Assalamuallaikum…
Selanjutnya, mengenai Jejak Budaya Aceh.
Awalnya bab ini menyebutkan bahwa islam datang ke Aceh langsung dibawa dari Arab. Disini ada teori yang memberikan pengertian kata pada ACEH. Seperti kata A yang dipahami sebagai Arab, C sebagai Cina, E adalah Eropa, dan H adalah Hindia. Penjelasannya adalah bahea Aceh ini ada empat agama besar yang muncul yakni Arab dengan islam, Cina dengan agama Kong Hucu atau Tao, Eropa dengan agama Kristen, dan Hindia dengan ajaran Hindu.
Pastinya sangat luas sekali dalam membahas tentang budaya Aceh, pada bab ini yang menjadi intinya saja adalah pada perkembangan budaya Aceh dan bagaimana kita memahami Budaya Aceh. Dalam karya Affan Jamuda dan A.B.Lila wangsa yang berjudul Peungajaran Peuturi Droe Keudroe disebutkan begini penggalannya dalam terjemahan Indonesia “bangsa Aceh adalah satu bangsa yang membangun negeri di sebelah barat Pulau Ruja. Bangsa ini asalnya dari bangsa Acemenia, bangsa Achemenia berasal dari sebuah bukit Kaukasus di Eropa Tengah.
Ada tiga pendekatan yang paparkan oleh Roger M. Keesing tetang budaya merupakan sistem dari ide-ide. Seperti, budaya sebgai sistem kognitif, budaya sebagai sistem struktural dan budaya sebagai simbolik. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa budaya adalah hasil pemikiran manusia yang dipratekkan di dalam kehidupan mereka. Jadi dapat dipastikan bahwa untuk memahami konteks kebudayaan Aceh yang telah mengalami proses Arabisasi sangatlah rumit. Dikarenakan pengalaman beragama untuk mencapai Ultimate Reality telah berhenti pada abad ke-17.
Adapun, mengenai aturan kehidupan di dalam masyarakat rakyat Aceh memang hampir serupa dengan rakyat Jawa, hanya saja sejak proses islamisasi tata aturan kehidupan rakyat Aceh lebih banyak diwarnai oleh Islam. Namun, pada situasi tertentu pengaruh budaya Hindu dan Buddha masih dijumpai sampai pada saat hari ini.
Dalam persoalan mistik atau Gaib, seperti orang Jawa, orang Aceh juga percaya adanya hal tersebut, masyarakat Aceh sangat yakin adanya makhluk gaib yang sering diistilahkan dengan burong atau hantu, teu meugu atau dimasuki roh jahat saat berada di tempat tertentu, teu mamong atau kesurupan, peukeunong atau santet, meusihe atau belajar ilmu sihir dan meutapa bertapa atau bersemedi. Tetapi semua aktivitas di atas kecuali yang berbau sihir, selalu dibingkai dengan ritual keislaman yaitu meu do’a atau berdoa.
Beberapa tradisi yang percaya dengan Alam juga ada dilakukan di Aceh, seperti keunduri laot dengan menyembelih kerbau, bentuk syukur terhadap pemberian laut sebagai nafkah. Keunduri Blang, merupakan bentuk memohon keberkaham kepada sang maha Kuasa sebelum turun ke sawah. Kuburan yang menjadi pusat kosmis, dimana dijumpai masyarakat Aceh masih sering menziarahi makam-makan keuramat yaitu makam ulama untuk melangsungkan nazarnya,dan sebagainya. Namun segala hal tersebut tetap dalam bingkai meu-do’a menurut ajaran Islam.
Wassallamuaallaikum..