Congratulation, The Winner of Call for Paper Aceh Anthropological Journal is...

in indonesia •  7 years ago 

Waktu yang ditunggu-tunggu telah datang. Call for paper Aceh Anthropological Journal yang diundang sejak bulan Oktober lalu kini mengumumkan pemenangnya. Seperti yang disebutkan di dalam pengumuman awal, bahwa para pemenang permintaan tulisan akan diterbitkan di jurnal Prodi Antropologi FISIP Universitas Malikussaleh Lhokseumawe ini secara otomatis dan kini memasuki penerbitan ketiga ini pada April 2018 dan keempat pada September 2018. Adapun naskah lainnya yang telah masuk akan dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan misi Jurnal Antropologi Unimal, kualitas penulisan, dan sumbangan atas khazanah pengetahuan sosial-humaniora dan Antropologi pada khususnya.

Pemenang.jpg

Para juara dalam call for paper ini adalah 1) Rahman Latif Alfian dengan judul paper "Dari Cultural Memory ke Cultural Identity : Tradisi Nyekar Wong Bakaran, Juwana, Pati, Jawa Tengah 2) Muhajir Al Fairusy dengan judul "Palawik dalam Pasukan Kemiskinan : Relasi Patron-Klien dalam Industri Perikanan di Pulau Banyak, SIngkil 3) Watini dengan judul "Living in Harmony between Budhist dan Muslim in Indonesia : Comparative Studies between Indonesia other parts of Asia like Siamese in Thailand and Myanmar" dan 4) Iromi Ilham dengan judul "Resistensi Masyarakat terhadap Elite Baru PascaHelsinki di Aceh".

Adapun untuk pemenang, kami dari Aceh Anthropological Journal Universitas Malikussaleh akan memberikan hadiah berupa uang sebagai berikut: Untuk juara 1 mendapatkan Rp. 1.250.000,-, juara 2 mendapatkan Rp. 1.000.000,-, juara 3 Rp. 750.000,-, dan juara 4 sebesar Rp. 500.000,-. Uang ini akan ditransferkan ke rekening pemenang masing-masing. Terimalah dengan lapang dada dan senyuman. Jangan lihat jumlahnya, tapi lihat usaha kami untuk menjadikan ini nyata bagi khalayak luas.

Aceh Anthropological Journal.jpg

Pemberian hadiah ini sekaligus memupus anggapan bahwa menulis di jurnal harus bayar. Hari gini nulis bayar? Ke laut aja kaleee. Untuk semua tulisan yang terpilih akan dimuat tanpa dipungut bayaran. Ini bukan zaman kompeni ketika berbuat sesuatu harus berikan upah ke pengelola, Kalau ada dosen yang menulis di jurnal masih bayar, maka dipastikan itu adalah sisa-sisa kolonial dan masih membawa beban borjuisme-kapitalisme kuno.

Mungkin dapat dibayangkan liciknya dunia Scopus, yang terus dikritik karena berada di bawah bayang-bayang ersatz-capitalism tapi berselimutkan kehormatan akademik. Apa-apa bayar dan para dosen di kampus pun seperti dicucuk hidung dan dihipnotis kesadarannya untuk terus mengeluarkan uang. Hal itu bukan demi kegemilangan intelektualitas, tapi demi naik pangkat, urusan birokrasi, dan tetek-bengek ala priyayi. Itulah lingkaran setan Scopustimus . Saya tak tahu, apakah saya juga akan terjerat nanti.

me presentation.jpg

Dunia sudah banyak berubah. Salah satu yang juga terlihat adalah di dunia Steemit. Ketika Anda menulis dan tulisan itu menarik perhatian khalayak, akan mendapatkan reward dari pengelolanya. Harus katakan juga, "menulis di media sosial gratisan melulu? Hellowww, pergi aja nyebur ke Krueng Cunda kalau masih begitu. Para dosen harus belajar tahu tentang ini, bahwa menuangkan ide secara kreatif pasti akan diberikan reward finansial. Tidak harus di Steemit, tapi silakan lihat ide progresif yang dilakukan Steemit. Kalau bisa, silakan lakukan inovasi secara mandiri.

Terkait jurnal, ini adalah media baru yang kami kelola. Kegiatan ini untuk meningkatkan grade Prodi Antropologi FISIP Unimal yang beberapa waktu lalu telah mendapatkan akreditasi B+. Kami akan terus menggembungkan kualitas penerbitan dan reward yang akan diterima penulis. Jika saatnya nanti kekuatan finansial kami sudah seperlimanya Bitcoin saja, bisa dipastikan semua tulisan yang dimuat di jurnal ini akan dibayar, seperti yang dilakukan jurnal-jurnal non-kampus yang telah bereputasi.

with brothers.jpg

Kampus dalam banyak hal masih tertinggal jauh dalam penemuan (art of discovery). Dunia di luar kampus jauh lebih kreatif, inovatif, dan optimis. Para pengelola kampus masih memble saja dengan urusan remeh temeh dan persaingan internal yang memperebutkan hal-hal kecil. Saya teringat kata-kata Dr. H.S. Dillon, bahwa kalau mau kaya jangan jadi dosen, tapi jadi pengusaha. Namun dosen harus dicukupkan kesejahteraannya untuk tetap melakukan penelitian yang baik dan juga mengajar secara paripurna. Jika dosen banyak mengeluh tentang tunjangan ini-itu, maka sudah bisa dipastikan alam sadarnya bukan untuk pengembangan pengetahuan dan akal budi, tapi kantong dan laci lemari agar terisi rupiah plus dollar dan arloji. Tak lupa minyak wangi.

Selamat buat para pemenang. Bagi pembaca luas, bisa mencoba untuk call for paper berikutnya.

29 Desember 2017

Inter Milan in Motion.gif

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Kegiatan yang sangat bermanfaat, harus diikuti oleh prodi lain, ”sige tak dua pat lhut”

Hehhee... Thanks Pak @damanhurabbas untuk tak, eh apresiasinya

wah...
selamat buat yang tulisannya dipilih dan dimuat di jurnal

Juara 5 10 SBD

Kalau gitu, semoga saja bang @rismanrachman menjadi juara ke 5

Oman Bg.. mantap kali. Kira-kira bisa gak ya seperti awak ini ikutan begini bg. Wehehehe😂

Bisa aja.... Kenapa tidak? Jika hasil riset literature atau lapangannya bernas, kenapa tidak?

Pak kemal, apakah tidak ada yang dari kampus kita menulis di jurnal tersebut?

Gak ada...penulis luar semua... Ada satu dosen luar biasa, Ihromi Ilham

Ya mau gimana lagi, kurang berminat mungkin, atau sedang ada kesibukan lain yang lebih difokuskan

Nice post 👍👍good post 👍👍
read the other tips and tricks 👇👇👇
https://steemit.com/busy/@syahrulseptianda/how-to-screenshot-on-android-without-need-to-press-any-button

Terkadang menjengkelkan, karena harus menulis di jurnal berindeks scopus. Tapi, kalau tidak menulis, juga akan tersingkir dari lingkungan akademis dewasa ini.