Kekerasan Perempuan Jadi Budaya (Opini)

in indonesia •  8 years ago 

karikatur kekerasan.png
Jika di sebutkan kata perempuan maka terdapat banyak definisi didalam pikiran seseorang terhadap kata perempuan tersebut. dimana perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna sama seperti laki-laki yang merupakan makhluk ciptaanya akan tertapi diantara keduanya terdapat kriteria yang berbeda. laki-laki memiliki filosofi yang tangguh,kuat, perkasa dan sebagainya sedangkan perempuan memiliki filosofi penyayang,lemah,lembut,dan lain-lain.sehingga sangat jelas perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Perempuan merupakan simbol keindahan bagi kaum adam sehingga jika perempuan tidak ada dimuka bumi ini maka dunia akan terasa hampa bagi kaum laki-laki.akan tetapi walaupun perempuan adalah simbol keindahan bagi laki-laki tetap saja ada kekerasan atau pelakuan keji yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan dikarenakan ketidaksetaraan kekuatan fisik antara laki-laki dan perempuan sehingga dengan mudahnya kaum Adam untuk dapat melakukan hal-hal yang di inginkannya. Ada beberapa hal kategori penyiksaan terhadap perempuan seperti pemerkosaan, pemukulan, serangan fisik terhadap perempuan dan juga memperbudak. kekerasan tersebut bukan hanya sebatas itu saja akan tetapi masih banyak kekerasan yang dapat dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap perempuan.

Kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dimulai karena adanya relasi kasta dalam hubungan manusia. Dimana di dalam konsep jenis kelamin terdapat relasi kasta, relasi tersebut dipercaya sebagai kodrat dan dikukuhkan oleh budaya dan agama maka segala ketidakadilan terhadap perempuan tetap akan lestari keberadaannya. Dalam hal ini begitu banyak pranata-pranata yang mengkondisikan laki-laki menjadi dominan, sehingga situasi tersebut menjadi legal dan dilestarikan melalui ajaran agama. Budaya ini meyakini bahwa laki-laki adalah superior yang diberi kekuasaan yang tidak terbatas, dan perempuan menjadi inferior, sehingga terjadi pembenaran terhadap laki-laki dapat menguasai dan mengontrol perempuan. Ideologi ini merupakan hasil konstruksi masyarakat yang menimbulkan berbagai masalah karena tidak adanya kesetaraan dalam relasi antar manusia. pemahaman ini juga bisa masuk dalam situasi berkeluarga dikarenakan setelah menikah, istri adalah milik suami sehingga dapat membuat perilaku suami menjadi tidak terbatas untuk menguasai dan mengontrol istri sesuai keinginannya .

pemahaman ajaran agama terhadap kedudukan seorang suami yang tinggi di dalam sebuah keluarga juga sangat mempengaruhi hubungan structural antara suami istri yang menjadikan prakondisi terjadinya kekerasan suami terhadap istri.Dalam hal ini pihak suami mempunyai keyakinan bahwa melakukan kekerasan kepada istri dibenarkan, begitu juga dengan pihak istri akibatnya jika perempuan mengalami kekerasan, perempuan akan cenderung diam atau tidak membatah.
Hal yang menjadi kendala bagi para perempuan dalam status keluarga iyalah kesabaran yang luar biasa dari istri, yang mana dalam diri mereka selalu muncul keinginan untuk memberikan kesempatan sekali lagi dan sekali lagi. sehingga Tampa disadari, pemberian kesempatan inilah yang menjadi boomerang bagi kaum perampuan. Disatu sisi perempuan berharap dengan diberikannya kesempatan tersebut membuat suaminya akan berubah dan kembali menjadi baik, namun sebaliknya pihak pria akan menilai pemberian kesempatan tersebut sebagai ketidakmampuan perempuan untuk mandiri atau takut terhadap status (janda) atau kesendirian mereka. Oleh karena itu sikap ketergantungan kepada suamilah yang membuat istri tidak berdaya, dan tidak berani menunjukkan bahwa seorang istri mempunyai hak untuk diperlakukankan secara baik dan terhormat. Dengan sikap seolah-olah seorang istri rela diperlakukan kasar dan dengan mudah memaafkan suaminya.
perempuan dalam segi realitas obyektif merupakan seorang perempuan yang memiliki tindakan penuh makna dan arti serta sebagai manusia kreatif dan cerdas,tetapi dalam praktek mendefinisikan perempuan hanya sebagai makhluk reproduksi, bukan sebagai makhluk produktif, perempuan diposisikan sebagai makhluk yang pantas dirumahkan, sebab bila keluar terlalu banyak resiko yang akan dialaminya dan juga secara normative tidak pantas di luar rumah. Strukturasi kekerasan terhadap perempuan prosesnya berjalan dimulai dengan penandaan atau signifikasi terhadap perempuan sebagai kelas sosial nomor dua setelah laki-laki diberbagai bidang kehidupan. penandaan tersebut kemudian dibingkai dengan interpretasi yang tertanam kuat atau terinternalisasi. penandaan atau simbol perempuan sebagai kelas dua demikian sudah ada tertanam di dalam nilai-nilai budaya masyarakat, seperti terjadi dalam budaya pendidikan, budaya makan, budaya rumah tangga cenderung bias gendernya. hasil simbolisasi demikian di perkuat dengan dominasi kaum laki-laki yang memposisikan kaum perempuan sesuai seleranya.

perempuan dibuat posisinya teralienasi yang dikuatkan dengan kelembagaan (keluarga,perkawinan,agama,ekonomi,budaya dan politik) yang tujuannya untuk melestarikan kekuasaan laki-laki, dengan memposisikan perempuan menjadi terdominasi,tersubodinasi atau terekploitasi. Selanjutnya kondisi demikian dilegitimasi dengan norma-norma seperti pantangan,pamali, dosa tidak pantas (istri menentang suami) yang berlindung dari ajaran agama dan budaya. Akhirnya konstitusi dari masyarakat dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan ada dalam koridor kekuasaan laki-laki dan sengsi yang memihak laki-laki, seperti kutukan atau sangsi.

pengontrolan suberdaya ekonomi yang dilakukan laki terhadap perempuan yang mengatas namakan keluarga sebagai ikatan yang membuat perempuan seolah-olah terlindung. akan tetapi struktur yang sudah terpolakan dalam masyarakat bahwa laki-laki adalah pelindung bagi perempuan sering menyebabkan kerugian bagi kaum perempuan, karena perempuan menggangap laki-laki sebagai pelindungnya dan sudah menjadi bagian dari kehidupannya, maka mereka hanya dapat menerima apapun yang terjadi dari segi kekerasan dan hal sebagainya yang menimpa pada diri mereka.

Sistem patriaki yang menjadi dasar pola-pola dalam masyarakat untuk mengontrol bidang-bidang kehidupan perempuan, nilai-nilai, norma, adat-istiadat, dan aturan-aturan kemasyarakatan yang mendefinisikan perempuan lebih rendah dari pada laki-laki, hal itu pula yang menyebabkan laki-laki mempunyai kekuasaan dan control terhadap perempuan yang dapat ditemukan di setiap lingkungan pergaulan yaitu dalam keluarga, pergaulan sosial, Agama, hukum, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. walaupun demikian, bentuk kekuasaan dan control laki-laki terhadap perempuan berbeda-beda dalam setiap masyarakat di dunia, akan tetapi walaupun sifat dan kadarnya berbeda-beda tetap akan tergantung pada konteks ruang dan waktu.

perempuan menghadapi bentuk kekerasan yang khas seperti permerkosaan atau bentuk-bentuk penyalahgunaan seksual lainya (seperti perdagangan perempuan, menggunakan perempuan sebagai upaya keberhasilan usaha), pemukulan, dan bentuk-bentuk kekerasan terselubung yang seringkali di abaikan perempuan itu sendiri.
Tindakan kekerasan terhadap perempuan tidak akan pernah berhenti terjadi selama system patriarki sebagai kebudayaan yang menjadi acuan berfikir, bersikap, dan juga masih berlaku pada masyarakat manusia.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!