BERDASARKAN hasil dan finalisasi kajian mengenai dugaan pelanggaran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Indsutri (IUPHHK-HTI) atas nama PT. Rencong Pulp and Paper Indsutri (PT. RPPI). Perusahaan tersebut dipastikan melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Pada fase permohonan izin, PT. RPPI terindikasi secara kuat maladministrasi, mulai dari ketidaklengkapan dokumen izin, kesalahan penentuan dasar hukum dan kewenangan pejabat public yang melampui kewenangan dalam mengeluarkan IUPHHK-HTI PT. RPPI.
Semua indikasi pelanggaran tersebut telah dituangkan dalam surat nomor 176/DE/WALHI/XI/2017 tentang permohonan pencabutan/pembatalan atas keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/441/2012 tentang perubahan surat keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/569/2011 tentang pemberian IUPHHK-HTI kepada PT. RPPI yang terletak di Kabupaten Aceh Utara.
Surat tersebut telah diserahkan kepada Gubernur Aceh pada tanggal 06 Nopember 2017. Namun sepuluh hari +1 setelah surat tersebut diserahkan, perwakilan dari Gubernur Aceh tidak menanggapinya dalam bentuk apapun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Bila 10 hari +1 setelah surat permohonan diajukan dan tidak mandapatkan penyelesaian dari pejabat publik, maka keputusan tersebut dianggap dikabulkan.
Namun untuk memastikan keputusan pengabulan tersebut, dibutuhkan pengujian dan putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap melalui keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Walaupun keputusan yang telah di ambil PTUN Banda Aceh tidak seperti yang harapkan. Setidaknya kami sudah pernah menyampaikan kepada Gubernur Aceh tentang dugaan pelanggaran tersebut.