Kuliah S1 di Jerman: Tahap pertama mesti lulus "Studienkolleg" dulu

in indonesia •  7 years ago  (edited)

English speakers could check the article with the same content here!

Hallo sobat Steemians, kita jumpa kembali…

Kali ini kembali ceritanya tentang studi di Jerman, dan temanya adalah: “Studienkolleg“.


1. Studienkolleg itu apa sih?

Studkol adalah sebuah institusi pendidikan, yang merupakan bagian dari Universitas/Fachhochschule di Jerman dan menjadi fasilitas bagi calon mahasiswa asing yang ijasah SMU/SMK-nya dianggap tidak setara dengan ijasah SMU/SMK di Jerman.

Secara umum semua lulusan sekolah menengah dari negara dunia ketiga yang ingin kuliah di Jerman level S1 harus mengikutinya sedangkan dari negara industri maju tidak perlu. Walaupun tentu ada kasus khusus dimana beberapa lulusan SMU dari negara industri seperti USA yang harus mengikuti kelas di Studienkolleg juga.
Mungkin ini ada hubungannya dengan besarnya ruang untuk fleksibilitas dalam menentukan matapelajaran dan kelas yang diambil disekolah bagi siswa dinegara terkait sehingga isi ijasahnya tidak selalu memenuhi peryaratan yang diminta oleh jurusan yang tersedia di perguruan tinggi Jerman yang dituju, atau mungkin juga karena standar kualitas sekolah disana yang tidak seragam.
Di Indonesia sendiri saja ada beberapa macam sekolah menengah dimana dalam 2 dekade terakhir memiliki kurikulum dan sistem yang berbeda. Sekarang bahkan ada SMK 4 tahun segala.

Dahulu disebut ijazah sekolah menengah di Indonesia tidak dianggap sederajat dengan „Abitur“ Jerman karena masa pendidikan dasar yang cuma 12 tahun, akan tetapi ketika sekarang di Jerman sendiri juga tidak lagi 13 tahun, dan bahkan di Indonesia sendiri ada SMK yang bermasa studi 4 tahun, namun itu tidak membuat transkrip Ebtanas/STTB Indonesia menjadi cukup untuk memberikan hak bagi calon mahasiswa Indonesia langsung mendaftar di PT Jerman.

Secara umum setiap lulusan SMU/SMK/SMEA/MA dan yang lainnya sederajat tetap harus lulus FSP/mengikuti Studienkolleg lebih dahulu sebelum boleh mendaftar kuliah level S1, kecuali jika yang bersangkutan sudah pernah kuliah S1 di PT Indonesia yang terakreditasi selama minimal 2 tahun, dimana seluruh SKS yang terkait untuk tahun yang sudah ditempuh semua dengan sukses. Dalam hal ini, nilai tidak penting, yang memenuhi syarat tetap sudah boleh mendaftar.
Hanya saja tentu jika jurusan yang dituju adalah jurusan yang memakai “Numerus Clausus” (kursi terbatas), maka barulah nilai menjadi penting, karena itu menjadi kriteria penyaringan bagi seluruh calon mahasiswa di PT terkait. Bagi yang nilai ijazah SMU/SMK-nya dengan rata-rata dibawah 6,0 maka yang bersangkutan bahkan baru layak untuk mengikuti kelas di Studienkolleg dan menjalani ujian FSP jika yang bersangkutan sudah pernah kuliah S1 di PT Indonesia yang terakreditasi selama minimal 1 tahun dan seluruh SKS yang diperlukan semuanya telah sukses ditempuh. Note: Beberapa waktu lalu sempat ada berita beredar digrup-grup peminat studi di Jerman bahwa lulusan SMK yang cuma 3 tahun tidak bisa lagi kuliah di Jerman. Itu berita tidak benar, cuma rumor. Karena kalau memang kesempatan bagi mereka sama sekali tertutup, maka di database Anabin jenis sekolah dan ijazah mereka berikut persyaratan yang diminta sesuai ijazah tersebut tidak akan dicantumkan lagi.

2. Kira-kira bisa nggak sih calon mahasiswa yang merasa dirinya pintar “skip” masa studienkolleg?

Bagi yang merasa dirinya tergolong punya otak istimewa, silahkan menghubungi pihak Studienkolleg tujuannya dan bertanya ada tidaknya kemungkinan mengikuti ujian FSP sebagai peserta eksternal. Jika ada dan yang bersangkutan berhasil lulus, maka dia berhak langsung mendaftar di Universitas (tentu saja hanya jika kemampuan bahasa Jermannya juga sudah level C1, bagi yang memilih jurusan dan fakultas yang hanya menyediakan kelas berbahasa Jerman. Di Jerman tidak ada banyak pilihan jurusan berbahasa Inggris yang tersedia bagi level S1. Silahkan cek sendiri di website DAAD untuk mencari daftar kampus yang diminati).

Pada dasarnya agen sama sekali tidak dibutuhkan jika calon mahasiswa mau mandiri. Jaman internet, semua informasi bisa ditemukan dengan mudah baik itu berbahasa inggris ataupun jerman. Kalau mau kuliah di LN ngga bisa bahasa asing dan ngga siap mandiri yooo, mending ngga usah aja deh. Ada lho yang pernah bilang sama saya minta dikasih ringkes-nya aja alias kesimpulan, padahal saya udah berbaik hati mencarikan semua artikel yang dia butuhkan lho.. itu apa ngga namanya orang laper udah dikasih duit dan alamat warung tapi masih ngeluh ngga sekedar minta dibeliin tapi sekaligus disuapin---ceileeeh wkwkwkwk, bayangan ike: ini anak bisa sampe Universitas aja udah untung, boro-boro lulus, mungkin baru di Studienkolleg aja udah DO wkwkwkwk).

Hanya saja perlu dicatat: FSP (Festellungsprüfung) cuma bisa diulang sekali, dan mengikuti FSP berbahasa jerman itu nggak segampang yang dibayangkan. FSP itu bisa dikatakan ringkasnya ujian persamaan bagi UNAS-nya Jerman lho. Jujur aja, banyak yang katanya dinegara asalnya sudah ikut kursus bahasa Jerman level B1 alias selama 600 jam, tapi ternyata setelah sampai Jerman kemampuannya yang sebenarnya cuma A2. PD itu bagus, tapi tentunya jika cocok dengan “isinya” jadi asal nggak sekedar “conceited” gitu deh. Bagi yang datang untuk kuliah level Master (Dengan catatan ijasah Bachelor dari negara asalnya diakui oleh Depdikbud Jerman), tentu hanya dibutuhkan bukti kemampuan bahasa jerman level C1, jika jurusan tujuan tidak memakai bahasa pengantar bahasa inggris.

3. Berapa lama sih masa studkol itu?

Jawabannya tergantung anaknya. Yang jelas kita cuma boleh mengulang ujian sekali saja, dan masalahnya tidak semua studienkolleg mengijinkan mengulang kelasnya dan tidak semua studkol mengadakan ujian FSP setiap semester. Jadi perkiraannya adalah dari 1-2,5 tahun. Jadi, pastikan bahwa dana untuk kuliah di Jerman yang dipersiapkan memadai untuk waktu yang lama. Karena bagaimanapun tujuan utama adalah untuk belajar, bukan untuk bekerja. Banyak sekali kasus kegagalan studi yang nggak cuma disebabkan oleh kebanyakan main, tapi juga kebanyakan “kerja”(“kebanyakaan” disini karena tak jarang melampaui batasan jam kerja yang diijinkan bagi mahasiswa asing). Apalagi, selama masih di studkol, ijin kerja yang ada lebih sedikit daripada untuk mereka yang sudah berstatus mahasiswa penuh).

4. Bagaimana dengan biayanya?

Di Jerman ada 2 jenis studkol, yaitu negeri dan swasta. Selama bisa diterima di Studkol negeri maka untuk saat ini di seluruh Jerman, seperti juga mahasiswa universitasnya tidak ada beban “tuition fee”, hanya “Semesterbeitrag” yang dilengkapi dengan fasilitas langganan transportasi publik yang berlaku di negara bagian setempat dengan standar harga anak sekolah (detail lihat artikel saya sebelumnya disini. Sedangkan jika tidak mendapat tempat di Studkol negeri dan masuk ke studkol swasta, tentunya ada tuition fee. Tapi sebelum mendaftar di studkol swasta, pastikan dulu bahwa studkol tersebut ijasahnya diakui oleh negara. Selain itu ada pula kategori lain untuk membedakan jenis studkol, yaitu: studkol dari Universität dan studkol dari Fachhochschule (University of Applied Science). Ijasah studkol yang diakui negara akan berlaku untuk seluruh wilayah jerman tanpa memandang asal daerahnya, hanya saja: ijasah studkol dari Universität bisa dipakai juga untuk mendaftar kuliah di “Fachhochschule” sedangkan ijasah studkol dari FH hanya bisa dipakai untuk mendaftar di FH saja dan tidak bisa dipakai mendaftar kuliah di Universität.

Jangan salah paham, di Jerman sebagai hasil akhirnya titel Bachelor ataupun Master dari Universität tidak dibedakan dari FH, keduanya sederajat. Yang membedakan mereka cuma titik berat dalam metode pengajaran. Di Universitas itu lebih kuat di teori dan riset, sementara di FH yang menjadi fokus adalah aplikasi, ilmu terapan. Oleh karena itu, kalaupun ada perbedaan di hasil akhir datangnya lebih cenderung dari Industri yang menerima mereka nantinya. Tapi biasanya itu cuma pada saat periode pertama masa kerja saja. Lulusan FH karena terbiasa dengan banyak praktek kerja di industri dan banyak “project” semasa studi yang sebagian bahkan harus dilakukan di perusahaan, membuat lulusan FH jauh lebih siap pakai di dunia kerja daripada lulusan Universitas yang lebih banyak belajar teori daripada praktek di lingkungan industri. Oleh karena itu, untuk gaji pertama kerja biasanya lulusan FH mungkin saja akan menerima sedikit lebih banyak daripada lulusan Universitas.

But it is not necessarily like that either, it’s only a probability based on the general overview. Tapi jika cita-citanya adalah menjadi ilmuwan/peneliti/inventor misalnya, jauh lebih disarankan untuk berusaha masuk studkol Universität saja, karena pilihannya lebih luas dan kamu nanti toh masih bisa berubah pikiran setiap saat apakah setelah lulus mau masuk Universität atau FH.

5. Ini adalah jenis-jenis kelas di Studienkolleg yang relevan dengan jurusan yang diminati:

TI-Kurs: untuk jurusan berbau teknik
WW-Kurs: untuk jurusan berbau ekonomi (untuk jurusan silang seperti teknik industri atau business informatics misalnya, ada beberapa PT yang menerima ijazah FSP dari WW-Kurs, tergantung mata pelajaran apa saja yang tersedia di kelas WW kampus Studienkolleg yang bersangkutan)
GD-Kurs: untuk jurusan seni dan kreativ
SW-Kurs: untuk jurusan sosiologi dan semacamnya

6. Info terakhir dari saya, berikut ini adalah daftar link yang relevan bagi peminat studi di Jerman, tinggal diklik saja ya:


a. Ini adalah daftar Studienkolleg negeri yang masih ada di Jerman Silahkan dibaca sendiri di website tersebut, beberapa diantaranya ada yang menyediakan halaman berbahasa inggris. Tapi jika tidak, saya rasa itu juga bukan masalah. Bagaimanapun kalian yang ingin kuliah kan harusnya belajar bahasa jerman juga toh? Kalau ada yang ngga paham bisa minta tolong guru les bahasanya atau teman yang udah kuliah di Jerman, pastinya mau kuliah di Jerman udah harusnya udah lama nyari-nyari teman alias bangun “network” dinegeri tujuan dong, biar nggak kayak anak ilang dan kesepian nantinya.

b. Pendaftaran Universitas ataupun Studienkolleg bisa secara umum bisa diajukan pada Uni-Assist, selebihnya juga masih ada PT yang menerima pendaftaran langsung tanpa melalui Uni Assist. Untuk itu silahkan kontak pihak Universitas yang diminati secara langsung.

c. Ingin tahu tentang status Ijazah kita dan persyaratan pendaftaran yang terkait dengan jenis ijazahnya? Silahkan cek sendiri disini! Tinggal pilih negara asal dari sekolahnya masing-masing.

d. Berikut adalah link website DAAD dimana kita juga bisa mencari daftar PT yang menyediakan jurusan berbahasa Inggris dan informasi lainnya terkait studi di Jerman.

e. Terakhir adalah link website bagi yang ingin mengetes kemampuan otaknya apakah memang cukup fit untuk bisa mengikuti studi di Jerman. Test ini di Indonesia diselenggarakan oleh 4 insitusi berbeda, tinggal pilih sendiri, silahkan cek infonya disini!

Ok deh, sementara sampai disini dulu. Lain kali disambung lagi dengan tema yang lain. Kalau ada request atau pertanyaan, silahkan sampaikan di kolom komentar dibawah.


Ciaooo…

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Makasih baanyak infonya mbak....
Sudah ada contohnya pak habibie..
Kalo bicara jerman dan penddikanya slalu kebayang beliau...tapi skarang nambah lagi 2 orang mas jaki dan mbak..e.......hahaha... Thanks. Mbak.e...

Iya betul, tapi kalau pak Habibie mah jenius ya hahaha, ngga semua orang bisa kayak beliau. Tapi menjadikan beliau sebagai mentor itu tentu ideal...apalagi karena pak Habibie juga ngga datang dari keluarga kaya.

  ·  7 years ago (edited)

Sekedar cerita, saya punya kerabat yang sudah kuliah s1 di Bandung tapi di semester II dia memutuskan untuk pindah ke Jerman dengan alasan kualitas pendidikan di sana lebih baik. Saat sudah di Jerman, dia mengikuti serangkaian kegiatan untuk memperdalam bahasa Jerman. Saya kurang paham apa sebutannya, karena dengan menggunakan bahasa Asing. Hampir dua tahun dia di Jerman namun sayangnya dia tidak lulus ujian bahasa Jerman yang digunakan sebagai syarat perkuliahan. Secara akademik menurut saya anaknya cukup pintar, tapi akhirnya dia harus pulang karena tidak lulus ujian bahasa.
Ternyata cukup sulit bisa berkuliah di Jerman. Walau katanya biaya kuliahnya cukup murah bahkan geratis, namun harus ada serangkaian tes yang harus dilalui.
Saya pribadi salut dengan mahasiswa Indonesia yang berhasil kuliah di Jerman dan menamatkannya.

oh ya satu lagi, adakah cerita tentang anda hingga bisa menetap di Jerman? Saya ingin sekali membacanya..
terima kasih :D

Kegagalan paling sering karena faktor ketidak mampuan untuk adaptasi dan kebanyakan kerja.
Mahasiswa Indonesia banyak yang tidak siap untuk mandiri. Mandiri disini bukan sekedar mandiri dalam hal ngurus makan minum dan hal pribadi lainnya sendiri. Tapi yang lebih krusial adalah dalam hal usaha untuk aktif "self informed" dan mau "speak up", ngga malu bertanya hanya karena takut kehilangan muka.
Insiden klasik itu gini misalnya: "Guru bertanya:"Ada pertanyaan?" Semuanya pada diem... padahal sebenarnya masih ngga ngerti, tapi gengsi nanya... mungkin karena kebiasaan jelek di Indonesia temen2nya pada suka ngetawain kalau ada pertanyaan yang dianggap nggak cukup intelek sih (kayak yang ketawa itu udah paling pinter aja gitu hehe), jadi keder untuk nanya. Takut dianggap bodoh gitu.
Padahal logika, sang guru sekalipun ngga selalu bisa menjawab pertanyaan lho, tidak ada orang yang tahu semua hal didunia ini.
Dulu sering temen saya waktu di Studienkolleg milih ngerecokin saya untuk nanya ini itu, padahal sang guru ada di depan. Saya sih jawab ya, tapi sang guru sampe negur ngingetin kalau beliau itu di depan bukan cuma untuk pajangan LOL.
Kebiasaan takut nanya ini jelek banget efeknya, karena ketika kita udah di bangku kuliah, ngga semua temen deket kita itu ngambil fokus studi yang sama dengan kita, ngga selalu ngambil kelas yang sama dengan kita jadi ngga selalu aturan tertentu yang berlaku buat dia ngga selalu berlaku buat kita meskipun fakultasnya sama, karena setiap Profesor bisa punya tuntutan yang berbeda untuk tugas tertentu yang dia berikan.
Nggak jarang kesalahan sepele seperti "adanya kewajiban hadir minimal 80%" tiba-tiba nggak tahu, hanya karena biasanya nggak ada kewajiban begitu, atau syarat mengikuti ujian yang bisa bervariasi juga. Ada juga kasus anak yang 1 semester penuh ngga ngapa-ngapain karena dia ngga tahu kalau booking kursi untuk seminar tertentu yang dia lakukan itu ternyata semuanya berlaku untuk semester yang akan datang. Hal-hal macam gini bisa dihindari andai aja anak indonesia yang terbiasa dengan pola didikan "semua sudah ditentukan dan dimanage" sementara dia tinggal mengerjakan dan nunggu instruksi.
Dan satu hal penting terkait dengan usaha menguasai bahasa jerman dengan baik: kebanyakan mahasiswa indonesia hobinya hang out dengan sesama orang indonesia, atau paling jauh sesama orang asing yang tentunya kemampuan bahasa jermannya juga ngga semuanya cukup bagus.
Ngga banyak yang aktif hang out dengan orang lokal.
Baca koran berbahasa Jerman dan nonton berita TV lokal juga nggak suka...
Kalau begini, gimana mereka mau cepet pinter bahasanya?
Contohnya aja saya, bahasa jerman saya bisa bagus karena dengan suami selalu berbahasa jerman sehari-hari... tapi banyak ibu-ibu indonesia yang nikah sama orang jerman aja sehari-hari lebih suka berbahasa inggris cuma karena merasa toh udah lulus "integration course" dan punya PR, ngga butuh lagi memelihara standar kemampuan bahasa jermannya, apalagi memperbaiki. Asal bisa untuk ngegosip sesekali dan belanja atau urusan remeh temeh dengan orang setempat cukup lah.
Urusan-urusan yang rada penting toh ada suami yang ngerjain....
Nah, dengan begini, nggak heran mengapa rata2 ibu2 yang nikah sama orang jerman juga kemampuan bahasanya stagnan, bahkan kalau dibandingkan dengan hasil test bahasanya waktu datang ke Jerman jadi menurun kualitasnya, padahal dulunya sempat dapat nilai bagus pas ujian kursus.
Ini salah satu kelemahan yang umum di aspek bahasa mas.
Kesuksesan kuliah itu kuncinya ngga cuma dengan rajin datang ke kelas dan dengerin pidato dosen saja.
Terakhir, siswa di Indonesia rata-rata terbiasa dengan "memorising too many things" instead of nurturing the ability to solve problem.
Sementara disini, "memorising" rumus itu nggak penting. Kita ujian aja pada umumnya boleh bawa kumpulan rumus, ujian Kimia juga boleh bawa "periodensystem" ngga perlu itu hafal kode ilmiah macam2 unsur kimia segala.
Something that a computer, a calculator could do better than us should just be given to them to solve, and something that are easily found out just by opening an ensiklopedia, why the professor need to ask the answer from us: the supposedly future expert of those relevant field?
Mahasiswa diharapkan menjadi Calon expert dimasa depan, maka mestinya mereka di tuntut untuk bisa "mikir" sendiri, untuk "solving problem" dan bukannya "sekedar" mengulang isi buku yang ditulis orang lain sebelumnya, apalagi secara literal.
Nah, hanya anak2 yang bisa menyesuaikan diri dengan mindset baru macam inilah yang bakal sukses mas, yang ngga bisa berubah ya susah :)

Such a wonderful post by @kobold-djawa mam...
W
E
L
D
O
N
E
and perfect wotk...
Cheers~~~

Terimakasih sudah mampir :)

Wow kepengen ni kuliah di luar negeri..

Ayo semangat. Cari beasiswa, untuk S2 dan S3 cukup banyak kemungkinan beasiswa lho.

Tentu kawan tetap semangat, heheh

Wah, informasi semacam ini sangat perlu bagi warga Indonesia yang ingin melanjutkan sekolah ke Jerman. Terima kasih sahabatku @kobold-djawa atas sharing-nya yang sangat bermanfaat.

Salam pena kreatif

Sama-sama mas... senang kalau bisa bermanfaat bagi sekitarnya :).

anak saya mau berangkat nih tahun depan ke jerman setelah lulus SMA... boleh ya nanya-nanya juga, thanks infonya.

Tentu saja boleh dong. Silahkan anaknya disuruh pelajari aja dulu informasi2 yang sudah ada sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapai, jurusan apa yang dimau, universitas mana yang diminati... dan kalau ada yang ngga dimengerti silahkan tanya aja apa persisnya yang belum jelas atau infrmasi tambahan apa yang masih dibutuhkan. :)

Folback ya mba... salam kenal.. I've upvoted yours 😊😊