Pada kali ini saya akan mereview mengenai bab ke 23, yang terdapat di dalam buku Acehnologi volume ketiga. Bab 23 ini berjudul Jejak Spirit Aceh. Menurut saya bab ini merupakan bab yang penting untuk digali karena pada bab ini membahas apa saja yang menjadi kekuatan atau spirit orang Aceh. Tradisi kekuatan spirit yang masih ada pada saat ini salah satunya adalah tradisi meugure atau menuntut euleume yang artinya menuntut ilmu. Tradisi meugure tersebut sudah jarang kita temui jika dilihat diperkotaan, bukan hanya itu jika dilihat di perkampungan yang menuntut ilmu mayoritasnya anak-anak. Alasan mengapa yang menuntut ilmu bermayoritas anak-anak bisa dikarenakan para pemuda sibuk dalam mencari penghasilan atau untuk melanjutkan jenjang pendidikan. Jika dilihat di perkotaan anak muda jarang terlihat meugure bisa dikarenakan dianggap telah ketinggalan zaman ataupun sebagainya. Di tempat saya, Leng Bata kota Banda Aceh sendiri menuntut euleume pada Gure atau Tengku masih ada, namun ketika saya ikut kedalamnya hanya saya usianya yang termuda, dimana yang meugure adalah kalangan ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Berikut gambar balee berlokasi di Leng Bata kota Banda Aceh yang dijadikan untuk menuntut ilmu,
Yang dapat ditanyakan apakah orang Aceh mampu menggali lagi aspek-aspek fondasi spirit Aceh ? Ketika saya baca di dalam buku Acehnologi volume ketiga halaman 760, dijelaskan bahwa cara menggali fondasi spirit Aceh berkaitan dengan ruang dan waktu. Jika dilihat dari kehidupan penduduk diperkotaan, mereka tidak memikirkan lagi aspek spirit Aceh , dimana mereka hanya memfokuskan pada cara-cara yang dapat memberikan mereka penghasilan. Bahkan jika kita lihat di perkotaan jarang kita temui mereka bersosialisasi atau berkumpul dengan orang-orang yang disekitar rumah mereka, alasannya sangat sederhana yaitu mereka sedang tidak ada ditempat kediaman mereka melainkan sedang berada ditempat kerja mereka masing-masing. Kehidupan masyarakat Aceh kini dapat kita lihat bahwa mereka lebih mengutamakan materi dan ini yang membuat spirit Aceh semakin sulit untuk dipertahankan.
Di dalam kajian spirit di Asia Tenggara, dikatakan bahwa spirit berada pada tiga kawasan , yaitu gunung, pepohonan dan sungai. Hasil dari saya mempelajari Antropologi Hukum memberikan saya pengertian mengenai hal tersebut, dikatakan dapat menguasai masyarakat jika sudah menguasai pegunungan. Maka dari itu jika ada ulama dari laut maupun sungai meminta disemayamkan di gunung ketika mereka sudah meninggal dikarenakan di gunung dianggap dimana spirit itu berkumpul, begitu pula pepohonan. Sedangkan sungai itu mediasi antara masyarakat laut dan gunung. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar spirit yang terdapat di dalam gunung, pepohonan dan sungai semakin besar pula wilayah yang dikuasai oleh spirit tersebut.
Pada zaman dulu spirit Aceh adalah ilmu pengetahuan, maka dari itu akal dan jiwa yang diberi tanggungjawab untuk mengatur negeri. Kemudian yang mengatur negeri berubah menjadi alam yang tidak dapat dibenturkan antara satu dan lainnya. Terdapat cara untuk memahami raykat Aceh yaitu melalui kajian Islam, dikarenakan rakyat Aceh bermayoritas Islam maupun tanah Aceh yang merupakan tanah para Aulia. Spirit kekuasaan di Aceh pernah hilang dikarenakan hilangnya otoritas kesultanan di Aceh. Namun, untuk membangkitkan kembali spirit bisa dilakukan melalui para pejuang dan budaya, bukan hanya itu perlu diadakan diskusi antara masa lalu dan masa sekarang. Untuk itu, sangat diperlukan untuk membangun kembali spirit Aceh yang dapat dijadikan fondasi bagi masyarakat Aceh untuk menghadapi penjajah, karena tidak tutup kemungkinan bahwa penjajah akan ada dimasa depan. Dapat kita lihat bahwa daerah luar mempunyai keinginan untuk memiliki tanah Aceh. Memperkenalkan spirit Aceh pada generasi muda juga diperlukan karena merekalah yang nantinya yang akan melanjutkan untuk mempertahankan Aceh.