Foto: Wartakota
Terbitnya surat telegram Panglima TNI bertanggal 5 November 2021 menimbulkan polemik dan protes dari kelompok sipil. Telegram tersebut menyebutkan bahwa anggota TNI yang hendak memberikan keterangan kepada aparat penegak hukum harus seizin komandannya. Pemeriksaan pun dapat dilakukan di kesatuan masing-masing atau di kantor penegak hukum dengan didampingi perwira militer.
Sontak hal ini langsung disambut protes dari berbagai kelompok sipil yang mengatakan bahwa telegram ini membuat anggota TNI kebal hukum. Marsekal Hadi Tjahjanto yang menerbitkan surat telegram tersebut di akhir masa jabatannya mengatakan bahwa telegram tersebut bertujuan untuk memperjelas prosedur pemanggilan anggota TNI oleh aparat penegak hukum, bukan untuk menghambat.
Kelompok sipil menuding surat telegram ini diluar batas kewenangan panglima karena berusaha mengatur aparat penegak hukum yang jelas berada di luar institusi TNI. Pihak kepolisian menanggapi dingin surat telegram tersebut dan mengatakan bahwa POLRI akan tetap bekerja seperti biasa dan menjunjung asas persamaan di depan hukum (equality before law).
Dalam sebuah kesempatan Andika sudah mengindikasikan untuk melanjutkan prosedur yang selama ini sudah berlaku. Bola kini ada di tangan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk membiarkan atau mencabut surat telegram tersebut.