Pada suatu hari, seorang mahasiswa tengah libur di semester ganjil, kita sebut saja namanya si Abang. Siabang ini sedang menjalani pendidikan di universitas UIN AR-RANIRY BANDA ACEH angkatan 2012. Pada semester ganjil siababang ini seadang libur selama satu bulan lebih, sebelumnya siabang ini merasa heran tidak pernah libur semester ganjil selama itu, dalam hati siabang bertanya. Karena terlalu liburnya timbullah pikiran siabang ini untuk pulang kekampung halamannya. Siabang ini berasal dari Aceh Singkil, Kabupaten Aceh singkil. Keesokan harinya siabang ini pun beranjak pulang kekampung halamannya.
Setibanya di kampung halamannya sibang ini memeluk adiknya yang berumur 8 tahun kelas Dua SD, selepas memeluk adiknya, siabag ini langsung mencium kedua tangan ibunya, dan sang ayah belum berada dirumah, karena belum pulang kerja dari kampung mereka dulu. Sebelumnya kampung halaman siabang ini beralamat di PEMUKA kecamatan Aceh singkil di tepi perairan sungai. Pada tahun 2000 kampung halaman siabang ini terjadi konflik Aceh sehingga pada tahun 2003 semua masyarakat pemuka bergegas pindah dari tepi air ke tepi aspal hitam.
Menunggu sang ayah datang dari kerja siabang ini tertidur sampai empat jam, ketika pukul 18 ; 15 sang ayah siabang pun datang, dan langsung si abang ini mencium kedua tangan ayahnya. Sang ayah membawa ikan dari sungai, siabang ini pun tidak sabar lagi menikmati ikan yang dibawa oleh ayahnya, dan siabang inipun langsung membantu ibunya memasak ikan tersebut.
Hari-hari berlalu pekerjaan siabang ini belum ada, ketika malam hari siabang ini mengajar adiknya mengaji, begitulah pekerjaan siabang ini selama dua minggu sebelum mendapatkan pekerjaannya. Tiga minggu telah berlalu, ketika orang tua siabang ini sedang memperbaiki jaring di depan halaman rumah mereka, siabang ini membantu orang tuanya memperbaiki jaring ayahnya, dan seketika itu siabang ini timbul ide nya, siabang ini bertanya kepada ayahnya, “Yah, bagaimana kalau saya ikut dengan ayah untuk menjaring ikan kekampung yah, lagian saya tidak ada pekerjaan disini yah, daripada saya duduk berdiam disini”. Lalu ayah siabang ini setuju dengan perkataan anaknya.
Setelah hari-hari berlalu, sang ayah mengajaknya kekampung menjaring ikan nila dimalam hari selama dua hari dua malam, mereka mempersiapkan peralatan-peralatan dan bekal untuk menjaring kekampung tepi sungai. Sang ayah menyuruh siabang pergi kewarung untuk berhutang beras tiga bambu, kopi tiga ons, gula setengah kilo, minyak robin satu bambu, rokok ayahnya empat bungkus, semua hutang mereka di warung adalah sebanyak 108.000 rupiah, itulah bekal yang mereka siapkan.
Keesokan harinya mereka berangkat kekampung dipagi hari pada pukul 08:12 WIT, Karena keluarga siabang ini tidak mempunyai motor, ayah siabang duluan untuk pergi kekampung dengan sepeda dayung, sementara siabang ini menyuruh abang sepupunya mengantarkannya kekampung dengan sepeda motor.
Setibanya di kampung tepi sungai pada pukul 11:15 WIT, lalu mereka mendayung sampan menyebrangi sungai menuju pondok mereka selama 55 menit. Setibanya dipondok mereka pada pukul 12:10 WIT. Setibanya dipondok mereka ayah siabang menyuruh anaknya untuk mencari kayu bakar dihutan dibelakang pondok mereka untuk memasak nasi, dan memasak air panas, sementara ayah siabang ini mempersiapkan jaring, senter, dan meminjam robin sesama kawan nelayannya.
Ketika senja tiba setelah magrib, mereka bergegas untuk pergi menjaring ikan. Lalu ayah siabang ini menhidupkan robin dan siabang duduk didepan. Ketika itu cuaca mendung dan pasti akan turun hujan. Tidak lama kemudian hujan pun turun mengguyur mereka dan ayah siabang ini membelokkan robin mereka ke arah pondok yang lain untuk berteduh. Ternyata malam itu, bukan hanya mereka saja yang menangkap ikan ada kawan ayah siabang menangkap ikan juga, ditengah gelapnya malam sambil menunggu redanya hujan mereka bercerita-cerita tentang dimana akan mereka menjaring ikan sambil mengetes senter mereka, namun hujan belum juga reda dan waktupun terus berjalan. dan merekapun harus tidur dulu sambil menuggu hujan reda, akhirnya hujan pun reda pada pukul 22:12 WIB. Merekapun bergegas untuk pergi menjaring ikan, dan sang ayahpun menghidupkan robin dan berangkat menuju sungai yang rawan dengan buaya, karena memang disitulah tempat ikan nila yang banyak. Ditengah perjalan dengan dinginnya cuaca malam depenuhi dengan gelapnya malam bertemankan satu cahaya senter, siabang ini menyenter kiri dan kanan diiringi dengan rasa takut dengan buaya yang akan timbul dipermukaan air. Karena sungai tersebut tidak berpenghuni lagi dan buayapun semakin sering timbul kepermukaan air. Setelah tiba tempat yang dituju, merekapun langsung turun ketempat yang dangkal memasang jaring mereka dan sampai kerah yang dalam. Setelah itu sang ayah menyuruh siabang memegang puncak jaring sambil menyenterkan ayahnya untuk memasang jaring, jarak siabang dengan sang ayah sangat jauh sekitar tiga empat puluh meter sementara ayahnya menarik puncak jaring satu lagi sambil menyeret-nyeret jaring menuju siabang sampai jaring mereka berbentuk bulat.
Ketika jaring mereka sudah bulat dengan perlahan sang ayah menarik jaring mereka sambil bertanya kepada siabang, “nak ada gak ikan yang menyentuh jaring kita”, si abang menjawab “gak tau yah” dan siabang menaikkan jaring keatas robin dengan perlahan supaya tidak susah diwaktu menaikkan jaring keatas robin selama satu jam. Begitulah seterusnya sampai jaring mereka bulatannya mengecil dan satu ikan pun tidak ada yang terasa menyentuh. Ketika jaring mereka bulatannya megecil lalu sang ayah berenang untuk menyantumkan jaring supaya ikan tidak terlepas, ketika sang ayah sudah menyantumkan bulatan jaring tersebut lalu sang ayah menaikkan jaring keatas robin namun satu ikan nilapun tidak ada yang dapat.
Tapi, sang ayah dan siabang belum putus asa merekapun pindah ketempat yang lain berjarak empat puluh meter dari tempat mereka semula, dan merekapun memasang jaring lagi seperti biasanya namun tidak juga membuahkan hasil. Dan merekapun masih belum berputus asa, mereka memasang jaring lagi namun tidak juga membuahkan hasil, sampai sepuluh kali mereka mencoba tidak juga membuahkan hasil.
Lalu mereka pindah ketempat yang lain, sambil pindah ketempat yang lain mereka singgah untuk melihat nelayan yang lain. Nelayan yang lain banyak mendapatkan ikan nila yang begitu super, nelayan tersebut hanya dengan sendirinya tanpa ada teman, dan dia tidak perlu lagi harus berenang keair dan menyeret jaringnnya, dia hanya memasang jaringnya cukup hanya dengan diatas robinnya.
Melihat nelayan tersebut banyak mendapatkan ikan, lalu siabang bertanya kepada ayahnya, “yah, dia cuma sendiri, tapi dia banyak dapat ikan, sedangkan kita berdua tidak ada satu ikan pun yang kita dapatkan”. Lalu sang ayah menjawab,” ayah juga tidak tau nak.” Lalu mereka pun mencoba kembali memasang jaring, ketika kesebelas kali mencoba memasang jaring mereka, tiba-tiba siabang MENANGIS melihat ayahnya harus berenang memasang jaring mereka dan harus menarik jaring mereka ditengah air yang rawan buaya.
Dalam hati siabang berkata “Ya Allah kenapa nelayan yang lain cuma sendiri saja banyak dapat ikan ya Allah, ya Allah lihatlah kami ini ya Allah, orang tuaku sudah tidak ada lagi rasa takutnya dengan rawannya buaya disini, demi menafkahi kami ya Allah, saya sudah kedinginan disini ya Allah, tapi orang tua ku tidak lagi merasa kedinginan, kami sudah banyak mencoba disini ya Allah, kenapa satu ikan pun tidak ada yang kami dapat ya Allah, ya Allah berikan kami rejeki disini ya Allah walaupun hanya satu ikan yang kami dapat, walaupun setiap kali kami memasang jaring hanya satu ikan yang kami dapatkan ya Allah.” Ketika jaring mereka sudah bulatannya mengecil lalu sang ayah menyantumkan jaring mereka, namun tidak ada satu ikanpun yang mereka dapatkan.
Karena tidak ada satu ikanpun yang mereka dapatkan lalu sang ayah menyarankan untuk beristirahat kepondok melepaskan rasa dingin mereka. Ketika sudah sampai dipondok mereka beristirahat dan sang ayahpun memetik rokoknya supaya badan terasa hangat, dan siabang ini pun merasa iri kepada nelayan yang lain tidak perlu berbelas kali mencoba memasang jaring tapi sudah banyak mendapatkan ikan. Seketika itu, siabang bertanya kepada ayahnya “yah apakah nanti kita menjaring lagi yah”. Sang ayah menjawab, “ya, setelah subuh”. Sang ayah tertidur karena terlalu lelah dan siabang ini menangis dan sambil menghidupkan dan mematikan senter dan melihat-lihat ayahnya yang tertidur, dan melihat kuku kakinya yang mulanya berwarna putih kini berubah menjadi warna merah karena terlalu lama berendam di air tawar, karena siabang juga terlalu lelah siabang juga tertidur.
ketika diwaktu tidur siabang mendengar suara robin nelayan kawan ayahnya yang pergi untuk pulang hendak menjualkan hasil tangkapannya, lalu siabang ini sontak terbangun dari tidurnya, ternyata waktu sudah mejelang shubuh. Setelah shubuhpun tiba lalu siabang membangunkan ayahnya untuk menjaring lagi, lalu mereka pun turun lagi dari pondok mereka untuk menangkap ikan. Namun tidak satu ikan pun mereka dapatkan, namun waktu pun terus berjalan hingga jam pun menujukkan pukul 09:13 wit. Sang ayahpun menyarankan untuk pulang saja kekampung lagi.
Setibanya dikampung halaman mereka, sang ibu menyambut mereka penuh dengan harapan kepada mereka membawa hasil yang memuaskan. Tapi apalah daya nasib sang ayah dan siabang belum ada rezeki, tapi sang ibu tidak berputus asa menyambut mereka, walaupun sang ayah dan siabang tidak membawa apa-apa akan tetapi sang ibu masih bersyukur kepada Allah.
penulis Harpan Sagala