ARIFIN (Bagian 3)

in indonesia •  7 years ago  (edited)

image

Seperti yang sudah pernah kuceritakan padamu, Arifin pernah menjadi pelanggan tetap Pusat Bahasa selama masa akhir studinya di Universitas Syiah Kuala. Saat itu, Arifin berkali-kali ikut tes TOEFL namun tak pernah melampaui passing grade yang ditetapkan pihak akademik kampus. Jika kau pernah bertandang ke kamarnya, kau akan bisa melihat tak kurang dari 16 lembar slip pendaftaran tes kecakapan Bahasa Inggris tersebut terpacak rapi di paku yang menancap di kusen jendela. Jauh lebih banyak dari jumlah lembaran slip SPP yang tergantung dengan sebuah jepitan jemuran disebelahnya.

Perihal tes jahannam itu, sebenarnya Arifin pernah mengeluh. Baginya tak masuk akal jika setiap mahasiswa yang ingin wisuda dibebani syarat harus lulus tes TOEFL. " Kekmana lu caranya aku bisa lulus TOEFL 450 kalok mata kuliah bahasa inggris cumak 2 SKS", gugatnya suatu hari saat sedang istirahat dikantin. Sayangnya saat itu hanya etek, wanita berumur sekitar 50an tahun penjual lontong sayur yang mendengar ungkapan kekesalan Arifin tersebut. Dari raut wajahnya, dapat dilihat etek kebingungan mencari kalimat yang pas untuk sekedar menghibur Arifin. Namun Arifin telah melanjutkan perkataannya sebelum etek mulai bicara.

"Itupun tek, udah dua SKS cumak, disemester awal pulak. Entahlah kalok mahasiswa yang dari kota, sikit-sikit bisa lah bahasa inggris. Ini aku, jangankan Bahasa Inggris, ngomong Bahasa Indonesia aja ketawa orang-orang."

Coba kau lihat itu si Arifin, jika sudah seperti itu bicaranya seperti kepala sekolah sedang menceramahi anak nakal yang bersembunyi dari upacara bendera saban senin saja. Tangannya di kibas-kibaskan ke udara sembari sesekali menunjuk-nunjuk sesuatu di belakang sana. Alisnya merapat. Terkadang liurnya muncrat. Etek yang bahkan belum tentu tahu apa itu SKS konon lagi paham maksud kata TOEFL yang di ulang-ulang Arifin hanya diam saja. Sebaliknya, Arifin justru semakin bersemangat. Di suapnya potongan lontong terakhir dari piringnya. Dikunyah sebentar, lalu ditelan dan masuk dengan sempurna ke liang pencernaanya. Lontong sayur dalam piringnya kini telah tandas, tapi tidak dengan rasa dongkol dihatinya.

Tapi Arifin belum mulai melanjutkan 'orasi' nya. Mungkin menunggu tanggapan etek yang meski sedikit, namun bisa dijadikan penanda bahwa wanita tua itu mendengar keluh kesahnya. "Sabar, fin. Hidup ini harus terus menerus berusaha", etek mulai membuka suara. Tangannya cekatan membuka daun pisang pembungkus lontong, mencincangnya kecil-kecil, lalu menyiramkan kuah lodeh di atasnya. Pun saat dia menambahkan tumis tauco, sambal goreng ati, sebutir telur rebus yang dibalur sambalado, juga bubuk kacang kedalam piring. Tangannya bergerak seolah memiliki irama tertentu, tanda dia sudah sangat berpengalaman sebagai penjual lontong. Arifin masih diam dan memperhatikan gerakan etek mempersiapkan lontong pesanan yang mirip akrobat itu. "sebentar, nanti kita sambung lagi. Etek antar pesanan orang dulu ya?" Ujar etek sambil berlalu dengan sebuah piring berisi lontong sayur di kedua tangannya.

Saat etek krmbali, Arifin yang duduk dimeja samping gerobak lontong etek pun langsung menyerbunya dengan gesit. Arifin yang sudah enambelas kali ikut ujian TOEFL merasa tak terima dengan saran etek yang menyuruhnya untuk terus berusaha. Mungkin Arifin lupa, lawan bicaranya itu hanya seorang penjual lontong sayur, bukan pejabat kampus semisal Dekan atau minimal Kepala Bagian Akademik.

"Berusaha kekmana lagi aku tek, udah enambelas kali ku ikut ujian TOEFL tu. Tapi gak lulus-lulus jugak. Enambelas kali tek! Kali aja lapanpuluh ribu sekali ikut. Sebijik anak kambing juga tek. Yang lain dua-tiga kali ikut ujian udah lulus"

Etek diam, lalu sesaat membalikkan tubuhnya. Memandang Arifin dengan tatapan seorang ibu penuh kelembutan, lalu tersenyum. Dimatanya, Arifin adalah representasi anak kampung yang datang kesini, ke Darussalam untuk mengejar mimpi. Menghalau keterbatasan dengan semangat menggebu, demi masa depan. Disana, di kota pelajar dan mahasiswa yang saat pertama kali diresmikan itu masih berupa rawa-rawa, banyak pemuda seperti Arifin yang harus bergumul dengan keadaan serba kekurangan untuk bersaing dengan anak-anak kota yang sengak dan berlimpah fasilitas dari orang tuanya. Etek ingin rasanya memberi petuah bijak untuk Arifin agar sedikit meredakan rasa kesalnya. Setelah diam beberapa detik, Etek lalu angkat bicara.

"Saran etek, fin... Kalau kamu ingin lulus, perbanyaklah belajar. Bukan perbanyak ikut tes. Apalagi sampai enambelas kali seperti katamu"

Arifin tercenung sesaat mencoba mencerna maksud perkataan Etek. Disedotnya habis teh dingin yang tersisa setengah dari gelasnya. Lantas ia bangkit, menyerahkan beberapa uang kepada wanita tua itu, lantas berlalu begitu saja. Di Pusat Bahasa, ujian TOEFL sebentar lagi akan dilaksanakan. Puluhan mahasiswa sudah mulai berkerumun di pintu ruang ujian, menyerahkan nasib pendidikannya pada hasil akhir yang akan tertera di lembaran jawaban.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Postingan yg bangus

Terima kasih...

sampaikan salam buat arifin

"ku" itu siapa?

"ku" itu apa? 😅

"ku" itu kenapa?

Yasalam hahaha