ya, aku hampir lupa dengan permainan yang kutimbulkan sendiri, situasi kahir-akhir ini terlalu menyita waktu dan pikiranku. Dengan tangan terikat seperti itu dia masih saja bersikap santai.

“Sudah lah raf, ini hanya luka ringan. Bekas luka di sekujur tubuhmu bahkan lebih parah dari ini.” Aku hanya bisa mendengarkan ucapan itu. Bahkan aku tidak bisa membantahnya. Ku rasa dia tau segalanya sejak malam di mana dia tidur di kamarku. Aku memang memiliki bekas luka disekujur tubuhku. Bekas yang sangat buruk. Kurasa gadis ini lawan yang tangguh. “Ledakan pada sebuah pulau kecil 3 tahun lalu. Pulau yang dibangun khusus untuk wahana permainan paling lengkap yang pernah ada di Indonesia.” Bebi tersenyum sinis. “Kamu di sana kan? Jika dilihat dari bekas lukamu, seharusnya kamu ga bisa bertahan hidup saat itu.”

“Kau tau itu. Dan kau hanya diam saja.” Dia sungguh bisa membaca pikiranku! Setiap tindakan manusia selalu dilakukan setelah proses pemikiran yang terjadi di kepala selama sepersekian detik sebelum tindakan dilakukan. Artinya dia mengetahui semuanya bahkan sebelum aku bertindak. Dia mengetahui semua ini! Aku harus lebih berhati-hati. Percuma saja aku marah dengan permainannya. Aku sadar bahwa aku sendiri yang memilih untuk mengikuti permainan itu.

“Aku baru mengetahuinya. Tapi sejak dulu aku tau satu hal. Bahwa kamu hidup untukku. Kamu membenciku. Kamu bertahan hidup karena ingin membunuhku, tapi kamu menunggu waktu yang tepat. Dan sekarang semuanya sudah di mulai.”

“Ya.” Aku menatapnya tajam. Wajah sendu itu tak pernah lekang. Wajah yang baru saja ku ketahui bahwa itu bermakna bahwa ia pasrah. Dia merasa dia layak menerimanya. Wajah yang menunjukkan rasa bersalah. Seorang yang pintar sepertinya tentu tau bahwa hasrat dendam tidak akan muncul tanpa suatu alasan. Meski alasan yang ia ketahui belum semuanya tepat, tapi 80 persen sudah mencakup semuanya. Jika bukan karena ingin membunuhnya, aku sudah bunuh diri sejak dulu. Aku masih mengingat masa-masa sulit yang ku alami sejak kejadian itu.

Suara getaran Hp menyadarkanku. Aku bangun untuk mematikan Hpku. Ku tatap Bebi sekali lagi. Mungkin dia memang tidak akan lari dariku. Dibalik kemampuannya, dia hanya seorang gadis lemah. Ku bukakan segala ikatan yang menjeratnya itu. Dia mengucek pergelangan tangannya yang menandakan bahwa pergelangan itu sudah cukup sakit karena ikatan kasar yang begitu kuat.

Ku rogoh kantung celanaku dan melemparkan satu botol kecil sebuah cairan ke atas kasur. Bebi menatap botol itu dengan wajah tidak menyenagkan. Apa lagi sekarang. Dia mengetahui sesuatu lagi?

“Minum itu. Untuk menetralisir racun yang kau minum tadi.” Aku menggeser kursi ke sisi dinding dan berniat meninggalkan kamar itu. “Kau tau minuman tadi itu beracun, tapi kau tetap meminumnya. Membunuhmu dalam keadaan yang seperti itu sama saja seperti aku mengabulkan keinginanmu. Dari dulu aku memang ingin membunuhmu, aku bertahan hidup untuk bisa membalaskan dendam atas kematian keluargaku. Tapi kau…..”

“Berhenti menunjukkan rasa itu!!” Bebi berteriak padaku. Wajahnya terlihat begitu bengis. Ia mengagetkanku. Ini pertama kalinya dia bersikap begitu. Ada apa? Kenapa? “Perlakukan saja aku seperti dulu. Jika kamu menyukaiku, itu….” Bebi menggigit bibirnya. Apa maksdnya bahwa aku menyukainya? Bukankah sudah ku katakana bahwa aku membencinya? Apa dia merasakan bahwa aku menyukainya? Ada apa ini sebenarnya? Gadis ini!!! “…itu menyakitkan bagiku…”

Bebi menangis. Matahari mulai bersinar. Tapi suasana di sini masih terasa begitu kelam. Aku yang kebingungan dengan perasaanku, dan Bebi yang membuatku terasa kembali kacau.

“Semuanya sudah di mulai Raf. Semuanya gak akan bisa berhenti.” Air matanya semakin deras. Entah kenapa aku merasa semakin kacau dan bertambah kacau saat melihatnya dalam keadaan begitu.
“Apa maksud ucapanmu!?”

Semuanya sudah dimulai. Tidak ada yang bisa menghentikan. Berhentilah mengacaukan perasaanku, Vebiola!! Aku sendiri sudah cukup kacau.

“Kenapa perasaanmu padaku harus berubah?” Bebi masih berteriak dengan histeris. Sungguh aku ga ngerti. Apa yang salah dengan ucapanku? “Aku tau kamu akan membuatku tertidur, membawaku ke tempat asing, kamu akan membunuhku, meski itu perlahan, tapi kamu akan memastikan bahwa aku mati. Tapi kenapa sekarang kamu berubah? Aku tau semua yang akan kamu lakukan sebelumnya, aku mengikuti semua alur yang kamu buat. Tapi kenapa semuanya sekarang berubah?”

Tangisan itu. Air mata itu. Apa itu karena aku? Kenapa? Ada apa ini sebenarnya!?

Terima kasih sudah membaca, semoga anda menikmati ya ^^
Silakan baca cerita sambungan sebelumnya di bawah ini:
#1 Prolog.
#2 Trembesi bag. 1.
#2 Trembesi bag. 2.
#3 Tragedi.
#4 Perbincangan yang Panjang.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Bagus banget deh... Cuma postingnya kepanjangan, sebaiknya dibagi menjadi 2 posting saja walau bikin orang prnasaran hehehe...

Waa, kepanjangan ya kak. Sarannya saya lahap kak ^^ Lain x akan saya bagi 2 saja kalo kepanjangan. Minta saran2 lainnya juga donk kak, hehehe....

Yosh, mantap x imaginasi qe

Makasi byk2 hana san yang selalu mensupot saya (baca support) :D

tangisan ini, air mata ini, apakah karena membaca post ini?? :v

Hahaha. Makasi udah mampir2 @aranda, maklum, masi pemula, hehe :P

  ·  7 years ago (edited)

aduh, jangan merendah @hime.sama
pemula macam apa yang bisa bikin cerita
dengan alur seperti ini XD

Makasi aranda, kalo ada saran atau keluhan (hehe), mohon disampaikan yaa :D mohon bantuannya yaaaaa

haik, mochiron desu ^^

Congratulations @hime.sama! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of posts published

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

Congratulations @hime.sama! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the total payout received

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

Selamat pagi mbak @hime.sama

Sesuai janji saya, maka saya hadir di blog mbak pagi ini untuk memberi sedikit masukan. Saya baca tulisan mbak sudah enak dan mengalir. Isinya cukup menggelitik untuk terus disimak. Namun, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan sebagai koreksi, sbb:

  1. Penempatan tanda baca yang belum tepat.
  2. Membuat kalimat efektif.
  3. Penempatan kata "tetapi" yang salah. Kata "tetapi" merupakan kata sambung dan diletakkan masih dalam satu kalimat, yaitu setelah tanda koma. Sedangkan kata kalay ingin diletakkan pada awal kalimat, gunakan saja kata "namun". Keduanya memiliki arti yang sama, tetapi pemakaiannya berbeda. Memang masih banyak orang yang sering tertukar penggunaannya.

Saya coba merevisi paragraf 1 dan 2 sebagai berikut:

Aku sudah cukup lama menunggunya di sini, tak jauh dari parkiran sepeda. Zaman sekarang sudah jarang siswa membawa kendaraan bermotor ke sekolahnya. Mungkinkah mereka sadar akan kerusakan bumi yang semakin parah atau karena mereka miskin? Wajar saja, ini bukan sekolah terkenal. Itu sebabnya Agensi bisa melakukan apa saja pada sekolah ini. Jika saja semua sekolah dikuasai orang di luar pendidikan seperti ini, mau menjadi apa generasi ke depan nanti?

Inilah hidup. Semuanya tetap berjalan sebagaimana mestinya, meskipun kita tidak menginginkannya. Hari ini, kami kembali seperti biasa, seolah-olah kemarin tidak terjadi apa-apa. Aku pun kembali terjangkit virus lama, kebosanan.

Senin memang selalu membosankan. Namun, jika Bebi di sini, mungkin kebosanan ini bisa sedikit terobati. Aku masih penasaran dengannya. Segalanya itu hampir tidak mungkin. Hari ini aku telah pindah ke kelasnya demi memperketat penjagaanku. Pihak agensi sudah mengurus semuanya. Mereka selalu bergerak cepat seperti biasa. Mungkin mereka juga bisa memindahkan benua hanya dengan sekali kedipan mata. Yah… memang itu terlalu berlebihan. Namun, begitulah cara mereka bekerja.

Catatan:

Semoga koreksi kecil ini ada manfaatnya. Tetap semangat dan salam pena kreatif.

Terima kasih banyak pak @jharyadi

Semoga ada manfaatnya mbak @hime.sama

Bermanfaat sekali kok pak :-)

Alhamdulillah