SEPEKAN terakhir ini jagat media sosial ramai membincangkan tentang video dengan judul Hanna Anisa. Video berdurasi satu menit lebih itu berisi adegan pornografi yang diunduh seseorang melalui kanal youtube. Konon, pelaku alumnus Universitas Indonesia, spesifik jurusan kriminologi.
Video sejenis mudah ditemui di kanal media sosial. Tampaknya konten pornografi menjadi masalah serius yang belum menemukan jurus ampuh mengatasinya. Negeri ini beberapa kali dihebohkan dengan kasus video jenis ini, sebut saja paling populer seperti kasus Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. Tokoh publik lainnya yang pernah terseret kasus serupa yaitu politisi Yahya Zaini.
Artinya, kasus serupa tidak memandang latar belakang pendidikan tinggi, tokoh publik, hingga masyarakat biasa seperti Hanna Anisa. Menjadi masalah kemudian, dalam kasus Hanna, kasus ini menjadi besar setelah sejumlah media massa menuliskan beritanya. Padahal, belum diketahui pasti siapa pelaku, siapa korban dan siapa yang menyebarkan video berkonten porno itu.
Dalam kasus Hanna ada beberapa kemungkinan, semisal video tersebut dibuat oleh orang lain dengan menggunakan nama akun Hanna Anisa. Buktinya, media massa belum bisa memverifikasi siapa Hanna Anisa sebenarnya. Asumsi kedua, benar bahwa “film” mini itu dibuat oleh orang yang disebut bernama Hanna Anisa, terlepas motif dan kronologisnya sampai beredar ke kanal yang bisa diakses publik.
Lalu, respon Hanna Anisa yang belum jelas kebenarannya. Walau dalam sebuah akun media sosial, seorang yang mengaku Hanna membantah tuduhan itu. Sayangnya akun itu belakangan juga tak dibuka untuk warganet.
Hanna dengan usia yang muda menjadi pemantik degradasi moral di kalangan milenal. Ini tentu masalah serius yang harus dipikirkan oleh semua pihak. Persoalan moral, bukan hanya menjadi tanggungjawab institusi perguruan tinggi, namun jauh lebih dalam yakni tanggungjawab pribadi. Dimana, pasangan non muhrim itulah yang menjadi objek pelaku utama.
Dari sini, dapat diurai bahwa tantangan bangsa ini soal moral menjadi semakin nyata dan serius. Bisa dibayangkan, sebagian generasi milenal berperilaku layaknya suami istri yang belum sah secara aturan agama dan negara. Tampaknya, ini menjadi dampak negatif dari teknologi yang begitu pesat menyebar budaya barat ke tanah air. Di barat, pasangan bebas melakukan hubungan seksual tidak dipersoalkan. Namun, negeri ini melarang perbuatan asusila itu. Dalam konteks agama, hukumnya haram dan dosa besar.
Apakah generasi sejenis ini yang diharapkan untuk memegang estafet pembangunan?
Penegakan Hukum
Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya sudah memulai penyidikan. Tentu, rakyat berharap polisi bisa mengusut tuntas siapa pelaku adegan syur itu. Jauh lebih penting, polisi menangkap orang yang menyebarkan video itu. Bukankah video jenis ini tidak layak dikonsumsi oleh penonton tanah air? Ini harus menjadi salah satu fokus penyidikan polisi.
Jangan sampai, hanya pasangan itu saja yang dijerat hukum, sedang orang yang menyebarkan video itu masih bisa menghirup udara segar, menonton televisi dan menyebarkan video yang sama pada waktu lainnya.
Sehingga, penyidikan kasus ini tuntas dan dapat menjadi efek jera bagi pelaku. Terpenting, kasus ini bisa menjadi renungan bagi seluruh generasi milenal tanah air. Sehingga, pada akhirnya tidak terjadi lagi perbuatan yang sama.
UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Pornografi menjadi senjata ampuh untuk menyidik kasus ini. Hanya saja, pelaku penyebaran video dan pemeran utama tokoh itu diharapkan dapat diusut tuntas. Jangan sampai ada yang tersisa dan bebas menghirup udara serta menyebarkan konten porno lainnya di negeri ini.
Sikap profesionalisme polisi dalam penyidikan kasus ini sangat ditunggu rakyat. Jurubicara Polda Metro Jaya, Kombes Pol Raden Prabowo Agro Yuwono mencoba menggaransi polisi akan mengungkap kasus itu hingga tuntas, (Okezone.com, 26 Oktober 2017).
Penegakan hukum tanpa pandang bulu ini salah satu upaya untuk menjaga moral anak bangsa. Hukum tentu mengatur tatanan dan nilai sosial, dari sini pula hukum berkontribusi memperbaiki tata moral, perilaku dan sikap.
Kasus Hanna Anisa menjadi pemicu untuk semua pihak merenung, bahwa dalam konteks pornografi, media massa sejatinya memfokuskan diri pada pelaku penyebaran video dan aktor dalam waktu bersamaan. Fokus ini menggiring opini masyarakat bahwa tindakan keduanya salah dimata hukum negara dan hukum Tuhan. Sangat naif, ketika media massa memfokuskan diri pada konten video itu sendiri. Karena akan memicu rasa ingin tahu masyarakat untuk mencari video itu dan menontonya.
Renungan lainnya tentu bagi orang tua, sepatutnya mengawasi perilaku anak secara berkelanjutan. Layaknya menanam tumbuhan, tentu butuh perawatan, pengawasan, pemupukan dan lain sebagainya. Agar sayur tumbuh subur dan indah. Begitu pula merawat anak, tentu butuh pendampingan sepanjang waktu, hingga dia dipastikan bisa mandiri (menjaga diri sendiri).
Bagi generasi muda, sedapat mungkin menghindari pergaulan bebas. Hanna salah satu contoh, jika pun Hanna nyata, taruhannya nama baik dan kehormatan pribadi dan keluarga yang tercoreng akibat video tersebut. Suatu kemuliaan yang wajib dipertahankan seseorang adalah kemuliaan dirinya dan keluarganya. Ini hanya bisa dilakukan jika moralitas sebagai palang utama interaksi sosial berfungsi dengan baik. Tidak terkisis oleh derasnya informasi dan teknologi tanpa henti.
ever be trending topic
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit