Suatu pagi, di minggu kedua bulan Januari tahun 2018, sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, saya bersama-sama lima belas orang sahabat, bertolak menuju suatu pantai di sisi utara Pulau Sumba. Pantai yang akan kami tuju itu, belum pernah dikunjungi oleh para sahabat saya itu. Nama pantai itu pun belum pernah mereka dengar karena saya merahasiakannya. Maksud saya tidak lain hanya untuk memberikan surprise kepada mereka.
Saya mengambil posisi terdepan. Sambil menyetir sendiri, juga sebagai komando penunjuk jalan dan sekaligus guide buat para sahabat saya. Tiga buah kendaraan yang ditumpangi oleh mereka antre bergerak mengikuti arah kendaraan saya. Perjalanan kami ini diiringi oleh hujan rintik. Ini hal yang wajar-wajar saja, karena sedang musim hujan. Dari pagi, sang surya memang belum menampakkan wajahnya.
Setelah dua puluh lima menit perjalanan melalui jalan hotmix dari Tambolaka, ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya, tempat domisili kami, kami memasuki wilayah Desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara. Di situ kami mengambil haluan kanan ke arah utara. Pergerakan kami agak melambat karena jalannya masih perkerasan. Tapi kami menikmatinya karena sepanjang kanan dan kiri jalan tampak tanaman padi dan jagung serta ubi kayu yang hijau dan subur.
Sekitar dua kilometer sebelum tempat tujuan, perjalanan kami makin perlahan karena di samping kanan dan kiri jalan tidak bersih. Masih tampak seperti semak, yang didominasi rumput teyo kapudu (terjemahan harafiahnya, kotoran belalang) dan ilalang. Maklum jalannya jarang dilewati orang apalagi kendaraan.
Begitu tiba di pinggir pantai yang kami tuju itu, cuacanya mulai cukup cerah dan tanpa hujan, meskipun mataharinya masih diselubungi awan tipis. Para sahabat saya mulai berhamburan ke bibir pantai sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mereka rupanya kaget dan takjub. Mereka tidak pernah membayangkan ada pantai dengan profil dan performance seperti itu. Dapat dimaklumi karena baru kali itu mereka menginjakkan kaki di pantai tersebut. Sungguh sangat unik, menarik dan eksotis serta indah.
Pantai tersebut namanya Halete. Performance Pantai Halete memang sangat berbeda jauh dengan pantai-pantai umumnya yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba secara keseluruhan. Panorama dan pesona yang ditampilkan Halete memang lain dari yang lain.
Halete bukanlah pantai berhamparan pasir putih bersih. Tapi pantai batu lempeng dengan permukaan yang halus. Ukurannya beraneka ragam, mulai dari yang kecil, sedang dan besar sampai dua kali tiga meter. Panjang Pantai Halete ini dari ujung timur sampai ujung barat bisa mencapai tiga ratus meter lebih. Di sisi timurnya memang ada juga sepotong hamparan pasir putih.
Batu-batu lempeng itu tidak licin. Sehingga kami bisa mengayunkan langkah di atasnya dengan aman. Kami juga dapat duduk santai berlama-lama di atas batu ceper sambil selfi ria.
Sambil menikmati keunikan dan keindahan pantai itu, teman kami yang bernama Alfredo Ortega, berkomentar, “Pantai ini sangat unik. Barangkali inilah satu-satunya pantai berbatu lempeng di Pulau Sumba.”
Alfredo kemudian bertanya kepada saya, “Dari mana asal batu-batu ini ya. Kalau merupakan hempasan ombak, rasanya tidak mungkin.” Batu-batu itu memang berat dan tidak mungkin ombak itu yang membawanya ke bibir pantai. Di samping itu, sesuai yang saya amati sejak delapan tahun lalu, ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Pantai Halete, batu-batu itu pun tidak ada yang bertambah.
Pertanyaan Alfredo itu, tentu saja tidak bisa saya jawab. Kami berdua kemudian berdiskusi dan mereka-reka, jangan sampai pernah terjadi tsunami atau gunung api yang meletus di tengah laut di sisi utara Pantai Halete. Tapi kami juga ragu, karena kalau akibat tsunami dan gunung meletus, mengapa hanya di sekitar pantai itu saja yang ada batu lempeng. Mengapa di beberapa ruas pantai di wilayah utara Sumba Barat Daya itu, tidak ada juga batu lempeng yang sama. Akhirnya, kami berdua berkesimpulan, bahwa disamping meyakini bahwa itu adalah keajaiban Tuhan Yang Maha Kuasa, barangkali juga perlu mengajak ahli geologi untuk mempelajarinya.
Di sisi selatan Pantai Halete itu, sekitar tujuh puluh lima meter di atas daratan, juga terdapat hutan savana mangrove atau bakau yang hijau. Di bawah hutan ini terdapat danau air payau yang cukup luas. Sumber airnya berasal dari rembesan air laut melalui pori-pori atau lubang di bawah tanah. Danau ini merupakan habitat ikan air payau dan kerang. Hutan ini juga menjadi sumber udara segar di Pantai Halete.
Pantai Halete ini terletak di Desa Hameli Ate, Kecamatan Kodi Utara. Jaraknya dari Tambolaka tidak jauh. Jika jalan Pantai Utara sudah selesai diaspal, maka bisa ditempuh hanya dalam waktu dua puluh menit saja. Sayang sekali, jika Pantai seunik ini tidak dikunjungi oleh para wisatawan, terutama wisatawan minat khusus yang meminati ekotorisme.
Saat itu kami hanya sampai siang. Di samping karena angin yang cukup kencang, kami khawatir juga akan diguyur hujan. Setelah santap siang dengan lauk ayam panggang, yang kami panggang sendiri di bibir Pantai Halete, kami pun segera pulang.
Jika ada di antara pembaca yang hendak datang di Sumba Barat Daya, jangan lupa juga main ke Pantai Halete untuk menikmati uniknya batu lempengnya. Bukankah tidak ada di tempat yang lain?
Rofinus D Kaleka*)
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.kompasiana.com/rofinusdkaleka/5a58eb78caf7db2c9603ce42/uniknya-halete-pantai-berbatu-lempeng-satu-satunya-di-sumba
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit