TravelStory in Pulau Nasi #3; Sunset in Lhok Mata Ie Beach

in indonesia •  7 years ago  (edited)

WhatsApp Image 2018-01-28 at 4.37.43 PM.jpeg

Senja selalu membuatku gugup. Bergetar. Berdebar. Pun hari itu. Bahkan hingga detik aku menuliskan ini, debar itu masih tersisa. Masih bisa kubayangkan bagaimana waktu menggiring bola api raksasa hingga akhirnya tenggelam dikulum lautan. Semesta pun bersalin rupa. Rona jingga berserak-serak di antara kelabu gumpalan awan. Di garis horizon seorang nelayan melintas dengan perahu dan sebilah kayu untuk mendayung.

Aku terkesima. Seolah-olah itulah senja paling indah yang pernah kusaksikan. Aku ingin menyaksikannya lebih lama. Lebih lama lagi. Tapi suara Aldi kemudian menyadarkanku. Kami harus bergegas. Sebentar lagi gelap akan mengambil alih semesta. Kami harus meninggalkan pantai Lhok Mata Ie di Pasie Janeng. Kami harus pulang ke Desa Deudap. Sebab di sana, hidangan rendang gurita khas Pulo sudah menunggu kami, begitu kata Moly.

Hari itu Sabtu, 27 Januari 2018, aku meninggalkan pantai Lhok Mata Ie dengan perasaan yang sulit kuterjemahkan. Aku menjadi sentimentil sendiri. Terbayang akan sebuah kisah bertajuk Zenja; Kuceritakan Padamu Secarik Kertas Rahasia yang pernah kutulis di www.ihansunrise.com. Kisah tentang sepasang kekasih; Mentari dan Rembulan.

sunset in lhok mata ie.jpg

Jangan bayangkan bagaimana Mentari dan Rembulan bisa memijahkan cinta mereka. Mustahil. Sesekali, mereka tak sanggup menahan lesak rindu. Nekat bertemu. Bercumbu dan saling merayu. Pada saat bersamaan semesta pun seketika berubah. Kita menyebutnya sebagai fenomena Gerhana Matahari Total.

Maka senja menjadi perantara cinta Mentari dan Rembulan. Dari jendela di ufuk timur Rembulan mengintip dengan wajah pucat, berat menanggung rindu. Sedang dari pintu yang akan segera tertutup di ufuk barat, Mentari melambai dengan wajah merona. Rindunya menggelembung, menguar-uar, meletup-letup.

WhatsApp Image 2018-01-28 at 4.35.54 PM.jpeg

Lupakan soal imajinasiku dalam catatan itu. Mari kita kembali ke alam nyata. Bahwa sore itu, aku melihat matahari dan rembulan pada suatu saat yang bersamaan. Langit sedang cerah. Sehingga bentuk bulan yang baru terbit dari timur terlihat dengan jelas. Berkali-kali aku melabuhkan pandang ke barat dan ke timur. Takjub. Aku merasa ini bukan kebetulan belaka. Ini hadiah atas pertaruhanku ke Pulau Nasi.

Berkali-kali kuminta Binang memotret bulan yang pucat lesi di ketinggian sana. Aku merutuk dalam diam sebab ponselku sudah gelap total karena kehabisan daya. Dalam perjalanan pulang, kembali aku meminta Risa memotret dengan kamera Canon-nya. Lambaian nyiur mempercantik pemandangan itu.

lhok .jpg

Jika saja jarak Banda Aceh-Pulau Nasi hanya terdiri dari beberapa hasta, mungkin saban sore aku akan sempatkan diri untuk datang ke Lhok Mata Ie. Pantai ini ibarat periuk tempat kita menanak beragam imajinasi menjadi sesuatu yang kita sebut sebagai karya. Entah itu dalam bentuk fotografi, narasi, atau ilustrasi.

Pasirnya begitu lembut, mengingatkanku pada serutan es krim di dalam mangkuk. Saat kau menggenggamnya, ia akan lumer, perlahan jatuh dari sela-sela jemarimu. Kemudian jilatan ombak membuatnya kembali rata. Seperti lantai ubin dengan serat-serat halus.

sepatu.jpg

Inilah tempat paling strategis untuk melihat Pulau Breueh, pulau terbesar di wilayah Kecamatan Pulo Aceh, Aceh Besar sekaligus menjadi ibu kota kecamatan.

Lebih dari itu, ini adalah tempat untuk melihat betapa kerdilnya kita, betapa besarnya semesta, konon lagi yang menciptakannya. Inilah hakikat perjalanan, mengenal siapa diri kita, dan siapa yang menciptakan kita.[]

Bersambung ...

Baca juga cerita sebelumnya:

https://steemit.com/indonesia/@ihansunrise/travelstory-in-pulau-nasi-2-lampusuar-dan-gugusan-karang-bak-situs-purba-nan-artistik

https://steemit.com/indonesia/@ihansunrise/travelstory-in-pulau-aceh-1-bermulanya-petualangan-17-jam

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Waaaw so lovely, Ihaaan. Kalau gitu bilang sama abang tu buat villa di sana. Biar nanti saat-saat penat kita bisa rehat tepat di titik mana Sang Rembulan dan Mentari bercumbu.

Pemerintah Kab Aceh Besar sudah harus memikirkan itu....

Keindahan alam yg sangat luar biasa. Apalagi pengambilan gambar dengan waktu dan tempat yang tepat.

Betul, Pulau Aceh punya potensi besar, sayangnya masih begitu-begitu saja yaaa

Hahahahahhahaa alu ngevote tapi kek engkol kosong. Tapi ga apa. 😁😁😁😁😁

Eh, kalau aku perhatikan, misalnya ada tiga yang engkol kosong, bisa muncul o,01 juga lho di reward.... jadi yang kosong itu pun tetap berisi.

Kau menulis seperti mengukir ombak pada ketinggian maksimal, lalu seseorang berselancar di atas laksana sedang meratakan bulir-bulir buih pada lukisanmu. Maka itu wajar 3 menit ditarifkan 3,9. Amazing!

Setelah itu mentok di 4 wkwkwkkw. Thanks Herman sudah mampir dan mengapresiasi...

Tenang, nanti kita buat jembatan ke pulau nasi agar setiap sore bisa ke sana... Pakai sepeda..

Yihaaaaa abang memang luar biasaaa

Keputusan penulis untuk menghentikan tulisan secara tiba-tiba, terkesan sangat kejam. Saya sedang larut dalam sebuah hipnotis ketika membacanya. Tapi dihentikan mendadak disaat sedang merasakan nikmatnya "terpana".
Mudah-mudahan lanjutannya masih bisa saya ikuti.

Heheheh thanks sudah mampir 28669, terpaksa diakhiri karena memang sudah sampai segitu dia...

Suka. Serasa membaca Natgeo rasa Horizon.

thanks bang

Loncat indah manja 😀😀😀

hahhahaha

Semakin hari aku semakin jatuh hati dengan apapun yang kamu tulis, Han! Eits, dilarang GR!

hahhahaha......

Berkecamuk rasa, menikmati tulisanmu han😎