Kekuatan Intuisi dalam Keilmuan

in indonesia •  7 years ago  (edited)

image

Tidak sedikit sarjana melakukan kajian mengenai peran akal dan jiwa, akan menggiring pada situasi dimana dia mendapatkan ilmu yang tidak perlu dicari, melainkan datang sendiri, sebagai bentuk ‘ilmu yang bukan ilmu.’ Inilah yang disebut dengan pendekatan ‘irfani atau gnosis. Intuisi ini adalah ilmu yang diberikan kepada mereka yang sudah mencapai derajat kemuliaan di dalam berilmu dan memiliki tugas suci dari Tuhan.

Tingkatan-tingkatan intuisi ini ada beberapa macam: Pertama, intuisi yang bersifat bisikan atau cerahan yang datang serta merta, dan hilang dengan begitu cepat. Jadi orang yang punya latihan atau sering melakukan pendakian intelektual dan spiritual, akan dapat menangkap intuisi ini, lalu dia akan masuk ke dalam pengalaman di dalam dirinya, lalu dia keluar sebagai sebuah pengetahuan yang boleh jadi, masih belum bisa diterima oleh akal sihat orang lain.

Kedua, intuisi yang bersifat keyakinan pada sesuatu objek yang didapatkan dari sebuah visi atau simbol. Pada level ini seseorang yang merasakan intuisi ini bisa menafsirkan, tidak hanya apa yang terpercik dari cahaya, melainkan simbol-simbol yang masuk ke dalam dirinya, lalu akal dan batin melakukan proses internalisasi, dengan kembali pada referensi kehidupan dia. Di dalam wilayah ini, ada waktu sepersekian detik, seseorang bisa memahami sesuatu kejadian, baik yang sudah terjadi, maupun yang belum terjadi.

Ketiga, intuisi yang bersifat tidak pernah datang pada orang lain, kecuali orang tersebut memiliki kadar dan perjalanan spiritual yang sama atau mendapatkan anugerah dari Allāh. Pada tahapan ini intuisi ini dapat dikatakan intuisi ilahi atau intuisi yang suci. Ini hanya bisa didapatkan oleh mereka yang bergelar Nabi, Rasul, dan Wali-Wali Allāh. Selain ilmu yang muncul dari akal pikiran, mereka juga mendapatkan percikan ilmu melalui kiriman Allāh via Jibril yang terkadang dimasukkan ke dalam jiwa dan batin mereka.

Keempat, intuisi atau pengalaman batin yang dialami oleh para wali atau tokoh-tokoh filsafat atau sufi ternama. Coba andaikan jika kita pernah mengalami sebuah proses meditasi dan mengalami pengalaman batin, seperti yang dialami oleh al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, Suhrawardi. Kita akan sangat mudah memahami pemikiran mereka, walaupun kejadian yang menimpa mereka sudah berlangsung beberapa ratus tahun sebelumnya. Seolah-olah pengalaman tersebut ada di depan kita, dan kita tertunduk diam sambil menikmati gejolak pemikiran dan secara berapi-api masuk ke dalam hati nurani ini. Kita bahkan bisa merasakan diri kita sebagai murid virtual mereka. Lalu secara otomatis, kita bisa memahami dan tidak pening dengan isi pikiran, karena sebagian atau semua pengalaman intelektual dan spiritual telah kita alami. Disini yang terjadi adalah pengulangan pengalaman dan kesan yang serupa terjadi pada masa sekarang. Lalu, kita pun mengambil pena atau pensil menulis semua yang kita rasakan. Disinilah intuisi antara guru dan murid terjadi secara silih berganti. Kita seolah-olah diberkahi untuk mendapatkan pengalaman dan bisa menjelaskan kepada orang lain yang mampu mencerna pengalaman batin tersebut.

image

Empat macam intuisi ini bukanlah hal yang berlawanan satu sama lain, melainkan saling memiliki keterkaitan dan saling melengkapi satu sama lain. Kawan dari intuisi ini adalah jelmaan bisikan yang datang pada alam pikiran atau akal manusia, dimana semua itu harus disensor menurut keyakinan yang dia miliki. Semakin kuat keyakinan dan pengalaman batin, maka akan semakin kuat juga tingkat sensor yang dimiliki oleh akal untuk menerima semua visi atau bayangan atau apapun tindakan di luar diri seseorang tersebut. Untuk mendapatkan situasi ini, maka latihan ruhani dan batin adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.

Kemudian yang menarik adalah kenapa hal-hal yang bersifat intuisi ini banyak bersentuhan dengan ulama yang mendalami pemikiran spekulatif, baik di dalam akal mereka dan batin. Karena ini sangat sulit dibuktikan secara ilmiah, makanya mereka terkadang menulisnya dalam bahasa-bahasan simbol. Pada level ini, simbol-simbol tersebut dibalut dengan makna dan kemudian diartikan melalui takwil. Pemikiran yang muncul di dalam alam pikiran ini dapat berupa wilayah kajian pengetahuan atau filsafat. Sementara pemikiran yang muncul dari jiwa atau batin, maka dia dapat dikatakan sebagai ma‘rifah.

Pengalaman yang bersifat kefilsafatan mengajarkan pada banyak ragam pemahaman atau interpretasi yang mencuat dari hasil analisa-analisa. Namun, percikan intuisi ini bisa dilihat dari nur yang muncul atau kelap-kelip cahaya. Lalu cahaya ini masuk ke dalam tubuh bersemayam di dalam jiwanya. Lalu dengan cepat dia memberikan pesan tersebut kepada akal untuk segera mencerna dan dikeluarkan melalui kata-kata yang disebut dengan pengetahuan (knowledge).Pengetahuan yang bersifat intuitif ini tidak pernah keliru, kecuali ketika kata-kata yang disampaikan tidak mampu dicerna oleh si penerima (receiver). Jadi, persoalan intuisi ini sangat erat dengan kadar intelektual dan cara penyampaian yang cocok dengan si penerima atau kondisi masyarakat. Semakin tinggi pengetahuan intuitif didapatkan, semakin susah disampaikan dengan kata-kata ‘awwam. Biasanya, cara yang paling mudah adalah melalui simbol atau metaphor. Namun, simbol ini sendiri tidak bisa dijadikan sebagai wakil dari kata-kata yang hendak disampaikan, karena simbol itupun harus ditafsirkan atau dita’wilkan, sehingga pengetahuan ini memerlukan si penafsir yang mampu menanggap simbol-simbol dari si pengucap.

Seyyed Naquib Al-Attas menulis bahwa: “Intuition comes to a man when he is prepared for it; when his reason and experience are trained and disciplined to receive and to interpret it (1986: 464.” Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa intuisi ini bukanlah hal yang mistik atau dianggap berlawanan dengan ‘akidah. Sebab, jika seseorang bisa melatih untuk menerima, khususnya pengalaman-pengalaman kebergamaannya lalu akal dia pun dilatih untuk itu, maka intuisi akan bisa dijadikan sebagai bagian dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Hanya saja, persoalan latihan inilah yang memerlukan penjelasan yang cukup rumit, sebab, jika jiwa saja yang dilatih, akal tidak diajak, maka intuisi ini akan dipandang sesuatu yang datang dan pergi begitu saja, bahkan dianggap sebagai halusinasi. Demikian pula, jika akal saja dilatih, maka pengalaman kebatinan atau latihan jiwa dan hati dipandang sebelah mata, karena ada hal-hal yang terjadi di dalam tubuh seseorang, sering berangkat dari dalam hati nurani orang tersebut.

Al-Attas mengatakan bahwa ada dua latihan yang ditempuh oleh para Nabi dan Wali, yaitu: “The prophet and the saint also require preparation does not consist only of the training, discipline and development of their powers of reasoning and their capacities for sense experience, but also the training discipline and development of their inner selves and the faculties of self concerned with the apprehension of truth-reality (p.464).” Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa latihan yang dilakukan oleh orang-orang yang mendalami intuisi ini adalah latihan pada akal pikiran dan jiwa mereka. Karena itu, ketika seseorang yang sudah melakukan latihan akal dan jiwa ketika dia mendalami intuisi , maka tidaklah sulit bagi dia untuk memahaminya.

image

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa pengetahuan yang didapatkan dari intuisi adalah ‘ilmu yang belum menjadi ilmu’ secara utuh yang dapat diterima oleh masyarakat ‘awwam. Karena itu, jika kita bisa melakukan latihan dengan cara menangkap semua pesan yang baik di dalam diri kita lalu dikaitkan dengan suasana pikiran , kenyataan hidup dan kejiwaan. Misalnya, seseorang yang mulai mendekatkan diri pada kebaikan, bukan kepada Allāh, maka dia akan merasakan bahwa ada pesan-pesan atau seolah-olah ada kondisi dimana dia mendapatkan pencerahan dari suasana batin dia yang dipengaruhi oleh sikap dan sifat kebajikan dia yang dimunculkan secara ikhlas di dalam kehidupan sehari-hari. Lalu dia seolah-olah ada yang mengawal dan memberikan masukan yang selalu baik, walaupun ketika disampaikan itu menjadi pahit adanya. Ini sebenarnya bukan intuisi melainkan ada perkelahian yang sangat dahsyat antara akal dan nafsu. Di dalam pertempuran ini, maka akal bisa menang, atau sebaliknya nafsu yang menguasai. Sehingga nafsu tersebut menguasai diri manusia. Karena itu, yang paling penting pada tahap awal adalah merasionalkan ‘mengapa saya berbuat atau berkata seperti itu?’ ‘Apakah perbuatan atau perkataan saya baik untuk diri saya dan diri orang lain?’ Lalu coba bandingkan dengan jika saya berbuat tidak seperti itu, maka apakah akibatnya seperti ini dan begitulah seterusnya. Latihan ini berguna untuk mengajak dialog di dalam diri, untuk memnancing munculnya pengetahuan dari batin yang menjadi ‘hakim’ pada saat kita sedang mengalami gejolak. Adapun gejolak yang dimaksud adalah suasana diri manusia yang tidak pernah tenang, setelah dia berbuat sesuatu atau memperkatakan sesuatu di dalam kehidupan nyata atau alam pikirannya sendiri. Disamping itu, gejolak juga bermakud seseorang yang tidak bisa tenang, melihat suatu akibat dari perbuatan atau perkataannya sendiri terhadap orang lain atau dirinya sendiri.

K. Bustamam-Ahmad

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Di Steemit, kekuatan intuisi jelas sangat diperlukan untuk menopang keresahan yang bisa hadir kapan saja. Mantap bang

Makasih Bang. Saya hanya tulis dikit dikit aja...

Tulisan bang @kba13 sudah mendunia dan keren sekali. Salam literasi

Terimakasih atas dukungannya. Warm Regards.

Sangat mencerahkan @kba13. Apakah ada peluang kita sebagai manusia biasa mendapatkan intuisi mendekati para wali? Mendekati saja.

Sangat mencerahkan @kba13. Apakah ada peluang kita sebagai manusia biasa mendapatkan intuisi mendekati para wali? Mendekati saja.

Semua manusia ada tuahnya masing masing. Jadi, kalau tuah sudah didapat. Apapun bisa diraih... Thank Pak.

Apakah "tuah" itu bisa dikondisikan dan seberapa besar peluangnya untuk berhasil. Atau kita hanya perlu berdiam diri saja dan berdoa agar mendapatkan tuah tersebut? Kalau saya cenderung memilih ynag kedua. Kita harus mendorong atau mengondisikan agar mendapatkan tuah, setelah itu baru berdoa. Seperti apa upaya pengondisian tuah itu Pak @kba13?

Tuah itu sering diucapkan oleh orang Aceh. Misalnya, beu meutuwah aneuk lon. Ada dua cara yang dapat digali, misalnya melalui achievement atau given. Manusia perlu menggali apa tuah yang ada di dalam dirinya. Karena tuah ini biasanya berhubungan dengan jalan hidup manusia setelah berada pada posisi fitrah. Lorong dan waktu kehidupan nya yang akan menggiring pada tuan yang dapat digali dalam diri manusia tsb. Demikian Pak.

Benar2 dahsyat.
Menarik sekali kupasan irfani, makin tmbah pnasaran tentang pendkatan irfani

Makasih Bang. Ini kajian dalam gnosiologi Bang. Thanks.

Katanya intuisi bisa diasah, di sini sekelumit jawaban cara mengasahnya. Semakin tajam intuisi tersebut semakin kecil sifat gemar mengerdilkan orang lain. Lalu apakah seseorang yang gemar menghakimi itu salah satu ciri tumpulnya intuisi yang dimiliki manusia?

Apakah pertanyaan saya ini juga bagian dari menghakimi mengenai intuisi yang orang lain punyai.

Wah, luar biasa kelindan pertanyaan dalam pikiran setelah membaca satu postingan saja. Saya menanti saat di mana bisa bertemu dan berdiskusi atau sekadar mendengar ceramah Pak @kba13. Terasa ilmu saya cetek sekali...

Makasih. Saya selalu ada di Darussalam. Kapan kapan kita bisa berdiskusi.

dalam sekali intuisi tulisan ini bang, siapa sangka jarak 300 km hanya ditempuh dengan waktu satu jam via daratan dengan media transportasi Shinkansen. Melalui intuisi dan dedikasi dalam pencarian lah mereka membuat hal yang tak mungkin menjadi bisa.

Salam kenal bang dari Kota dingin.

Makasih Bang. Salam kenal juga. Ini hanya artikel sederhana saja Bang.

Sederhana sudah begini bagus, bagaimana lagi bagusnya berarti, di tunggu postingan selanjutnya bang.

Wahh... Artikle yg ckup bermanfaat, gaya penulisannya filosofi banget. Oh ya, kdepan silahkan gunakan tag sevenfingers karena ada kemungkinan besar akan mendapat kurasi dari sana juga bila artikelnya bagus2. Ingat ya... Ada s diakhir, sevenfingers😅

Terimakasih atas masukannya. Saya masih baru di Steemit. Jadi, masih banyak perlu belajar...

Sama kita... Saya juga masih baru di sini... Jdi gunakan aja dimana maunya.. Di awal, ditengah atau di akhir. Yg penting ada sehingga ketika dicari di tag sevenfingers bakalan dpat