Warung Kopi Chek Yuke

in indonesia •  7 years ago 

*Education is not the learning of facts, it’s rather the training of the mind to think.*. -A. einstein

Memulai menulis bukan yang rumit atau sulit, tapi memulailah yang membuatnya terasa payah. aku pribadi mengalami kesulitan dalam hal apapun jika dikaitkan dengan memulai.
tidak heran kenapa jalan setapak itu menjadi jalan favorit orang-orang. mereka yang mengikuti tidak pernah mengalami sensasi yang dirasa pejalan pertama yang membuka jalur dijalan tersebut.

aku memulai menulis ini, karena ingin menulis. kebanyakan tulisanku berakhir dalam recycle bin Redmi A4 ku ini.
!
aku mulai,
sore ini aku seperti kebanyakan hari-hari, di warung kopi Chek Yuke, Lampineung. awalnya janji bersama seorang kawan, namun dia membatalkannya tiba-tiba. aku merasa sedikit senang ketika dia membatalkannya, dalam niatan ku ingin memainkan lagi Mobile Legend. alhasih aku duduk minum kopi saja, dengan mendengar lagu Car Radio punyanya 21pilots.
lagu ini telah berulang-ulang aku dengar, aku sering menggunakan mode repeat, aku tidak tahu kapan kebiasaan ini mecandu. untung aku memakai headset, jika tidak mereka yang mendengar akan komplain, kupastikan bukan mereka benci atau tidak suka dengan lagu itu, tapi lebih kepada ingin ada yang baru tidak itu-itu saja.
aku pikir tidak ada yang salah dengan itu-itu saja. itu-itu saja menjadikannya sebagai rutinitas yang jika bisa dipahami dalam melakukan yang itu-itu saja dapat menjadi intuitif. kawan ku bilang intuisi bukanlah rutinitas.

Di Chek Yuke aku duduk ditempat biasa, di meja saf kedua berdekatan dengan tembok belakang Hip Burger, posisi duduk ku pun sama, membelakangi layar proyektor yang hanya digunakan pada saat Marc Marques bertanding dan adanya laga bola yang menarik untuk membuka AONcash. aku memilih duduk menghadap para pelangan Yuke masuk. entah, tapi aku merasa aman jika melihat orang lalu-lalang.

sesekali aku melihat barista menyaring kupi lalu menyeduhnya ke beberapa gelas. ya barista, orang yang meracik kopi. jika para fans kopi pahit merasa risih dengan penyebutan itu, aku merasa tidak masalah atau jika para penganut kopi manis tidak ingin sifat konservatifnya terggangu karena ku ubah nama "awak sareng kupi" dengan barista, aku juga tidak merasa bermasalah.

tindakan itu-itu saja yang dilakukan berulang-ulang membuatnya mahir dalam menyeduh kopi dengan penyaring yang lumayan panjang dan mirip kaos kaki, dengan tangan meninggi saat menyaring barista itu menuangkan kopi ke dalam gelas, semakin tinggi saat menyaring semakin banyak buih dalam gelas kopi itu, katanya semakin gurih. aku tidak tahun bagaimana rasa gurih itu.
pelayan yuke yang menunggu sambil bercanda dengan yang pelayan yang lebih tua darinya mengambil lima cangkir yang baru saja diseduh, sekali jalan dia membawa lima gelas, 3 tiga gelas ditangan kirinya, dua ditangan kanannya. diantar ke meja tempat dulunya menjual sate padang dekat balee shalat. pelayan itu menaruk gelas yang terisi setengah kopi, satu persatu. dimulai dari gelas dikanannya dulu, lalu mengambil gelas ditangan kirinya. kelima gelas kopi itu setengah kosong, hampir sama rata kekosongannya, kopi pancung itu disebut. para pelangan itu tidak mengacuhkan keberadaan pelayan tersebut. mereka asik dalam permainan Mobile Legend, membuat aku ingin bermain. mengikuti orang lain adalah kebiasaan orang-orang. entah kenapa demikian. era Android ini membuat ikut-ikutan adalah tren tersendiri. bisa jadi ingin tidak dianggap kolot, kurang pergaulan, kuno, atau ngak update.

belum beranjak dari meja tadi pelayan tadi sudah menerima pesanan lagi, satu kopi pancung, satu sanger pancung, dan dua es kosong. kenapa pelangan Chek Yuke ini doyan dengan yang pancung-pancung. aku juga demikian. aku memilih kopi pancung karena kebiasaan pesanan ku begitu.
pelangan itu duduk di meja depan ku, mereka berdiskusi biasa, tidak serius-serius kali. mereka terus berbicara walau matanya teralihkan tiga mahasiswi, mereka tetap berbicara. ketiga mahasiswi duduk di meja belakang kananku, aku tidak memperhatikan wajah mereka karena aku sedang menulis ini, yang nampak sedikit mereka menenteng tas ransel, itulah kenapa aku label mereka mahasiswi.
pelangan depanku yang duduknua menghadap kearahku membuka tas kecilnya, dikeluarkan tembakau takengon, begitu kata-kata orang. dia melinting tembakau itu tanpa harus melihat kearah tenbakau dan papernya, aku teringat sang Pan.

kebiasaan mereka membuat mereka ahli dalam hal tersebut. tak perlu lagi perhatian khusus untuk melakukan seuatu yang dilakukan berulang-ulang. kita sebagai manusia bisa melakukan pemograman diri kita pribadi tanpa harus melakukan beberapa perintah, seperti auto do. hal tersebut membuat aku teringat dulu sewaktu bolos sekolah untuk bermain domino, aku teringat ada seorang lelaki setengah abad yang mapu menghitung jumlah domino dalam hitungan detik, aku bisa melakukan hal tersebut hanya untuk sepasang anak domino bilangan satu, sedangkan bapak itu delapan anak domino yang berhasil dijumlahkan tidak kurang dari seperempat menit.

kubakar rokor Sampoerna dan kuteguk lagi kopi ku yanh semakin dingin dan menipis. aku masih mendengar Car Radio walau sesekali aku mendengar cekikikan para mahasiswi dibelakangku,

oh my too deep please stop thinking, i liked it better when my car had sound

lirik itu yang terdengar tadi, aku telang mengulang lagu ini dari jam setengah empat tadi dan kini jam di Redmi ku menunjukan 5:46 PM. untuk beberapa saat aku kehilangan lagu ditelingaku disaat terlalu serius menulis ini,
mungkin begitulah manusia, dia bisa saja kehilangan sesuatu yang sangat dekatnya jika tidak diberikan perhatian. fokus membuat kita kehilang sesuatu untuk mendapatkan sesuatu.
!

kini, aku kehilangan sesuatu untuk menulis, munhkin efek dari langit mendung. tak ada hujan juga angin. aku mikir apa lagi yang harus aku tulis. para pelayang sibuk. ada yang menghitung jumlah pesanan, ada yang menyapu, ada duduk santai menikmati sebatang rokok. sesekali menyapaku, kusapa balik. dulu aku sangat ingin menjadi penulis, tapi semakin aku menulis semakin aku ragu untuk menjadi penulis, semakin banyak aku menulis semakin penuh tong sampah smartphone ku, pula aku tahu bahwasanya menulis saja tidak membuat aku menjadi penulis, semakin aku berpikir seperti itu semakin aku jauh dari keinginan itu. seperti yang sering aku pikir, semakin aku tahu semakin aku tidak tahu.
!


**From Aceh with Love,** salam manis cucoe raja
Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Wow pasti enak ni kopi 😁😀

pap buy