Seri Masa Depan: Aceh 2045

in indonesia •  7 years ago 

image

Setelah terbit artikel Aceh vs Indonesia 2045 pada harian Serambi Indonesia (6/1/2014), banyak menanyakan kepada penulis tentang bagaimana wajah masa depan Aceh pada tahun tersebut. Apakah Aceh akan menjadi daerah miskin? Apakah Aceh masih ada di dalam NKRI? Apakah Indonesia masih eksis pada tahun 2045 atau 2050? Ada juga yang mengatakan bahwa perlu 30 tahun lebih untuk mencari kebenaran dari artikel Aceh vs Indonesia 2045. Jika angka tersebut diterima sebagai babak baru menatap Aceh, maka persoalan yang paling mendesak adalah masa depan Aceh ditentukan oleh mereka yang berumur 5 tahun pada 2014 ini. Karena pada tahun 2045, mereka akan menjadi umur produktif.

Ketika Uni Sovyet melakukan proses infiltrasi ke Amerika Serikat, negara Sovyet memerlukan masa hampir 30 tahun lebih. Karena itu, untuk melakukan proses peruntuhan Uni Sovyet, Amerika Serikat malah memerlukan waktu lebih 40 tahun. Hingga menjelang tahun 1980-an akhir, Uni Sovyet runtuh, tepatnya tahun 1989. Perang Dingin membuktikan bagaimana kecerdasan dilawan dengan kecerdasan. Setelah itu, arah baru konflik dunia diarahkan pada Islam melalui tesis the clash of civilization (benturan peradaban) yang dikemukakan oleh Samuel Huntington pada awal-awal tahun 1990-an.

Inilah yang disebut dengan long term human investment (investasi manusia dalam jangka panjang) di dalam membentuk sejarah bangsa. Jangkaan masa depan harus dipikirkan di atas angka waktu selama 30 dan 40 tahun lebih. Jenis Manusia-Aceh yang bagaimana sanggup dan siap menghadapi tahun 2030. Belum diketahui ideologi apa yang akan menjadi inti persoalan global pada tahun 2030 hingga 2070. Namun saat itu, persoalan energi bumi akan diperebutkan, seperti yang sudah terlihat pada hari ini. Beberapa prediksi mengatakan bahwa saat itu, Indonesia akan bangkit menjadi negara hebat, namun bukan adi daya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pula bahwa pada tahun 2030, Indonesia akan mengalami kekacaun, karena masuk di dalam siklus konflik global.

Melihat masa depan, tentu saja tidak melupakan masa lalu. Rotasi sejarah Aceh agaknya juga berputar di angka 30-an. Jika dilihat 1873 ditambah setiap 30 tahun, maka akan ketemu dengan perang melawan Belanda, Perang Cumbok, DI/TII, dan GAM versus Indonesia. Angka tersebut berhenti di tahun 2012, dimana puncak dari keinginan pelaku konflik selama 30 tahun terakhir mendapatkan posisi dan kenyamanan hidup. Jika ditambah 30 tahun lagi, maka akan muncul 2032 dan 2062, dimana ada dua fase generasi Aceh yang akan menghadapi situasi lokal, nasional, dan internasional. Sayangnya, pemerintah Aceh, tidak pernah menyiapkan generasi untuk menghadapi siklus 30 tahunan. Berbeda dengan siklus tahun Indonesia yang mengikuti siklus ramalan Jayabaya, yang selalu siap memberikan “tumbal” bagi Republik demi tegaknya NKRI.

image

Karena itu, persiapan bagi Aceh sejatinya telah dimulai pada tahun 2012. Akan tetapi sinyal jangka waktu ini tidak menjadi hal penting bagi arah masa depan Aceh, terutama oleh pemerintah Aceh yang merupakan “bayi” dari perkawinan konflik antara nasionalisme-Aceh dengan nasionalisme-Indonesia. Bangsa Indonesia sendiri telah mempersiapkan menuju 2030 dengan falsafah ‘jendela kesempatan’ dan ‘bonus demografi.’ Malaysia sebentar lagi akan mengakhiri Wawasan 2020. Amerika Serikat telah mempersiapkan Global Trends hingga 2030 melalui falsafah “alternative worlds.” Jadi, meramal masa depan, bukanlah seperti perilaku dukon, melainkan perlu melakukan strategi demi strategi, untuk merealisasikan arah masa depan yang menjadi falsafah dan kesepakatan semua elemen rakyat Aceh.

Aceh pada tahun 2045 adalah wajah yang dihasilkan oleh orang Aceh pada hari ini. Jenis Manusia-Aceh yang lahir dari satu dekade terakhir adalah bayi-bayi yang tidak pernah mengalami konflik. Mereka lahir tepat menjelang Tsunami ataupun paska-Tsunami. Mereka melangkah di atas sejarah Aceh yang carut marut. Ayah bunda mereka boleh jadi pekerja atau pengangguran. Mereka dititipkan sejarah Aceh hanya untuk berpikir bagaimana agar tidak sengsara secara materi. Daya pikir kita, sejak paska Tsunami hingga hari ini, tidak memiliki agenda atau langkah bagaimana menjadikan Aceh keluar dari kemelut dan memiliki masa depan yang meyakinkan bagi mereka yang sekitar 2010-an. Proses masuk pada kompetisi global, tentu saja masih jauh dari ramalan orang Aceh.

Karena itu, proses persiapan Aceh 2045 adalah bagaimana menyediakan ruang sejarah bagi kanak-kanak Aceh. Ruang sejarah yang akan dilakoni mereka, sejatinya yang harus dipersiapkan oleh pemerintah hari ini. Ruang tersebut adalah menggali daya intelijensi atau kecerdasan kanak-kanak Aceh untuk disiapkan sebagai generasi baru Aceh yang berdaya saing global. Di masa yang akan datang, situasi dunia tidaklah seperti yang terlihat pada hari ini. Negara-negara yang kaya sumber dayanya akan terus mengalami konflik atau diadakan konflik di negara tersebut, melalui proxy war atau perang hybrida. Sementara itu, di Aceh saat ini, rakyat Aceh sama sekali tidak dapat mengendalikan apalagi mengolah hasil alam Aceh. Transfer teknologi belum sampai pada tingkat advance technology. Kampus-kampus masih berjibaku menghasilkan alumni-alumni yang dipasok untuk kerja-kerja pragmatis. Sementara itu, kampus belum memiliki program-program strategis.

Aceh memang bukan sebuah negara, tetapi daerah yang kaya sumber daya alamnya. Tetapi irama hasil bumi dan tingkat pendidikan di Aceh menjadi kentara bahwa Aceh belum siap untuk menjadi kawasan yang advance. Di tahun 2030 diprediksi konflik-konflik di Timur Tengah akan selesai. Belum diketahui apakah konflik akan digeser ke Asia Tenggara. Diprediksi konflik di Laut Cina Selatan akan menjadi pembuka babak baru konflik di Asia Tenggara. Negara Tirai Bambu menanamkan silent army mereka di Indonesia. Di mana-mana mereka menjadikan wilayah Indonesia, sebagai target strategis, tidak terkecuali kawasan Aceh. Sementara itu, generasi Aceh tidak diberikan tempat untuk mempersiapkan rancangan strategis bagaimana mempersiapkan diri menuju tahun 2045.

Lembaga-lembaga pemerintah masih berjibaku memikirkan bagaimana mendapatkan keuntungan dala roda pembangunan. Tidak ada program jangka panjang yang disesuaikan dengan persoalan nasional, regional, dan internasional. Dalam setiap laporan, Aceh selalu tidak beruntung posisinya. Akan tetapi, anak-anak Aceh selalu menang di berbagai lomba di level nasional dan internasional. Mereka sekolah di kampus-kampus terkemuka. Akan tetapi, ketika pulang harus “mengemis” di negeri sendiri. Ruang pekerjaan yang sempit. Persoalan sosial yang menyakitkan (baca: sabu-sabu sebagai budaya baru). Elit politik tidak pernah berpikir bagaimana “selesai dengan diri sendiri.”

Singkat kata, tidak ada persiapan yang strategis untuk meletakkan Aceh pada tahun 2045. Tidak ada lembaga kajian yang menawaran program-program strategis bagi anak-anak yang lahir pada tahun 2010-an ini. Dikhawatirkan generasi baru yan dikenal sebagai Generasi Z, berubah menjadi “Generasi Zombi.” Mereka bergerak sesuai dengan arahan di dalam android atau smartphone. Mereka hanya sanggup menjadi generasi penikmat teknologi. Ruang kelas belum mampu menampung kreatifitas dan intelijensi anak-anak, untuk memiliki visi masa depan. Mereka luar biasa saat olimpiade, tetapi kecerdasan mereka sama sekali masih roaming di hadapan pemerintah sendiri. Orang tua masih bermimpi anak-anak mereka bisa dititipkan anak-anak mereka di kantor-kantor pemerintahan. Sementara bangsa lain, sudah berpikir bagaimana mempersiapkan diaspora bangsanya ke seluruh dunia. Tahun 2045, Indonesia akan memperingati 100 tahun merdeka. Bagaimana dengan Aceh?

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Sangat mencerahkan Prof.

Terimakasih.

Berarti mulai sekarang aceh harus mempersiapkan generasi yang mampu bersaing didunia internasional

Begitu adanya dan seharusnya..

Yaya

Minimal aceh harus dipersiapkan generasi yang melek baca....belum terlambat...

Benar Pak. Membaca adalah jendela...

Bagus sekali prof ulasannya, saya merasa hal seperti itu. Orang tua saya masih berharap saya bisa ada di kantor strategis di pemerintahan, saat dunia teknologi dan startup sesuai passion saya yg dianggap mimpi semu.

Mungkin, pada saat nya, mereka akan mengerti tentang digital era. Tanx.

Baik prof, sekarang pun orang tua sedang revolusi pola pikirnya buat si buah hati.