Foto: Detikcom
Dunia dibayangi krisis energi yang ditandai dengan pemadaman listrik bergilir dan kenaikan harga energi. Tiongkok, ekonomi terbesar di Asia, sudah menjalankan pemadaman listrik bergilir sebagai bentuk penjatahan listrik karena terbatasnya pasokan. Selain Tiongkok, India juga dibayangi ancaman serupa.
Sementara itu di Eropa, Inggris juga mengalami kenaikan harga energi akibat buruknya cuaca yang mengakibatkan terhambatnya produksi pembangkit listrik tenaga angin dan air. Ditambah lagi terhambatnya pasokan dari Rusia, eksportir energi terbesar ke Eropa Barat, akibat faktor politik.
Di Indonesia, kita juga bisa merasakan kenaikan harga energi tersebut. Jika anda menggunakan bahan bakar minyak non-subsidi maka pasti menyadari kenaikan harga tersebut. Harga seliter BBM yang semula sekitar Rp9.900 naik menjadi sekitar Rp10.400. Selain itu investor saham juga pasti menyadari kenaikan harga saham emiten-emiten batu bara karena melonjaknya permintaan pasar terhadap sumber energi kotor ini.
Ekonomi yang kembali menggeliat pasca Covid-19 membutuhkan banyak energi untuk aktivitas produksi dan konsumsi, namun di saat yang sama pemerintah Tiongkok beralih ke energi yang lebih bersih dan memangkas pasokan batu bara. Akibat transisi energi yang tidak mulus, kini Tiongkok menghadapi krisis dan harus rela mengalami pemadaman listrik bergilir.