Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh sahabat steemit yang masih setia membaca tulisan saya. Saya akan kembali meriview buku karangan bapak KAMARUZZAMAN BUSTAMAM-AHMAD pada bab 29 Tradisi kepenulisan di Aceh.
Sebelum membahasnya saya ingin sedikit membuka wawasan kita tentang kepenulisan. Menulis adalah sebuah kegiatan yang baik dan sangat bermanfaat, bahkan orang yang rajin menulis adalah orang orang yang hatinya sudah pasti terikay dengan buku, kenapa demikian? Karena seorang pembaca buku akan melampiaskan apa yang telah ia baca melalui tulisan, oleh karena itulah banyak para ulama terdahulu rajin menulis, karena mereka tau efek dari menulis itu dapat mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itulah mungkin bapak menulis sebuah buku tradisi kepenulisan Aceh supaya anak bangsa Aceh cerdas dan bekualitas.
Dalam konteks ini seseorang jika ingin dikenal akan karyanya maka ia akan menulis, seperti Karya-karya Hasbi Ash-Shiddieqy dapat dijadikan contoh konkrit. Karna wilayah cangkupan karya Hasbi tidak hanya dalam bidang Hukum Islam, tetapi juga meliputi hadist dan studi Al-Qur'an. Dan setiap bidang keilmuan yang ditulis oleh hasbi merupakan bagian dari sebuah deskripsi keilmuan di PTAI.
Selain beliau ini, ada juga seorang ulama seperti Ali Hasjmy merupakan penulis serba bisa yang telah menghasilkan banyak karya jika dibandingkan penulis penulis di luar Aceh.
Kemudian yang menjadi pertanyaan kita, untuk apa para ulama menulis buku? Bukankah mereka cukup dengan membuat kajian dan pondok saja? Alasannya adalah
Pertama, Para Ulama menulis buku karena ingin mengisi kekosongan literatur keIslaman. Maksudnya adalah para guru atau Ulama menyalin kitab dan mensyarahkannya untuk memberi pencerahan bagi muridnya untuk belajar Ilmu keIslaman serta untuk membagi bagikan kepada muridnya agar mereka mudah untuk memahaminya.
Kedua, para Ulama menulis buku karena ada permintaan dari penguasa. Karena disini, kitab-kitab Ulama dijadikan sebagai semacam 'Undang-Undang' bagi rakyat Aceh. Sehingga mau tidak mau, suka dan tidak suka mereka harus menulis buku dengan bagus.
Ketiga, Respon karena keadaan terkini. Maksudnya buku-buku yang hadir ditengah-tengah masyarakat ada yang berbentuk 'soal tanya' dan 'narasi Ilmiah'.
Di Aceh, karya karya tentang respon terhadap suatu pristiwa tersebut amat lazin dilakukab oleh sarjana lokal. Misalnya, respon masyarakat Aceh setelah begabung dengan republik indonesia.