Setelah perjalanan tujuh jam lamanya dengan L 300. Alhamdulillah, subuh tadi aku pun tiba di rumah di Lhokseumawe. Kepulanganku kali ini untuk menjemput ibu yang hendak kembali berobat ke Banda Aceh, setelah awal ramadhan lalu ibu gagal berobat karena mesin MRI di RSUZA rusak. Padahal saat itu ibu sudah berada di areal rumah sakit yang katanya bertaraf internasional. Pada akhirnya, ibu harus pulang dengan rasa kecewa. Tapi ya sudahlah, karena semua sudah Tuhan gariskan.
Keberangkatan ke RSUZA kali ini sesuai rujukan dari RSU Bunga Melati di Lhokseumawe. Dan ibu akan berangkat dengan ambulance tanggungan BPJS pada Kamis siang sekira pukul 14.00 WIB. Begitu kata petugas medis yang masuk satu jam sebelum keberangkatan. Sambung petugas, sebelum berangkat, agar semua keperluan segera dibereskan, termasuk operasional selama empat hari ibu dirawat inap di rumah sakit.
Ibu sudah sakit sejak sepekan sebelum ramadhan. Semakin hari kondisi ibu kulihat belum ada perubahan, bahkan ibu semakin kurus. Wajah ibu lesu, senyum yang dulu sering kulihat, pun mulai meredup. Keseharian, ibu hanya bisa tidur di dipan kayu, atau duduk di teras di atas kursi roda pemberian pamanku. Sejak kedua kaki ibu lumpuh, ia sudah jarang makan, bahkan segala aktifitas rumah ia sudah tidak melakukan lagi. Padahal, sebelumnya ibu dikenal sangat aktif.
Sudah 30 menit lebih kami menunggu untuk berangkat, tapi ambulance belum juga tiba. Ibu sudah kulihat sudah mengeluh, aku coba tenangkan. Kataku, sebentar lagi ambulance pasti tiba. Biar tidak asal ngomong, aku turun untuk memastikan. Dan ternyata ambulance memang belum tiba. Kata petugas medis, sopir sedang istirahat karena semalam juga baru pulang dari mengantar pasien ke Banda Aceh.
Dua batang rokok sudah kuhabiskan sembari aku menunggu ambulance datang, tapi sampai ujung puntung rokok ketiga, ambulance belum juga datang. Aku hanya mendapat kabar, kalau ambulance sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Bergegas aku kembali ke kamar ibu di rawat, dan berita itu segera kusampaikan. Dan semua kami sudah bisa bersiap-siap.
Tepat pukul 14.58 WIB ibu pun dinaikkan ke dalam ambulance. Tidak butuh waktu lama, sekira tiga menit berlalu, raungan sirine ambulance pun terdengar sepanjang jalan menuju arah Banda Aceh. Selama itu pula, ibu hanya mampu berbaring tanpa banyak kata. Aku pun tidak lekang dari sisi ibu selama perjalanan. Seingatku, hanya dua potong roti yang ibu minta hingga ambulance berhenti di depan mesjid Tringgadeng.
Sembari menunggu perawat pendamping menunaikan salat ashar, ibu minta aku mengupas seulas apel. Tanpa banyak kata, apel kukeluarkan dari plastik, kubelah seperlunya, kukupas, dan kesiapan ke mulut ibu. Ibu menatapku sambil mengunyah apel yang sudah di mulutnya. Sejenak kemudian, ia meminta air untuk melepas dahaganya. Aku pun menuruti apa maunya ibu.
20 menit sudah kami habiskan, lalu ambulance pun kembali melaju dengan kecepatan penuh, dan masih tetap dengan raungan sirine. Agar tidak pening, aku terus saja meminta ibu untuk memejamkan matanya agar ibu tertidur. Sementara aku pun berbaring di sampingnya hingga ambulance masuk ke pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUZA.
Seperti lazimnya pasien, sesampai di RSUZA semua harus mendaftar sebagai syarat agar mendapat pelayanan, jika tidak, hingga mati pun kita boleh menunggu, dan pelayanan tetap tidak akan kita dapatkan. Dan Alhamdulillah, akhirnya walau pun tidak ada kamar, setidaknya ibu masih ada tempat untuk berbaring di IGD hingga besok.
Sedangkan di luar masih banyak pasien lain yang belum kebagian tempat untuk dilayani. Semoga urusan kesehatan di Aceh bisa cepat selesai.[]
Semoga cepat sembuh. Amin ya Allah.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit