Tekanan Terhadap Pelaksanaan Qanun Jinayat

in indonesia •  7 years ago 

2017-02-indonesia-asia-aceh-caning.jpg

Pelaksanaan hukum cambuk di Aceh tidak berjalan mulus, ternyata dunia internasional terus menyorot dan menekan pemerintah Indonesia. Pada Juni 2017 Parlemen Uni Eropa menggelar sidang khusus membahas isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia. Aceh dengan Qanun nomor 6 tahun 2015 tentang Hukum Jinayat, mendapat perhatian khusus tentang pelaksanaan eksekusi cambuk. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional mendukung langkah Parlemen Uni Eropa. Parlemen Amerika juga meminta pemerintah Indonesia meninjau kembali penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, dan mengambil sikap tegas melawan diskiminasi terhadap kaum LGBT, perempuan, dan minoritas lainnya sesuai dengan isi resolusi Parlemen Eropa.

Qanun Jinayat resmi berlaku pada 27 September 2014 setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan diundangkan oleh Gubernur Aceh pada 23 Oktober 2014. Perbuatan yang bertentangan dengan Syari'at Islam akan dieksekusi dengan menggunakan qanun tersebut. Beberapa perbuatan yang dianggap melanggar syari'at diantaranya Musahaqah (Lesbian) yaitu wanita yang suka sesama wanita, Liwath (Gay) yaitu pria menyukai sesama pria, Ikhtilath yaitu melakukan hubungan sex tanpa ikatan pernikahan, Khalwat yaitu perbuatan berduan dan bermesraan di tempat sepi bagi yang bukan muhrim, Qadzaf yaitu menuduh orang berzina tanpa bukti dan saksi, selanjutnya Khamar yaitu meminum minuman keras, Maisir yaitu bermain judi dan bertaruh.

Human Right Watch mengkhawatirkan pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh akan melanggar Hak Asasi Manusia. Secara khusus meminta PBB menekan presiden Jokowi untuk mencabut qanun jinayat di Aceh. HRW juga meminta pemerintah bertanggung jawab terhadap penegakan hak dasar serta perlindungan terhadap kelompok LGBT di Aceh. Penegakan Syariah Islam yang diskriminatif juga memiliki efek mengerikan pada hak dasar untuk keamanan dan kebebasan berekspresi komunitas LGBT yang sangat terpinggirkan di Aceh.

human-rights-566b26ae1093731910e84fed.jpg

Amnesty Internasional terus mendesak pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang dan mencabut Qanun Jinayat dengan alasan pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan merupakan langkah mundur dalam penegakan Hak Asasi Manusia. Amnesty Internasional lebih menyorot ke pelaksanaan hukuman cambuk terhadap pelaku sex sesama jenis (gay). Dalam laporannya menulis, pada bulan Mei, dua pria masing-masing dicambuk 83 kali di depan umum setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh atas hubungan seksual sesama jenis (liwath). Qanun jinayat resmi berlaku di Aceh setelah Otonomi Khusus sejak tahun 2001, dan diberlakukan oleh pengadilan Islam, inilah hukuman pertama kalinya terhadap gay dan dihukum dengan cara dicambuk di bawah hukum Syariat di provinsi Aceh.

Sementara Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Meminta Pemerintah Indonesia segera menghapuskan segala bentuk pidana badan, (corporal punishmen) dalam peraturan perundang-undangannya. ICJR mendorong Kementerian Dalam Negeri, untuk mengambil langkah-langkah evaluasi terhadap Qanun Jinayat. Menurut ICJR, qanun jinayat telah melanggar Kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik serta tentang penyiksaan dan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Untuk itu ICJR meminta pemerintah Indonesia mencabut qanun jinayat yang sedang diberlakukan di Aceh.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh tidak manusiawi dan lebih diskriminatif terhadap perempuan. YLBHI menyorot perlindungan negara terhadap Hak Asasi Manusia, dan menilai negara telah gagal menegakkan konstitusi. Qanun jinayat itu melanggar aturan hukum nasional, seperti undang-undang HAM, undang-undang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, undang-undang pengesahan kovenan anti-penyiksaan, undang-undang perlindungan anak dan undang-undang hukum pidana.

img_4036.jpg

Program Solidaritas Perempuan (PSP) menilai qanun jinayat sangat diskriminatif terhadap perempuan. Model hukuman cambuk tidak hanya berdampak pada fisik tapi juga secara psikologis. Ketika dilakukan di depan publik dengan wajah tidak ditutup dan dilihat banyak orang, itu akan berdampak lebih lanjut ke pengucilan atau diskriminasi pasca dilakukannya hukuman. PSP meminta pemerintah untuk meninjau kembali pemberlakuan qanun jinayat di Aceh.

Qanun Jinayat merupakan perintah Undang-undang Pemerintah Aceh nomor 11 tahun 2006. Dibawah tekanan internasional tentang pelaksanaan Syari'at Islam akankah berdampak buruk terhadap qanun jinayat.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

saya berharap aceh menjadi yang terbaik kedepannya tidak ada hal yang buruk yang menghancurkan agama islam 212 akan tetap di ingat bagi orang yang ingin melarang kebenaran dalam islam

Sepakat kawan.,