Bab ini adalah untuk melihat bagaimana peran alumni luar negeri dalam masyarakat Aceh, sehingga kita akan mampu melihat apakan persoalan peran alumni luar negeri murni masalah hari ini atau memiliki kesinambungan sejarah, baik di Aceh maupun ketika bergabung dengan Indonesia.Disini para sarjana Aceh melakukan proses reproduksi ilmu pengetahuan secara produktif. Hasbi Ash-shidiqiey merupakan ulama dari Aceh yang tidak pernah mengenya pendidikan diluar negeri, namun perannya setara dengan pemburu-pemburu Islam diluar negeri. Demikian pula, Aceh memiliki Ali Hasjmy sebagai ilmuan serba bias, namun sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan diluar negeri. Hal serupa juga dialami oleh Junus Ismail, dimana beliau berupakan salah seorang tokoh ilmuan Aceh. Harus diakui bahwa pada tahun 1970-an , para sarjana yang sangat produktif di Aceh sama sekali bukanlah alumni Timur Tengah ataupun universitas ternama di eropa atau Amerika Utara. Namun karya-karya mereka sering dirujuk oleh para sarjana, baik di dalam maupun dluar negeri.
Tidak dapat dibayangkan jika belanda menyekolahkan putra-putri Aceh ke Negara mereka, tentu saja Indonesia akan sedikit banyak di warnai oleh paradigm Aceh. Pada era 90-an atau bahkan sebelum Indonesia merdeka, alumni luar negeri di Aceh memainkan peran yang cukup signifikan. Tidak hanya itu mereka yang tidak pernah mengenyam dunia pendidikan diluar negeri juga menghasilkan karya-karya yang masih bias dijumpai hingga hari ini. Tahun 1970-an dan 1980-an Aceh masih mampu memberikan kontribusi terbaiknya dalam dunia akademik di Indonesia, setelah tahun 1990-an hingga 2000-an episode suram akademik Aceh dipicu oleh gejolak antara provinsi ini dengan pemerintah pusat di Jakarta. Namun upaya untuk belajar ke luar negeri masih begitu kuat di kalangan anak-anak Aceh, hal ini tercermin dari minat anak muda Aceh belajar ke Timur Tengah dan dalam beberapa hal tertentu, kenegeri tetangga (Malaysia).