#6
INIKAH BEBI?
Ucapan bebi masih saja terngiang ditelingaku. Dia menyadarkanku bahwa aku menyukainya. Ini sungguh tidak masuk akal. Sejak kapan aku menyukainya? Oh Tuhan!! Sekali lagi, Ini tidak masuk akal!
Aku membiarkan Bebi menangis. Ya... Perasaan bingung yang aku rasakan selama ini, aku baru menyadarinya bahwa itu dikarenakan aku mulai memiliki perasaan padanya. Apakah ini kutukan pohon itu? Ah, gila! Aku benar-benar bisa gila! Aku duduk di sisi tempat tidur. Tepat di samping Bebi, mencoba meluruskan kembali pikiranku yang hampir saja membuatku sendiri tertawa.
“Kau…” Aku selalu ragu untuk menanyakan banyak hal padanya. Haruskah aku menanyakannya….
Bebi masih terdengar terisak. Ia menahan tangisnya. Aku tak sanggup melihat wajah jeleknya itu. “Apa kau… apa kau selalu menggunakan kekuatanmu itu?”
Bebi menatapku dengan wajah yang masih penuh dengan air mata.
“Maksudku, sejak kapan kau mengetahui perubahan yang terjadi padaku?” Kali ini aku mencoba menatapnya lekat. Berharap wajah basah itu dapat memberikanku jawaban yang bermanfaat untukku ketahui.
“Kamu mau mengetahui kelemahanku?” Yah,seharusnya dia langsung saja memberitahukan apapun yng ingin ku ketahui tanpa harus membuatku bertanya duluan! “Aku tidak setiap saat menggunakan kekuatanku. Aku membutuhkan konsentrasi tinggi untuk melakukannya, aku harus meningkatkan kepekaanku 1000x lebih tinggi dari pada manusia pada umumnya.” Bebi tampak masih menyapu pipinya yang mulai mengering. Membuat pipi itu terlihat memerah. Luar biasa sekali gadis yang satu ini. Dia bisa menangis, berteriak histeris, dan berhenti menangis dengan santainya hanya dalam sekejap. Jika ia gadis lain mungkin sepatutnya aku heran, tapi dia adalah Bebi.
“Jika aku meningkatkan konsentrasiku, aku bisa meningkatkan kepekaanku melebihi itu. Aku bisa mengendalikan partikel apapun. Termasuk partikel yang ada dalam tubuh manusia.”
Sekarang aku tau jelas apa yang diinginkan agensi darinya. Meski aku belum begitu yakin apa yang akan mereka lakukan padanya.
“Bebi. Kau percaya padaku kan?” Dia tiba-tiba saja terdiam kaku mendengar ucapanku.
“Kamu mau tau cara untuk menghentikanku kan?”
“Ya.” Meski ini sering terjadi, tapi aku masih merasa aneh dengan kemampuannya.
“Buat saja konsentrasiku terganggu.”
“Apa yang akan terjadi jika kau yang terlalu berkonsentrasi itu kuganggu?”
“Kau akan tau setelah melihatnya lagsung.” Raut wajahnya berubah. “Apa kamu takut dengan kemampuanku?” Lanjutnya kemudian. Kurasa dia tak butuh jawabanku. “Aku sendiri takut dengan kemampuanku. Itu mengerikan.” Dia menatapku dan mendekat.
Seketika itu juga, dengan cepat, sebotol kecil cairan penenang yang terdapat dalam saku celanaku telah berada ditangannya. Tindakannya membuatku kaget. Aku bisa selengah ini!!
“Apa yang kau lakukan?! Kembalikan itu padaku!” Ucapku sambil berdiri kaget.
Terlambat. Dia menuangkan cairan itu tepat ke wajahku. Meski aku sempat menahannya dengan lenganku, tapi sedikitnya aku masih tak sengaja menghirup bau cairan itu. Ah, Siaaal!!!
“Apa kau gila!! Kenapa kau melakukan ini, ha?? Kau sendiri yang bilang bahwa kau percaya padaku!” Tidak, tidak. Aku tidak boleh tertidur! “Maafkan aku Raf. Aku percaya padamu. Tapi kamu juga harus percaya padaku.” Bebi berdiri dari kasur dan menuju pintu.
“Hei! Tunggu!” Aku goyah dan terjatuh. Aku kesulitan menahan berat badanku sendiri. Obatnya bereaksi terlalu cepat. Ini terlalu cepat!! Apa dia sedang menggunakan kekuatannya juga? Sial, siaal!!
“Kamu gak menghirup cairan itu secara langsung. Jadi kamu cuma akan tertidur sebentar.”
Bebi meninggalkan kamar dan menutup pintu. Aku tergeletak di lantai, meski aku masih mampu bergerak, tapi ini hanya beberapa pergerakan yang sia-sia. Otot-ototku terlalu lemah. Haruskah aku mempercayainya yang memperlakukanku dengan cara begini? Tapi, bukankah selama ini aku bahkan memperlakukannya lebih buruk dari ini, dan dia masih saja mempercayaiku. Apa yang harus ku lakukan pada gadis itu…
Semuanya mulai terlihat gelap perlahan… dan semakin gelap.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Hangat…. Sangat nyaman, tapi juga terasa sedikit kaku. Aku mencoba membuka mataku. Dengan badan masih tertelungkup di lantai aku bisa merasakan sebuah selimut tebal terletak dengan rapi dipunggungku. Badanku terasa sedikit sakit, mungkin tadi aku terjatuh terlalu keras.
Aku mencoba bangun dan duduk. Tentu saja posisi tidur seperti ini bisa membuat siapa saja terasa sesak dan kaku, terlebih lagi bagian dada yang langsung menempel pada lantai yang dingin. Kulihat jam tangan digitalku. Aku tertidur sekitaran 3 jam atau lebih sedikit. Ah ya, Bebi!! Selimut ini, pasti dia yang melakukannya.
“Bebi!!” Kemana perginya anak itu. Aku berdiri dengan kepala yang masih terasa pusing. Mencoba mencarinya.
Apa ini ?!
Pintu kamar rusak. Bukan kerusakan biasa. Ada lubang di sana. Tentu saja itu bukan lubang kunci. Bekas sebuah tembakan.
“Siaal!!! Bebiii!!! Dimana kau??” Aku mulai mencari dengan membabi buta. Tapi yang ku temukan semuanya hanyalah belasan tubuh yang terbaring kaku di lantai, di mulai dari di depan pintu kamar hingga ke ruang tamu. Bagaimana orang sebanyak ini bisa menemukan kami?
“Bebii!! Jawab aku!!” Ini rumah kayu sederhana yang setiap dindingnya bisa menembuskan suara. Tidak mungkin dia tidak mendengarkanku jika dia masih di sini. “Bebi!!” Dimana anak itu!!!
Aku terus saja memanggilnya. Masih tanpa jawaban. Rasa panik memenuhi kepalaku. Seluruh tubuhku terasa panas. Kepalaku terasa mau pecah. Toilet, dapur, kamar depan, semuanya kosong. Tidak mungkin dia tidak di sini. Bukankah dia memintaku untuk mempercayainya….
“Ayolaaah…. tenanglah Rafa…” Suaraku mulai bergetar, yang menandakan bahwa aku melakukan penekanan emosi yang berlebihan. Hal ini sering terjadi pada tubuh manusia pada umumnya. Akusendiri bahkan bingung, kenapa aku begitu mencemaskannya….
Kucoba mengatur kembali nafasku. Aku tau ini belum siang hari. Melalui kaca jendela aku melihat beberapa mobil terparkir di sana. Semua kacanya berwarna hitam. Itu adalah mobil mereka. Aku menuju ruang tamu dan melihat kembali mereka semua. Tak ada satupun yang terlihat berdarah, peralatan di rumah ini juga tidak kacau. Ini aneh. Mereka semua tidak bernafas. Mati!?
Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Aku memeriksa beberapa tubuh diantaranya. Masih hangat. Itu artinya kematian mereka masih belum lama, tapi apa yang menyebabkan tubuh mereka menjadi kaku, seharusnya itu terjadi sekitaran 2 jam setelah kematian karena berhentinya proses metabolisme tubuh. Ada sesuatu yang aneh dengan tubuh-tubuh ini. Tapi sebelum itu, apa tujuan mereka kemari?
Satu-satunya tempat yang belum aku periksa adalah mobil-mobil itu. Aku berlari keluar dan memeriksa setiap mobil. Ada 2 mobil tipe hatchback dan 1 mobil tipe MPV berwarna silver. Tinggal 1 lagi, mobil sport kuning yang terparkir paling jauh dari rumah. Aku mencoba mendekati mobil itu dengan perlahan. Jika Bebi di sana, apa yang dilakukannya?
Kubuka pintu depan, bagian kanan, dengan harap cemas. Benar saja!! Dia di sini. Dia sungguh membuatku khawatir. Duduk di dalam mobil sambil memegang setir dan membungkuk. Rambutnya kini terurai dan menutupi seluruh bagian wajahnya. Masih dengan seragam sekolah yang dikenakannya kemarin. Rambut yang acak-acakan itu memberitahukanku bahwa tadi dia memberontak.
“Bebi? Apa kau baik-baik saja?” Tak ada jawaban. Syukurlah ia di sini. Aku mencoba memegang bahunya. Bahu itu bergetar hebat. Dia ketakutan. Wajar saja…. dia tidak mungkin bisa menghadapi orang sebanyak itu… Tentu saja dia ketakutan… lalu siapa yang….
“Rafa… aku…. Aku yang melakukannya…”
Tidak mungkin!! Secara tak sengaja aku langsung melepaskan peganganku pada bahunya dan menjauh. Ini sungguh di luar dugaanku! Dia membunuh mereka semua!! Sebanyak itu. Tanpa bekas! Apakah ini Bebi yang sesungguhnya?? Inikah kekuatannya?
Bebi bangun dari setir dan berpaling ke arahku. Kini terlihat jelas tubuhnya gemetaran.
“Aku bukan pembunuh Raf…. Aku…. gak ingin membunuh siapapun… Aku bukan… pembunuh…” Dia sendiri terlihat kebingungan, ucapannya masih terbata-bata. Dia mungkin sangat lihai bersandiwara, tapi kondisi tubuhnya sekarang tak bisa berbohong. Tubuh juga mampu menyimpan informasi dan mengolahnya sendiri sehingga menghasilkan beberapa gerakan yang terkadang diluar kontrol kita sebagai manusia. Dia frustasi.
“Kemarilah.” Aku memeluknya. Ya, aku pasti sudah gila…. Tapi melihat kondisinya yang seperti ini, aku hanya ingin memeluknya. Itu saja.
“Aku tidak ingin membunuh siapapun…” Dia masih saja mengeluarkan kata-kata itu dan tak hentinya bergumam.
“Ya. Aku tau.”
Terima kasih sudah membaca yaa ^^
Untuk membaca ceritanya dari awal, silakan simak cerita di bawah ini:
#1 Prolog.
#2 Trembesi bag. 1.
#2 Trembesi bag. 2.
#3 Tragedi.
#4 Perbincangan yang Panjang.
#5 Sudah dimulai.