Lahirnya undang-undang no 06 Tahun 2014 tentang Desa, telah memberikan harapan baru bagi segenap bangsa Indonesia khususnya yang tinggal di perdesaan, semakin berdaulat dan kian bermartabat. Artinya masyarakat desa sudah mendapatkan kewenangan untuk mengatur urusan pemerintahan, urusan kemasyarakatan, produk hukum lokal, hak asal usul dan kewenangan yang lebih luas lainnya, tanpa banyak ikut campur pihak luar.
Kemudian desa juga mendapatkan kucuran dana yang terbilang sangatlah besar, perdesa mencapai hampir satu miliar setiap tahunnya. Jika ditinjau perbandingannya semenjak republik ini berdiri, maka angka sebesar ini terbilang sangatlah fantastis.
Pergeseran Paradigma dari “membangun Desa” menjadi “Desa membangun”.
Dulu, desa hanya dijadikan sebagai sebuah objek pembangunan oleh para pihak, masyarakat diwajibkan mengikuti semua sistem yang dibawa oleh mereka, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai ke pengawasan. Dengan kata lain, masyarakat harus tunduk, patuh pada sistem yang bawa dan tak bisa berbuat banyak. Para pihak pun acapkali abai pada kearifan lokal, nilai, tatanan sosial dan juga budaya masyarakat setempat.
Orang luar kemudian tampil sebagai pahlawan pembangunan desa, dan masyarakat diminta untuk menyematkan tanda jasa seraya tepuk tangan yang meriah.
Bicara pembangunan, apalagi yang sifatnya infrastuktur, menurut hemat saya; Penjajah sekalipun akan membangun wilayah jajahannya untuk mempermulus kepentingan penjajahan. Lantas apa bedanya dengan sekelompok orang yang datang dalam sekejap untuk membangun, tapi hanya untuk mempermulus kepentingan politik, meraup suara sebanyak-banyaknya, dan setelah itu ditelantarkan, tanpa peduli pada pemberdayaan masyarakat yang lebih mandiri dan berkesinambungan.
Dengan lahirnya undang-undang tersebut muncullah paradigma baru yang disebut ‘’Desa Membangun”, artinya masyarakat desa menjadi subjek dalam membangun diri mereka sendiri supaya lebih mandiri, dan tidak perlu lagi bertadah tangan kepada pihak luar. Mulai dari merencanakan, merancang, mengerjakan, dan mengawasi dan sampai ke pemeliharaan, kesemuanya itu sepenuhnya atas peran aktif masyarakat setempat tanpa diatur-atur oleh kepentingan pihak luar.
Ironisnya, implementasi dari dari regulasi tersebut tidaklah berjalan mulus seperti yang diharapkan, berbagai masalah baru pun muncul di lapangan, masalah transparansi, kasus korupsi, tidak tepat sasaran dan masih banyak masalah lainnya, jika dirunut satu persatu akan membuat semua pihak menjadi miris.
Saya tidak akan masuk ke sumber masalah, ataupun tidak bermaksud menunjukkan siapa yang berbuat salah, karena kalau kita katakan siapa yang salah, maka sungguh semua pihak akan berlomba-lomba memperebutkan bahwa pihaknya lah yang paling benar. Namun, yang saya bahas kali ini adalah lebih kepada memberikan gambaran umum dan merunut penyebab kenapa masalah tersebut muncul. Dan pada akhirnya, menaruh harapan kepada para pihak untuk bisa dijadikan tolak ukur maupun bahan diskusi lebih lanjut guna menemukan titik temu dan konsep yang lebih baik.
Kapasitas aparatur Desa
Fungsi Pendamping Desa
Antimoni Pendampingan Desa
Regulasi yang ada membuat desa menjadi kuat, hanya saja regulasi untuk pendampingan dirasa masih sangat lemah. Sebab, desa bisa saja tidak memanfaatkan tenaga pendamping , berjalan sendiri tanpa ada kontrol. Bahkan bagi sebagian kalangan menganggap kehadiran pendamping justru membuat mareka merasa dimata-matai, diatur-atur, dan tidak bisa melakukan hal-hal yang sifatnya menyimpang. Akhirnya pendamping hanya menjadi pengumpul data dan mengirim laporan-laporan terkait progres.
Lebih parahnya lagi, penilaian kinerja pendamping itu sendiri diberikan oleh masyarakat yang didampingi, dalam hal ini kepala desa. Maka ujung-ujungnya seorang pendamping harus ‘bermanis-manis’, tidak berani menegur ketika ada kesalahan, teguran hanya bersifat sebatas saran, dan itu pun harus benar-benar menjaga tutur supaya saran yang diberi tidak menyinggung perasaan masyarakat yang didampinginya.
Maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa; Dengan lahirnya UU Desa No 06 Tahun 2014 desa dalam hal ini berada di posisi yang kuat, sementara pendamping berada di posisi yang lemah, Lantas pantaskah si lemah diminta mendampingi yang kuat? Bukankah seharusnya yang kuat mendampingi si lemah?. Atau ada dialektika lain; Memang secara regulasi desa sudah kuat, namun faktanya masih sangat lemah, oleh karenanya direkrutlah para pendamping profesional untuk menyadarkan masyarakat desa bahwa mereka susungguhnya sangat kuat.
Oya, maukah si kuat mendengarkan nasehat si lemah? Wallahu’alam bissawab.
Artikel ini memberikan pencerahan dalam kontek UU No 6. Tapi pada sisi yang lain, konflik sosial dan lemahnya pengawasan serta masih kuatnya feodalisme memberikan peluang dan akses yang besar terjadinya ruang korupsi dan degradasi moralitas pelaku pembangunan di desa.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Tentu dengan keluarnya artikel dari aduen @andifirdhaus melengkapi literasi terkait problema implementasi UU Desa. di tunggu! Haus dengan postingan terbaru cut bang. Teulakee meu'ah aduen saket hana ulon kunjong karena baroesa teungoh di luar daerah.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Good people, limited edition
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thank's for your atention.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kapan ya bisa nulis se apik ini. Pesan, kesan, kritik dan saran sampe semua.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Waahh.. Saya jadi tersanjung dengan pujian @ayijons. hehe Terima kasih
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ngak muji. Cm nyampein fakta saja. He he
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
haha kalau komentar seperti ini dtujukan untuk orang barat, kayaknya mereka bakalan sangat senang kepada anda. Soalnya, saat yang dari timur aja, rasanya kayak dari barat.. ahaha
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Meukram barang
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Meugeutam komentar. Haha
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Paper yang apik @munawar87 semoga program pemberdayaan masyarakat desa terus berjalan tanpa ada pamrih.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Amin.. Makasih banyak tgk @danisyarkani. Mohon saran untuk perbaikan kedepan.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit