"Apakah seseorang yang berada dalam suatu pasukan boleh menyerang tanpa izin pemimpinnya?" Pertanyaan itu terajukan kepada tabi'in bernama Nafi' al Madani rahimahullah, yang merupakan bekas budak ulama sahabat yaitu Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu.
Jawabnya, "Ia tidak boleh menyerang kecuali dengan izin panglimanya."
Kelak dikuatkan lagi oleh Ibnu Qudamah al Hanbali dengan kesimpulan fiqh-nya, "Karena itu, diharuskan merujuk pada pendapatnya (pemimpin), karena hal itu lebih aman bagi kaum Muslimin."
Nah, ada perkara yang menarik untuk kita hayati. Perkara ini terkait seorang yang mendapat sanksi dari pemimpin karena kesembronoannya maka dikeluarkan dari barisan yang bertugas. Kemudian tidak lama kemudian pemimpin tersebut memerintahkan semuanya untuk turun berjuang. Pertanyaannya, apakah perintah itu juga bagi orang yang sedang mendapat sanksi? Ketika ditanya begitu, Imam Ahmad menjawab, "Tidak, perintah (larangan) itu khusus untuknya, maka ia tidak boleh ikut bersama panglima sehingga ia diberikan izin sekali lagi."
Marilah kita berdoa di penghujung puasa agar selalu diberi taufiq kesabaran. Sungguh pahala menunggu arahan sebesar pahala memburu tindakan. Bahkan lebih, bila tindakan justru merupakan kesembronoan semangat pribadi.
Posted using Partiko Android