Hari ini, sebagian dari mahasiswa Fisip UTU mengikuti proses wawancara seleksi penerimaan beasiswa Bank Indonesia (BI). Program beasiswa ini ditujukan kepada kalangan mahasiwa kurang mampu berprestasi, khususnya dari jurusan ilmu-ilmu sosial.
Saya sebenarnya bukan tim penyeleksi, tapi sempat mengikuti prosesi wawancara sejenak. Yah, untuk sekadar meramaikan saja.
Proses wawancara dilakukan layaknya ajang curhatan. Tim penyeleksi mengajukan beberapa pertanyaan mendasar, seperti bagaimana kondisi orang tua, pekerjaan, tanggungan hidup, prestasi yang pernah dicapai dan sebagainya.
Menarik dan mengharukan sekali. Ternyata, menempuh pendidikan itu memang butuh proses yang tidak mudah. Khususnya bagi para pencari ilmu dari kalangan tak mampu. Berbagai macam alasan ekonomis dan pribadi harus dihadapi oleh sebagian mahasiswa ini untuk tetap mampu bertahan di bangku perkuliahan.
Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang bercerita dengan mulut bergetar, mata berkaca-kaca, raut wajah yang tegang, dan menangis tersedu-sedu ketika harus memaparkan alasan mengapa mereka butuh beasiswa itu.
Dari wawancara sekilas, saya dapat menemukan beberapa alasan krusial yang membuat beberapa mahasiswa pendaftar beasiswa ini layak untuk memperoleh beasiswa. Saya berharap, ini mampu menjadi motivasi bagi lainnya supaya paham mengenai bagaimana jerih payahnya menempuh pendidikan.
Alasan Ekonomi
Ini adalah alasan utama sebagian mahasiswa mengharapkan beasiswa. Kondisi finansial keluarga yang tidak memadai karena pekerjaan orang tua sebagian besar adalah buruh tani, wiraswasta, atau kuli bangunan. Sedangkan tanggung jawab dalam keluarga sangat besar.
Sehingga beberapa di antara mereka harus bekerja part time untuk menambah jajan yang sebulan hanya berkisar 100rb-500rb per bulan, atau bekerja demi membayar uang kuliah mereka. Seperti jualan sayur, staff di percetakan, rental fotokopi, dll.
Orang Tua yang Membiayai Sudah Tiada, Sakit, atau Lanjut Usia
Ada juga mahasiswa yang ayah atau ibunya sudah meninggal sehingga tanggungan kuliah dibebankan pada ibunya, yang hanya IRT biasa. Sedangkan mereka juga punya adik atau saudara lain yang juga butuh biaya hidup. Terkadang, untuk sekadar mendapatkan biaya kuliah harus sampai menggadaikan tanah atau kerja apapun yang halal, sehingga bisa menyicil biaya perkuliahan.
Ada juga orang tua yang sakit, sehingga tidak mungkin membiaya kuliah. Sehingga mahasiswa ini pun berusaha untuk bekerja menjual sayur yang dikirim dari kampung tanpa merasa gengsi dan malu.
Mahasiswa Korban Pernikahan Orang Tua
Ini juga kisah lain yang mengharukan. Ada juga mahasiswa yang harus bertahan hidup dan menjalani kuliah dengan jerih payahnya sendiri, hidup mandiri terpisah dari orang tua, karena tidak ingin terikat dengan kehidupan keluarga baru orang tuanya. Bagi saya pribadi, beban mental atau psikisnya lumayan berbeda dan berat dari yang lainnya. Selain ia harus mengelola perasaannya terhadap kondisi keluarga barunya, konflik yang dihadapi, dia juga harus siap menjalani beban hidup sendirian. Biasanya, mahasiswa seperti ini yang mampu bertahan dengan gejolak kehidupan keluarganya akan tumbuh sebagai pribadi sukses yang kuat. Semoga saja.
Saya pribadi sungguh malu, karena sedari kecil saya tidak pernah merasakan kesulitan berarti dalam menjalani pendidikan. Alhamdulillah jika saya dapat menjalani kuliah dengan baik.
Sehingga hari ini, saya mendapatkan pembelajaran berharga dari adik-adik mahasiswa yang benar-benar mampu berjuang dengan penuh semangat untuk melanjutkan kuliah, di tengah-tengah permasalahan yang dihadapinya.
Maka benar, bahwa pendidikan itu adalah hak yang harus dirasakan oleh setiap warga. Tanpa terkecuali.
Untuk itu, ada sebuah ungkapan mengatakan:
"Jika Kamu tidak dapat menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya Kebodohan."~Imam Syafi'i~
Selelah-lelahnya menuntut ilmu dengan berbagai persoalan yang ada, jika tidak mampu bertahan pada kelelahan itu maka harus bersiap menanggung kebodohan, ketidaktahuan, dan kesempitan hidup.
Fa inna ma'al 'usri yusra. Setelah kesulitan ada kemudahan.
There will be a rainbow after the rain.
sukses mbak
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih..:)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
pengorbanan demi kesuksesan
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Iya Pak. :)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Iya Pak. :)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Saya pribadi merasa malu dengan mereka yang serba kekurangan dan terbatas tapi berjuang untuk pendidikan mereka, sedangkan saya yang insyaAllah berkecukupan malah lalai dan tidak menggunakan kesempatan umur dengan sebaik baiknya. Dari cerita diatas saya banyak dapat pembelajaran sangat inspiratif storynya bu @putrimaulina90.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Nah. Semoga merian bisa lebih fokus kuliahnya ya. Sy juga banyak dapat informasi ttg teman di KPI yg susah payah jg berjuang utk kuliah..merian harus bisa kayak mereka jg. 😊
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Semoga sukses selalu..... Bg na ata baro shpere lg steemit na berita inn
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kata-kata sungguh menyayat hati, sering sekali banyak anak-anak yang putus pendidikan karena persoalan biaya. Mereka harus struggling dan fighting untuk tetap menjalani hidup. Namun itulah cara itu bisa mandiri dan melihat secercah cahaya Indah di masa depan. Semoga mahasiswa diterima bisa menggunakan beasiswa itu untuk keperluannya.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit