Balada Pengguna Aplikasi Chatting
Hi hi steemians! Senang rasanya dapat kembali menyapa kalian walau di tengah malam beku begini. Ya, hujan masih betah mendominasi cuaca akhir-akhir ini. Untunglah, sikon seperti ini cukup membantu dalam mengumpulkan ide dan inspirasi menulis.
Kali ini aku ingin sedikit bercerita dan berbagi satu fakta menarik yang mungkin sudah atau tengah dialami namun tak semua menyadari. Perihal kebiasaan gonta ganti platform chatting nih. Widih!
Berawal dari postingan temanku di story whatsappnya. Ia bercerita mengenai kegundahan dan keinginannya untuk menghapus aplikasi chatting yang tengah digunakannya tersebut. Ia beralasan bahwa pengguna yang sudah terlalu banyak dan berlebihan cukup mengganggu baginya. Aku sepemaham dengannya karena memang pernah merasakan.
Beberapa waktu lalu sebelum aku memutuskan untuk hijrah ke whatsapp. Aku sudah menghapus beberapa aplikasi serupa yang dirasa sudah kurang daya tariknya. Bukan tentang inovasi yang kurang sehingga berujung bosan. Atau bahkan app baru dirasa lebih menggiurkan. Kali ini lebih kepada merebaknya "virus alay" yang kadung meleber di tiap sudut akun bbm atau line milikku sebelumnya.
Virus alay yang kumaksudkan di sini ialah banyaknya pengguna media tersebut yang cenderung menggunakannya secara berlebihan. Mereka tidak lagi memahami tujuan dan kaidah dasar dalam tata cara pemakaiannya. Sudah over hingga akhirnya malah bikin kitanya susah bener. Bagaimana tidak? Harusnya bahas yang penting, malah nyemak ngeshare pesan unfaedah bahkan hoax. Belum lagi spam-spam tak jelas yang kadang suka bikin ingin ngr*-gas.
Sumber
Begitu pula yang akhir-akhir ini terjadi dengan aplikasi chatting whatsapp. Dulunya, pertama kali aku mengenal app ini. Jujur saja aku cukup mengapresiasi karena app ini tidak banyak memberikan inovasi berlebihan yang ujungnya malah memantik semangat para alay. Namun kemudian entah mengapa makin ke mari makin banyak saja pengguna whatsapp yang hadir. Padahal dulunya hanya mereka yang berstatus bapak-bapak atau ibu-ibu yang doyan. Kini hampir semua kalangan sudah punya akun whatsapp.
Ternyata alasannya adalah penggunaan yang lebih mudah. WA cenderung lebih kencang dibanding dengan BBM atau Line dalam hal berkirim pesan maupun videocall. Tak perlu menunggu jaringan seluler penuh, pesan dengan mudah sudah terkirim. Tidak seperti BBM yang sering pending atau Line yang hobby gagal. Apalagi munculnya inovasi "story whatsapp serupa snapgram jelas berhasil memikat para pengguna.
Sumber
Namun lagi lagi, pengalaman terulang. Apa yang sempat kutakutkan dulu benar terjadi. Polanya sama seperti kisahku sebelumnya. Membludaknya pengguna app ini menyebabkan merebaknya alayers yang kemudian mengganggu ketentraman sebagian umat pengharap kedamaian dalam berchatting ria.
whatsapp sudah dipenuhi BC (Broadcast Message) tak tentu arah. Tak apa bila yang dishare berita atau informasi penting (kebiasaan berbagi link steemit termasuk positif yak😂 walau kadang sering nyemak). Lah ini kebanyakan cuma sederet kalimat berbau candaan atau malah provokatif. Wah yang terakhir bahaya nih! Makanya tak jarang sekali buka pesan isinya sudah beratus-ratus. Harusnya akan dapat info penting malah terbenam dengan setumpuk pesan tak penting. Seringnya tak terbaca tapi malah bikin susah. Nutupi yang dicari dan dimaui. Ah, begitulah..
Kalau sudah begini, jangan salahkan kami jika ingin meninggalkan dan berpaling ya!
Salam hangat
@putrianandass
iya. aku ngerasa sudah banyak spam utk di terima dan terakhir ponsel jadi lelet. ditambah dengam aplikasi yang menggiurkan yang di tayangkan di instagram, jadi pengen nambah app. tapi pas di coba eh.. gak huna.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Wahahah maklum la cuk. Memang sudah penyakitnya😂 ya nikmati saja utk saat ini. Karena pun masih butuh dengan satu app chatingan terakhir ini.. yg lain uda kadung dihapus 😂
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit