Selamat pagi dan selamat membaca sahabat steemit semuannya.
Sebelumnya setelah pembahasan mengenai sosiologi Aceh sekarang saya akan membahas mengenai “ Antropologi Aceh ”.
Antropologi berasal dari bahasa Yunani anthropos yang berarti “manusia” atau “orang”, dan logos yang berarti wacana. Antropologi juga bisa dikatakan sebagai Ilmu yang mempelajari tentang manusia.
Sejauh ini banyak peneliti-peneliti yang berasal dari luar dan ingin meneliti bagaimana kehidupan di Aceh, bagaimana budaya di Aceh, bagaimana adat istiadat di Aceh dan lain sebagainya. Bahkan saat ini warga asing bebas berkelana di Aceh. Pastinya sebagian dari mereka datang ke Aceh memiliki tujuan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa orang asing menginginkan hasil alam yang berlimpah dari bumi Aceh. terlebih lagi orang Aceh sendiri belum mampu untuk mengambil atau mengelola hasil alamnya sendiri. Dan tentunya ini sangat membahayakan rakyat Aceh dan menguntungkan warga asing. Pentingnya kita mempelajari antropologi salah satunya agar kita dapat memahami bagaimana perilaku orang asing. Dan dengan itu kita mampu menjaga bumi Aceh kita yang tercinta ini.
Seorang antropolog Belanda bernama Christiaan Snouck Hurgronje, memiliki pengaruh besar terhadap Aceh dengan berbagai karya yang ia tuliskan salah satunya yaitu mengenai social-budaya. Namun hal itu malah menjadi bencana bagi rakyat Aceh karena dengan ilmu antropologi yang ia miliki justru telah merusak tatanan social masyarakat Aceh seperti adat meukuta alam. Adat yang selama ini telah dibangun berdasarkan syariat islam di Aceh kini telah surut dan runtuh akibat studinya mengenai antropologi di Aceh. Bahkan Snouck Hurgronje ingin mengkerdilkan Aceh sebelum abad ke-16.
Maka dari itu pentingnya kita mempelajari ilmu antropologi agar kita bisa memahami sikap atau prilaku, dan budaya masyarakat luar yang ingin menghancurkan bumi Aceh tercinta ini. Kajian antropologi Aceh juga merupakan salah satu bentuk upaya kita agar bisa lebih memahami kebudayaan yang orang Aceh hasilkan sendiri sehingga jati diri ke Aceh-an kita masih tetap utuh dan terjaga.
Menurut Joel, Antropologi Aceh berusaha untuk membangun kembali pemahaman kebudayaan Aceh dan juga semangat orang Aceh didalam proses “ carrying their own cultures to other places and cultures.” Pada proses ini dapat membantu orang Aceh didalam memahami budaya mereka sendiri dan mengetahui bagaimana cara-cara untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga harus memiliki pengetahuan yang luas didalam menghadapi era kontemporer.
Bangunan keilmuan antropologi Aceh dijelaskan dalam beberapa fase perubahan masyarakat dari aspek kebudayaan yang diantaranya aspek religi, aspek budaya, aspek mitos. Dalam era tradisional, religi dianggap sebagai petunjuk atau kompas dari masyarakat itu sendiri. Dalam kehidupan masyarakat Aceh, sistem keyakinan yang paling mendasar adalah Islam. Dalam fase yang sama, budaya pun dijadikan sebagai kompas dalam masyarakat. Di dalam konteks kebudayaan, masyarakat Aceh mampu menghasilkan rekayasa kebudayaan, dengan suatu aturan-aturan atau norma-norma yang bersifat baku seperti Adat Meukuta Alam, Reusam dan lain sebagainya. Dengan itu, situasi masyarakat Aceh selain di kendalikan oleh sistem keyakinan juga di kontrol oleh budaya yang merupakan “petunjuk tata kehidupan”. Selanjutnya adalah fase tradisional, fase ini didasarkan pada pemahaman bahwa mitos merupakan salah satu sumber pengetahuan local yang paling berperan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Mitos bukan hanya cerita atau sebuah lagenda, tetapi mitos itu sendiri mampu melekatkan dan mengikat identitas dan jati diri masyarakat Aceh.
Kendati demikian tentu saja perubahan kebudayaan harus berdasarkan pada nilai-nilai yang telah terkandung dalam masyarakat Aceh itu sendiri. Dengan demikian salah satu fungsi utama dari Antropologi Aceh adalah untuk menggali atau menemukan sistem cara berpikir atau cara pandang masyarakat Aceh yang kemudian akan dipantulkan pada konteks kekinian.