Assalamuaallaikum..
Lanjutan dari bab sebelumnya, kali ini saya akan membahas tentang Sistem Kebudayaan Aceh. Pada bab sebelumnya sudah kita singgung juga sedikit masalah kebudayaan di Aceh. Aceh memang sangat kental dengan Budayanya. Dimana di setiap daerah memiliki Budaya yang berbeda – beda.
Kebudayaan Aceh sendiri juga sudah pasti memiliki sejarah awal mula lahir dan bagaimana cara masyarakat menjalankan sebagai budaya khas Aceh sendiri. Dalam buku ini dijelaskan ada tiga konsep mengenai kemampuan masyarakat Aceh di dalam memunculkan kebudayaan yaitu : saya, keberadaan, dan aksi.
Bab ini menjelaskan bagaimana kemampuan orang Aceh dalam memunculkan budaya dan kemudian dijabarkan dalam tiga konsep yaitu I yaitu saya, being yaitu keberadaan, dan action yaitu aksi. Berdasarkan tiga konsep tersebut, maka penulis akan mulai menjabarkan. Pertama dimulai dengan I atau saya yang dalam bahasa Acehnya lon. Sedangkan being atau keberadaan dalam bahasa Aceh ialah na. Yang menjadi pra-syarat kemampuan dari orang Aceh dalam membuat atau membangun kebudayaan ialah turi droe atau kenali diri. Ketika kita telah mengenali diri sendiri maka pengaplikasiaanya ialah dengan bentuk rasa syukur.
Dari sinilah dapat kita pahami bagaimana besarnya makna saya yang dapat mempengaruhi segala aspek di dalam aktivitas kehidupan sehari-harinya. Banyak manusia diluar sana yang terkadang belum bisa memaknai saya bagi dirinya sendiri sehingga terjadilah berbagai penyimpangan yang dapat mengganggu aspek aspek tertentu di dalam kehidupannya pula. Kesadaran terhadap diri sendiri memanglah suatu hal yang sangat penting dan itu merupakan suatu budaya yang sampai saat ini masih berkembang di Aceh.
Di bab ini juga mengutip sedikit tentang penjabaran mengenai reusam serta juga tradisi yang dilakukan di tepi laut. Tetapi reusam ini tidaklah sama seperti dulu, ketika pengaruhnya dirasakan keluar dan ke dalam. Ketika pengaruhnya hanya kedalam maka saat ini lebih dipandang sebagai local wisdom. Apa yang sedang berlangsung di Aceh saat ini ialah sebuah proses yang diistilahkan chainsaw art. Kutipan ini diambil penulis dari Ian Morris. Kalau dalam bahasa Aceh chainsow yakni alat untuk memotong kayu. Istilah ini untuk memangkas dan menguasai bumi serta laut Aceh yang telah dilakukan oleh pihak barat. Ketahanan orang tempo dulu dalam mempertahankan dari kepungan pihak luar sangat luar biasa. Maka saat ini bisa dikatakan hal ini tidak lagi dilalui dengan senjata dan suara dentuman melainkan dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan “tanda tangan”.
Cukup sekian. Wassallamuaallaikum..