Dalam seri Masa Depan ini, saya tertarik mengulas tentang kebutuhan baru masyarakat di Peradaban Planetari, namanya kuota internet. Dulu yang memiliki Sim Card (SM) hanya orang-orang tertentu. Satu SM bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Barang ini begitu mahal bagi mereka yang tidak punya penghasilan tetap. Sehingga mereka yang memakai hand phone hanya orang-orang yang berduku. Penjual kartu saat itu bersaing dengan warung telepon tipe A dan B. Orang rela mengantri di luar bilik telepon. Mereka berbicara sambil menatap angka dan durasi percakapan. Begitu sudah melihat jumlah uang tidak serupa dengan di kantong. Pembicaraan langsung diputus atau terputus. Setelah itu, mesin cetak berbunyi “krek..krek..krek.” Kita pun membayar sejumlah percakapan kita kepada petugas wartel.
Untuk mereka yang hobi ngenet, warung internet adalah sasaran berikutnya. Kita memakai jasa warnet untuk berselancar di alam maya. Ada yang menjual jasa ini dengan sistem paket per-jam. Saya masih ingat dulu saya membayar jasa ini sebesar 3000 hingga 5000 ribu rupiah. Dalam ruangan sempit tersebut, segala macam perilaku muncul, mulai dari mencari teman, memburu jodoh, menipu orang, hinggs menikmat berbagai macam gambar. Dalam ruangan tersebut, sang pelanggan dapat menjawab e-mail, melapor berita ke kantor, bagi wartawan, hingga melakukan berbagai transaksi penting melalui internet banking. Begitulah kekuatan ruang ajaib di warung internet. Ada yang rela menunggu di depan kasir, karena ada chat yang terputus di YM atau chit-chat room lainnya. Booming bisnis wartel dan warnet pun muncul di berbagai lorong dan gang sempit. Gejala ini dapat dijumpai di kawasan-kawasan kampus atau kos-kosan.
Itu adalah kenangan kita bersama jalur komunikas nir-kabel. Sekarang warung telepon dan warung internet menjadi sirna ditelah waktu. Satu per satu warung-warung tersebut tutup. Beberapa warung tersebut sekarang berubah menjadi tempat cuci (jasa laundry), game online, tempat jual pulsa HP, dan lain sebagainya. Perubahan ini dipicu dengan kehadiran HP yang mampu memborong dua jasa yang diperankan oleh warung telepon dan warung internet. Kartu telepon berevolusi memidahkan ruangan sempit di kedua warung tersebut ke genggaman manusia.
Kartu telepon berubah fungsi. Kartu ajaib ini bisa menghubungkan kita dengan dunia, seperti yang diperankan oleh warung internet dan warung telepon.
Puncaknya, penyedia kartu telepon (provider atau pun operator) pun banting setir. Harganya menjadi hanya ribuan hingga puluhan ribu. Pulsa bisa beli seperti beli permen. Penikmat HP pun sudah bukan lagi kalangan menengah. Di tengah-tengah fenomena kartu telepon, muncul inovasi di kartu tersebut pun diubah menjadi Warnetpria (Warung Internet Pribadi). Muncul satu kata baru di dalam revolusi ini yaitu kuota internet. Berbagai aplikasi bisa muncul di Warnetpria ini. Akhirnya, Warnertpria ini menjadi kantor pribadi, mall pribadi, perusahaan pribadi. Internet menjadi sangat akrab dengan manusia. Di android ini lagi-lagi memborong sekian jasa di jalanan, mulai dari antar jemput hingga super mall. Semua bisnis pinggir jalan diambil secara tamak oleh internet di tangan manusia.
Pelan-pelan orang tidak perlu lagi keluar rumah. Mereka bebas berkreasi di dalam ruang privat mereka. Ada yang senyum-senyum di kamar mandi, kamar tidur, sambil nyetir, sedang menyantap makanan, dan lain sebagainya. Akhirnya, pribadi manusia wajib online secara virtual. Akibatnya, sekarang yang cerdas adalah telepon, karena dikenal sebagai smartphone (telepon cerdas). Manusia tidak lagi cerdas, tampaknya. Perubahan ini lantas menciptakan bisnis baru bagi provider, di mana mereka menyediakan kartu khusus untuk kuota internet.
Akibatnya, orang berlomba-lomba mengisi ulang kuota internet di android. Orang tidak bisa hidup, tanpa internet. Kuota internet menjadi kebutuhan wajib. Ada yang beli paket dengan model pra-bayar. Tidak sedikit pula yang menggunakan pasca bayar. HP yang awalnya bunyi krang-kring dengan berbagai nada terima berubah menjadi semacam areal kuburan, dimana pengunjungnya diam dan menundukkan kepala. Tidak ada lagi nada dering. Group persaudaraan baru muncul dengan berbagai latar belakang. Game online dari warung internet pindah ke Warnetpria. Suasananya persis di areal perkuburan umum. Orang menundukkan kepalanya, sambil berselancar. Harus dicatat bahwa energi areal kuburan ini adalah kuota internet.
Coba dibayangkan kalau kuota internet tidak ada. Adapun yang akan terjadi adalah suasana percakapan di dalam bus, kereta api, tempat mengantri, dan tempat-tempat publiknya. Silaturrahmi menjadi hidup dan lebih hidup. Kuota internet mengubah situasi ini menjadi suasana hening. Bahkan ada orang yang khusus hidup di dalam keheningan malam, karena kuota internetnya dipakai setelah jam 12 malam. Dia khawatir kuota internet akan habis, jika tidak dipakai pada jam-jam tersebut. Akhirnya, kuota internet menjadikah hidup lebih hidup lagi, sampai tidak ada waktu kata istirahat.
Kekuatan kuota internet ini mampu menyirep manusia untuk tidak mau putus dengan kebiasaannya di alam maya. Begitu habis kuota internet, hati dan kepala menjadi gelisah. Rela menghutang jika tidak sanggup ke fasilitas publik yang memiliki jaringan Wi-Fi. Di sini, kuota internet untuk mendapatkan jaringan internet menjadi kebutuhan primer pada masa sekarang. Kuota internet menjadikan hidup lebih hidup. Kelesuan menjadi hilang, ketika semua terkoneksi dengan kuota internet.
Ketika beberapa kali keluar negeri, salah satu kounter yang diserbu oleh penumpang pesawat ketika sudah landed adalah kounter yang menyediakan pulsa plus Kouta internet. Kounter pulsa mejadi tempat kedua setelah kounter imigrasi. Para penumpang akan menghidupkan nyawa internet mereka di situ.
Saat ini, dapat dikatakan bahwa internet menjadi “nyawa kedua” bagi bagi netizen. Mungkin di masa yang akan datang, Simcard tidak lagi digunakan, seiring dengan perkembangan teknologi. Sangat boleh jadi, kuota internet sudah masuk ke dalam kartu identitas, kartu ATM. Bahkan nantinya, satu chip akan memuat segala hal tentang kehidupan kita melalui “nyawa kedua.” Disadari atau tidak, kuota internet menjadi salah satu munculnya hyper-connected socities. Inilah awal dari perjalanan sejarah manusia, ketika ICT mampu menyediakan segala hal. Dan, itu semua diawali dari Kuota Internet.
K. Bustamam-Ahmad
Keadaan seperti iNi akan menambah angka pengangguran, pendapatan rakyat menengah yang mengantungkan hidup di dunia telekomunikasi. Tidak hanya pembisnis kartu internet,masyarakat yang mengghnakan internet sebagai lapak untuk berjualan online akan terganggu. Semoga kebijakan yang diambil bisa terlihat mamfaat kedepan nya.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Semoga demikian adanya Abang. Kuota Internet tlh menjadi komoditi bagi segala lapisan masyarakat....
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
postingan bermanfaat di sore hari, sebagai pengingat dan renungan bersama. terima kasih pak!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sama sama Bang. Salam.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Dulu kami ngantri untuk beli kartu Simpati Nusantara di peunayong, harga 180 ribu. Beli kartu saja, hp belum ada, pinjam kawan punya. 1 hp utk beberapa kartu. Untuk warnet sy hobi yahoo masengger, bisa chat dgn orang, pilih yg ada web camera, bisa lihat orangnya, maunya cewek, taunya cowok😂
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Dulu pakai hape meusoe sinyak. Jinoe sinyak ka pakai hape....
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Semua kita akan menuju era digital. Era dimana orang-orang tak perlu lagi bergerak banyak, segala kebutuhan tinggal tekan tombol.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Revolusi di jari telunjuk ya Bang?
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit