Lanjutan resume Acehnologi volume dua
BAB 19 SASTRA ACEH
Dalam menerokai ilmu-ilmu kemanusian, sastra menjadi salah satu pintu untuk memahami dunia Aceh. Karya sastra orang Aceh mampu menghubungkan sistem berpikir dari sistem kebatinan orang Aceh. Hal ini disebabkan, hampir semua peristiwa di Aceh selalu di rekam dalam bentuk karya sastra. Karya sastra di Aceh selalu muncul ketika Aceh sedang bergolak. Dengan kata lain, sastrawan Aceh muncul dalam keadaan peperangan. Bahkan karya sastra merupakan respon orang Aceh terhadap situasi yang diamati pada saat sang maestro hidup.
Selanjutnya di pahami bahwa sastra bagi orang Aceh merupakan cara untuk membangkitkan kesadaran, yang menghubungkan imajinasi sosial dan imajinasi kebatinan. Fungsi sastra di dalam masalah imajinasi sosial merupakan bagian dari ingatan kolektif terhadap suatu peristiwa yang di alami oleh masyarakat tertentu. Ingatan kolektif itulah yang kemudian dirangkai menjadi suatu karya sastra, supaya penikmat pada masa sebelum dan sesudahnya, mampu tidak hanya mengingat, tetapi juga meresapi setiap pesan di balik setiap untaian yang dihasilkan oleh seorang sastrawan. Karya sastra Aceh sebenarnya bukanlah ingin merambah sesuatu hal diluar kemampuan seorang diri manusia, melainkan mengantar manusia itu sendiri, supaya mampu memahami hakikat kemanusiaannya.
Sastra merupakan ekspresi kebatinan seseorang yang kemudian ditampilkan dalam bahasa-bahasa simbolik, yang sangat mendalam maknanya. Upaya untuk memahami karya-karya sastra tentu saja melibatkan pemahaman-pemahaman pada ilmu-ilmu bantu lainnya. Sebab dalam pendalaman sastrawan, di situ ada pengalaman rohani atau pengalaman batin. Tidak mudah bagi generasi muda memahami karya-karya sastra. Dahulu kala, seorang kakek di dalam mendidik cucunya, cenderung menggunaka cerita atau hikayat yang sarat akan makna didalamnya. Cerita tersebut dibingkai dengan rasa ingin tahu tentang apa itu kebaikan dan keburukan.
Kemunculan ide-ide keacehan dalam karya sastra di Aceh akan mampu membangun kembali peradaban Aceh. Sejauh ini, upaya untuk membangkitkan minat terhadap sastra Aceh sudah mulai bangkit. Hal ini terlihat dari muncul karya-karya atau kajian sastra di perguruan tinggi, tidak terkecuali kemunculan salah satu institut budaya di Aceh Basar. Di bandingkan dengan sub bidang ilmu Acehnilogi lainnya, kajian sastra Aceh memiliki peluang yang amat cerah, bagi pengembangan keilmuan dalam studi Aceh. Inilah harapan dari studi Acehnologi, dimana ilmu-ilmu keacehan dalam bingkai sastra, akan dilanjutkan oleh generasi muda.
BAB 20 STUDI RELIGI ACEH
Harus diakui bahwa di Aceh, agama pernah bertapak, sebelum kedatangan Islam. Literatur mengenai teori kedatangan Islam di Aceh memang sudak banyak disajikan oleh para sarjana. Karena itu, mendiskusikan Aceh, pada prinsipnya hampir sama dengan mengkaji Islam. Sebab antara Aceh dan Islam tidak dapat dipisahkan antara satu sam lain. Dasar pijakan kerajaan-kerajaan di Aceh di landaskan pada sistem keyakinan dalam Islam. Dasar pengetahuan di Aceh juga di landaskan pada kosmologi Islam. Dasar bangunan kebudayaan, juga tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang terkandung didalam Islam. Akibatnya Islam telah membungkus Aceh dalam satu kesatuan yang untuh dan holistik.
Dalam konteks kesejarahan, Islam yang datang ke Aceh, bukanlah Islam yang merupakan hasil peperangan. Namun islam yang dibawa oleh ulama, sekaligus pedagang. Sehingga kedatangan Islam ke Aceh, tidak mewarisi dendam, sebagaimana kedatangan Islam ke Eropa. Proses Islami di Jawa berlangsung sampai bertahun-tahun, sehingga Islam dapat dijadikan sebagai kekuatan utama. Islam di pulau Jawa belum mampu menukar sitem kebatinan Jawa. Adapun yang muncul adalah Islam yang di Jawanisasi oleh rakyat Jawa. Sementara di Aceh, proses Islamisasi tidak mengenal Acehnisasi Islam.
Istilah islamologi bermakna kajian tentang Islam. Ada juga yang menyebutkan dengan istilah islamic studies atau dirasah islamiyah. Di Aceh, studi Islam kerap diistilahkan melalui konsep merunoe (belajar). Karena itu, dalam tradisi Aceh, pergi belajar keluar rumah atau kampung, sudah dapat di pastikan itu adalah belajar Islam. Tradisi penjejangan studi Islam pun mulai bervariasi di Aceh. Minat untuk belajar Islam di Aceh, walaupun belum ada penelitian yang komprehensif, tetapi menunjukkan kecenderungan yang amat besar. Secara sepintas, tradisi Islamologi pada awalnya di Aceh lebih ditujukan untuk merekayasa masyarakat ilmu. Disinilah tradisi Islamologi di Aceh mulai di benturkan antara pemimpin dan ulama. Kesultanan di hancurkan, keulamaan di pisahkan. Saat itu, rekayasa masyarakat di Aceh, tidak lagi dilakukan secara kekuatan politik, melainkan melalui pendekatan budaya ilmu yang berada diluar struktur pemerintahan.
Untuk memahami persoalan religiusitas di Aceh pada era kekinian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, terjadi perubahan reproduksi kesadaran religi di dalam masyarakat. Jika dulu, otoritas religi di kontrol oleh para ulama dari dayah, maka saat ini kontrol tersebut sudah mulai memudar. Hal ini desebabkan, masyarakat terutama diwilayah perkotaan, tidak lagi menyandarkan pengetahuan mereka apa yang disajikan oleh dayah, melainkan sudah ada beberapa median yang bertindak sebagai penyediaan kesadaran, baik intelektual, maupun spiritual, dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, adanya trend untuk mengajar tingkat spiritualitas melalui ritual religi secara terbuka, seperti zikirbersama, ceramah Islam dari da’i luar Aceh, shalat malam bersama, shalat subuh berjamaah oleh aparatur pemerintah, dan aktivitas lainnya yang cenderung mengundang perhatian publik.
Ketiga, ada gejala alumni dayah yang menuntut ilmu ke jenjang perguruan tinggi Islam negeri di Banda Aceh. Dapat di prediksi bahwa dalam dua atau tiga dekade kedepan, di Aceh dinamika Islamologi akan diwarnai oleh dialog intelektual yang sangat produktif. Keempat, studi Acehnologi, tidak dijadikan sebagai bahan mulok (muatan lokal) semata, yang hanya terpatrikan pada bahasa semata. Tampaknya, ada pemahaman bahwa spirit peradaban Aceh seolah-olah hanya dapat dilihat dari bahasa Aceh. Padahal, spirit tersebut ada didalam budaya dan sejarah, yang diikat oleh spirit religi, yaitu Islam.
Empat hal diatas merupakan tantangan utama, jika dilihat dari rekayasa studi religi Aceh. Maksudnya, studi religi pada prinsipnya adalah studi untuk menciptakan manusia Aceh.
BAB 21 POLITIK ACEH
Ilmu politik adalah studi tentang pemerintahan nasional, proses politik, tujuan, dan karakter organisasi suatu negara. Bidang ilmu politik mencakup pemerintahan, kebijakan publik, administrasi publik, hubungan internasional, teori politik, kelompok yang berkepentingan, kecendrungan partai, rekruitmen politik.
Wilayah cakupan kajian politik di atas memperlihatkan bahwa studi acehnologi dapat berkontribusi di dalam menyusun tata ilmu pengetahuan politik yang berasal dari sistem perpolitikan yang dijalankan di Aceh. Saat ini, hanya Aceh yang memiliki partai politik lokal.hanya Aceh pula yang memiliki rujukan didalam melaksanakan tata pemerintahan.
Sejauh ini diskusi mengenai Aceh, tidak dapat dilepaskan dari praktik politik yang dilakukan oleh orang Aceh. Dalam narasi sejarah Aceh, praktik politik oleh orang Aceh dapat di telaah, sejak pendirian beberapa kerajaan di pulau Ruja, mulai dari Peurelak dan Lamuri hingga ke kerajaan Aceh Darussalam. Beberapa hal yang mungkin dapat ditarik dalam kajian politik Aceh. Pertama, Kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Aceh tampaknya untuk pengaturan negeri yang berlandaskan pada nilai-nilai keislaman. Kedua, karena posisi strategisnya, maka pihak asing telah berupaya kuat untuk melemahkan kekuatan dan pengaruh Aceh di Nusantara.
Ketiga, persoalan internal rakyat Aceh juga menyebabkan kehilangan kesatuan dan persatuan, yang disebabkan keruntuhan kerajaan Aceh dan hubungan ulama dengan para ule balang. Keempat, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka arah perjuangan politik Aceh lebih banyak ditujukan kepada pemerintah Republik Indonesia. Kelima, sejak tahun 2005, Aceh telah kembali mempraktikkan sistem politik dari Barat melalui pendirian partai politik lokal dan pada saat yang sama melakukan simbolisasi kekuasaan politik melalui otoritas adat dengan pendirian lembaga Wali Nanggroe.
Mengkaji politik Aceh harus melihat beberapa aspek, yaitu: aktor, peristiwa, pengaruh luar Aceh, konsep yang di terapkan, dan kondisi sosial kemasyarakatan. Persoalan politik lainnya adalah seperti hubungan politik dan religi dalam konteks pelaksanaan hukum Islam. Persoalan ini mencuat manakala apakah menyesuaikan politik dengan situasi pemberlakuan hukum Islam atau sebaliknya. Sampai saat ini, sistem politik yang berkembang di Aceh mengadopsi apa yang dipraktikkan di Indonesia. Namun dalam aspek realitas sosial, masyarakat Aceh di arahkan untuk menerapkan hukum Islam.
Hampir semua dinamika kehidupan rakyat Aceh, tidak pernah putus dengan aktifitas politik. Sejak kebangunan kerajaan-kerajaan di Aceh hingga pertarungan politik di Aceh, baik sesama orang Aceh maupun dengan pihak pemerintahan, selalu melibatkan intrik-intrik politik. Kendati, ilmu politik Aceh belum menjadi sebagai suatu disiplin ilmu di perguruan tinggi, namun jika ditelaah secara mendalam, ternyata ada suatu bangunan keilmuan yang ada di Aceh dalam bidang politik.
Congratulations @maisarah28! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit