Alvin Zee dan istrinya Ella.

Dulu belajar menulis guru Bahasa Indonesia ku pernah bilang, jangan buat judul yang terlalu panjang. Jadilah kubikin pendek saja judul diatas. Judul panjangnya adalah.

Hari Pertama dan Kedua Di Banda Aceh : Menjemput Rindu, Pucok Krueng lagi, Mencari Polem Yang Pindah, Menanti lawan Pe Es Part I.

Note : PeEs bisa saja bermakna Ganda, terserah mau membuat kepanjangan PS apa saja asal tidak mengganggu ratu lebah, atau kau akan menyesal.

Aku yakin dengan judul sepanjang itu tak ada yang mau baca.

Setelah mukadimah yang panjang, kumulai cerita dengan bangun pagi tanpa perasaan menggigil, walaupun sekujur badan basah oleh peluh tapi aku tak merasakan kedinginan, kemudian barulah aku tersadar bahwa aku tak berada di kampung halamanku. Di rumah yang penuh dengan kenangan masa aku tumbuh dewasa aku kembali dengan segenap ingatan tentang masa kecil yang dibiasi desingan peluru karena memang Sp Rima Peukan Bada merupakan zona Merah pada masa konflik, sebagai anak kecil tak ada ketakutan yang kurasakan, dentuman Bom dan juga rentetan peluru adalah hal yang menjadi biasa, walau tak takut aku tetap ikut tiarap bila kedua belah pihak sedang berpesta main tembak tembakan, karena aku dalam keadaan tiarap jadi aku tak tau tembakannya diterima atau ditolak. Eh, apalah ini melantur.

Tak luput juga kenangan tentang keganasan Tsunami, dulu ketika aku sedang menuntut ilmu putih di Indrapuri, aku kira air naik tak akan sampai kerumah mengingat betapa jauh rumah kami dari bibir pantai, lagi pula rumah kami diapit oleh dua gunung. Namun bukti kekuasaan Allah tak akan pernah bisa di serap dengan nalar biasa, rumah kami tinggal pondasi saja, atap beserta isi rumah hanyut tergerus gelombang mengankut kedua orang tua angkatku juga, tak pernah kami temukan jasadnya lagi. Lantai berlapis keramik yang hingga kini masih utuh dengan goresan goresan oleh benda yang ikut tersapu oleh ombak Tsunami masih terbentang disana, diatasnya dibangun rumah kecil bantuan yang saat ini ditinggali oleh Alvin adik sekaligus teman akrab ku. Disinilah aku bermalam pada tanggal 27 Maret 2018.

Segenap petang kugunakan untuk menggali kembali detail kisah yang merubah total arus hidupku.

Kucermati lantai lantai itu, ada lantai Mushalla kami yang masih tegak menceritakan kengerian hari itu, namun dengan segala kuasa seolah-olah lantai ini tak bergeming, tak tergores, lalu kubingat, dilantai itulah pertama kali aku menghafal Surah An Naba yang ditugaskan oleh mama kepada aku dan alvin, setiap Maghrib tiba kami akan menyerahkan setoran hafalan kepada emak yang akan mencermati bacaan kami.

Sore itu, kujemput rindu mengingat kenang.

Malam datang aku dan Alvin beserta istrinya Ella dan anak kecil mungil murah senyum Zee juga ikut mencari tempat untuk makan malam, sambil berkeliling akhirnya kami temukan tempat untuk melepas hasrat kelaparan yang mendera ruang tengah.

Sepulang dari situ kami mulai bernostalgia, bercerita bagaimana kami habiskan malam bersama teman teman dengan bermain game sepanjang malam, waktu itu tak pernah terbayangkan bagai kehidupan kami saat ini. Yang kami tau hanya bermain dan terus bermain.

Hingga larut malam kami menyerah, lelah tak memberi kami ampun, dan akhirnya kami kembali ke ruang tidur masing-masing.