Sama seperti bab-bab sebelumnya, saya akan meriview buku Acehnologi volume kedua yang berjudul Antropologi Aceh, dimana saya sedang mengikuti materi Antropologi sebagai salah satu mata diperkuliahan. Pengertian Antropologi yang saya dapati adalah memahami fenomena kebudayaan yang hidup di dalam pedesaan atau masyarakat terpencil dan bagaimana masyarakat menciptakan hukum mereka sendiri. Di dalam Antropologi kita dapat memahami bahwa semakin tradisional seseorang semakin sulit untuk dipahami dan Antropologi mempelajari simbol-simbol di dalam masyarakat. Seperti Takengon, seorang antropolog harus memahami baunya aroma kopi dikampung tersebut.
Terdapat beberapa hal yang harus dipahami para peneliti di dalam melihat tradisi di Aceh, seperti halnya seorang sarjana internasional yang akan meneliti tradisi di Aceh akan menghubungi sarjana lokal baik sebagai supir dikarenakan mereka yang belum mengetahui lokasi-lokasi yang terdapat di Aceh itu sendiri, ataupun sebagai penerjemah yang mungkin mereka memasuki daerah terpencil yang akan sulit untuk memahami bahasa diperkampungan tersebut, dan kita juga mengetahui bahwa di Aceh memiliki bahasa-bahasa yang sangat beranekaragam. Para peneliti yang berasal dari luar Aceh terkadang merasa kewalahan dalam mencari data yang terdapat di perkampungan, dan itu dapat dilihat di dalam tulisan mereka, dikarenakan data yang mereka dapati selalu tidak cukup ketika mereka melakukan penelitian di Aceh. Hal tersebut bisa disebabkan karena sulitnya para peneliti untuk mendapatkan data yang bersifat membahayakan citra Aceh terkadang tidak diberikan kepada para peneliti oleh warga sekitar. Dan bahkan para peneliti tidak mengetahui bagaimana cara menghadapi masyarakat yang terdapat di dalam perkampungan, mereka menganggap bahwa masyarakat Aceh telah merubah kebudayaan mereka setelah terjadinya tsunami pada tahun 2004 silam. Padahal di beberapa wilayah seperti di pembukitan, orang Aceh masih dengan kehidupan yang serba Aceh.
Di Aceh tanpa disadari warga asing mulai masuk ke Aceh dengan cara legal maupun ilegal, bertujuan untuk tinggal di Aceh ataupun untuk mencari penghasilan di Aceh dan tidak sedikit pula yang bertujuan untuk mengambil hasil bumi di Aceh untuk dibawa ke luar negeri dan pengambilan atau pengangkutan tersebut atas dasar pengetahuan dari pemerintah setempat. Hasil bumi yang di angkut bisa berupa hasil mentah yang tidak diolah di Aceh. Namun telah dilakukan operasi penangkapan terhadap warga asing tetapi tindak tersebut tidak membuat mereka berhenti sampai disitu, melainkan mereka terus berdatangan dengan jumlah yang semakin bertambah. Dengan kejadian tersebut seharusnya perlu dicermati atau mendapat perhatian lebih dari pemerintahan. Terlepas dari penilaian satu sisi terhadap warga negara asing, terdapat juga hal positif yang didapatkan dari hasil penelitian oleh peneliti luar, yaitu mereka mapan baik secara teori maupun secara materi. Seperti, banyak yang dari mereka mendapat perhatian khusus dari kampus bisa disebabkan karena mereka bersikap mudah bergaul, sopan, bahkan rajin, dan lain sebagainya. Tugas Antropolgi Aceh disini adalah ingin mendalami lebih dalam lagi mengenai kebudayaan yang dihasilkan oleh rakyat Aceh, hingga rakyat Aceh mampu bertahan terhadap segala jajahan ataupun sebagainya.
Beberapa hal yang harus dipahami di Aceh, seperti persoalan bahasa, di Aceh cenderung menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi mereka sehari-hari. Tidak semua masyarakat di Aceh menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa komunikasi mereka sehari-hari. Melalui kekayaan bahasa dan budaya di provinsi Aceh, yang jarang di bahas oleh para peneliti ini dapat dijadikan hal yang mendasar untuk ilmu Antropologi Aceh. Dan ini adalah salah satu tugas antropologi di Aceh untuk menjelaskan kebudayaan masyarakat di pegunungan dan di pesisir yang dapat memperkuat kajian Antrologi di Aceh itu sendiri. Dengan demikian dapat memperkenalkan budaya pada generasi muda melalui ilmu Antropologi. Di dalam provinci Aceh yang sangat mempengaruhi di antara mereka adalah sistem religi, bisa disebabkan karena mayoritas penduduk Aceh adalah Islam, dan kesadaran sosial masyarakat Aceh adalah Islam. Identitas Aceh yang sangat dikenal oleh masyarakat luar salah satunya melalui makanan, seperti Mie Aceh. Setiap orang yang datang ke Aceh dari berbagai daerah cenderung akan mencari makanan khas Aceh seperti Mie Aceh yang di Aceh sendiri sangat mudah ditemui, bukan hanya di Aceh tetapi Mie Aceh ini sudah sampai ke daerah yang lain seperti halnya Jakarta. Contoh gambar Mie Aceh yang merupakan makanan khas dari Aceh,
https://www.google.co.id/search?client=ucweb-b-bookmark&oq=gambar+mie+aceh&aqs=mobile-gws-lite..&q=gambar+mie+aceh
Contoh diatas merupakan salah satu cara membangun teori di dalam kajian Antropologi Aceh. Salah satu fungsi utama Antropologi Aceh adalah merubah cara pandang masyarakat Aceh agar lebih mengarahkan pada konteks kekinian, tanpa mempengaruhi pola pikiran mereka mengenai religi atau tanpa mempengaruhi agama mereka.