Memupus Masa Suram Pemilu di Pasee - To Eradicate the Darkness Sides of Electoral Moment in North Aceh

in indonesia •  7 years ago  (edited)

Tak ada yang bisa mengecilkan sejarah Kabupaten Aceh Utara di masa lalu yang dikenal sebagai tempat lahirnya Kerajaan Islam Pasai (Pasee).

Daerah ini seperti dalam catatan Marcopolo yang dikumpulkan oleh Anthony Reid dalam buku Witnesses to Sumatra: A Travellers' Anthology(1995), adalah daerah yang telah memiliki nilai-nilai keadaban baru dari agama Muhammad (baca: Islam). Bahkan daerah Pasai telah memiliki hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan Budha di Asia, sehingga menjadi daerah yang jauh dari kultur barbarism yang dimiliki daerah sekitarnya.

IMG-20171222-WA0022.jpg

Namun sejarah bisa berbalik 180 derajat. Di masa Orde Baru, daerah Aceh Utara dan beberapa kabupaten di pesisir timur menjadi target operasi militer. Penyebabnya karena muncul gerakan Aceh Merdeka. Pemberlakuan DOM di daerah ini ikut merubuhkan modal sosial, ekonomi, dan kultural. Kemiskinan dan kurangnya pendidikan merebak di mana-mana. Akhirnya banyak tindakan kriminal dan vandalisme, baik dengan nama ideologis atau pragmatis. Itu juga sejalan dengan prahara kemanusiaan yang menjadi siklus dendam dan marah lebih mengemuka.

Di masa pascareformasi, kasus kejahatan kemanusiaan terbuka dan juga tidak mudah diurai. Beberapa jalan damai tersentak di tengah jalan, dan kembali buyar. Hanya kesepakatan damai di Helsinki lah yang bisa bertahan hingga 12 tahun lamanya.

IMG-20171222-WA0025.jpg

Namun proses demokratisasi tidak mudah dilakukan. Modal sosial yang telah luruh, tak mudah disolidkan kembali. Buktinya masih banyak kasus-kasus kekerasan dan propagandis yang mengikuti momentum elektoral seperti Pilkada dan Pemilu Legislatif.

Hal itu menjadi moment of truth keberadaan saya pada 22 Desember 2017 di Hotel Lido Lhokseumawe saat menjadi fasilitator focus group discussion (FGD) yang dilaksanakan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Aceh Utara. Program ini dilakukan untuk memberikan penguatan pengetahuan kepemiluan dan demokrasi bagi mahasiswa yang ada di kabupaten ini.

IMG-20171222-WA0040.jpg

Dari refleksi yang dilakukan, terlihat bahwa sisa buang timbal konflik masih ada di Aceh Utara. Pengalaman Pilkada 2006, Pemilu 2009, Pilkada kembali 2012, dan Pileg dan apilpres 2014 aroma kekerasan dan manipulasi politik masih terjadi. Prahara yang terbesar adalah saat deadlock Pilkada 2012, ketika MK memuluskan peluang kandidat perseorangan untuk maju sebagai gubernur/bupati/walikota setelah pasal 256 UU No. 11 tahun 2006 digugurkan. Hal itu memuluskan eks GAM untuk maju setelah mereka tidak direstui partai (Partai Aceh) sebagai calon.

Hanya pada Pilkada 2012 situasi agak tenang dan jauh dari kekerasan, meskipun tidak 100 persen. Namun sebagai daerah konflik situasi damai itu bisa disebut sebagai sebuah prestasi.

Acara ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi penting terkait dengan proses pengawasan pemilu yang partisipatif, seperti melibatkan kampanye di media sosial secara lebih massif dan juga memvisualkan tentang pemilu yang sehat dan demokratis. Era sekarang adalah era media sosial sehingga praktik ini harus diikuti secara dialektis oleh panwaslu.

Salah seorang komisioner Panwaslu Aceh Utara, Muhammad Nur Furqan atau dikenal dengan nama Steemit @yahqan menyambut positif acara FGD ini. Terlihat mahasiswa sangat antusias untuk memberikan masukan, termasuk bersedia menjadi relawan demokrasi demi menyukseskan Pemilu 2019, khususnya di Kabupaten Aceh Utara.

Semoga harapan ini diikuti dengan kerja keras sehingga menjadi kenyataan yang membanggakan.

IMG_20171222_091722.jpg

23 Desember 2017

To Eradicate the Darkness Sides of Electoral Moment in North Aceh

On 22 Dec, I was invited by The Electoral Monitoring Committee (Panwaslu) in the North Aceh District to be the facilitator of focus group discussion (FGD) to students. This program was conducted to provide strengthening of knowledge of elections and democracy for students in this district. At that time there were 30 students invited. They are representatives of universities in North Aceh.

The participants were very excited for this discussion. They gave many arguments and datas about their experiences related to electoral process at past time.

IMG-20171222-WA0023.jpg

From those reflections, they saw that the rest of conflict is still lead in North Aceh. From Local Election in 2006, General Electioon in 2009 elections, Local Election back in 2012, and Legislature Election and Presidential Election in 2014 have shown that aroma of violence and political manipulation still occured. The greatest violences were occured during the 2012 elections, when the Constitutional Court permits the opportunity of individual candidates to advance as governor / regent / mayor after article 256 of Law no. 11 of 2006 aborted. It paves the way for GAM to move forward after they are not sanctioned by the party (Partai Aceh) as the candidate.

Only in Local Elections in 2012 the situation was rather calm and far from violence, though not 100 percent. But as a conflict zone the peace situation can be called as an achievement.

IMG-20171222-WA0024.jpg

The event also produced some important recommendations related to participatory electoral oversight processes, such as engaging more massively on social media campaigns and also visualizing healthy and democratic elections. The present era is the era of social media so that this practice should be followed dialectically by the Panwaslu (The Electoral Monitoring Committe). The world has change, so Panwaslu must work with different perspective, including to advertise their opinion for good election.

One of the commissioners of Panwaslu North Aceh, Muhammad Nur Furqan or known in Steemit as @yahqan welcomed this FGD event positively. It seemed that the students were very enthusiastic to provide the inputs, including willing to be the volunteers for democracy in order to succeed the 2019 election, especially in North Aceh District.

IMG-20171222-WA0038.jpg

Hopefully this hope is followed by work so that it becomes a reality. There's no good result without hard work and persistence, like we always do in Steemit. Isn't it?

IMG-20171222-WA0041.jpg

23 December 2017

TKFUN.gif

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Mantap bos

Keren tulisannya bang @teukukemalfasya. Tinggal bagaimana orang Aceh dewasa dalam menyikapi keberadaan media sosial, sehingga medsos tidak menjadi ajang menumpahkan kritikan, sumpah, serapah dan kecaman secara massive saat menjelang pemilu.

Salam

Masalah ini masih dihadapi oleh banyak masyarakat, bahwa media sosial belum bisa dimanfaatkan secara benar. Masyarakat kita meloncat dari tradisi oral langsung ke tradisi media sosial

Mantap dan sukses terus Pak Kemal.

Terima kasih Pak Yus, pas natalan kita cari tempat ngopi ya?

Waduh Pak Kemal, saya lagi indehoy di kampung halaman sampai Minggu depan

Semoga nuansa damai dan demokrasi terjaga hingga pileg dan pilpres 2019 mendatang. Dan selamanya Aceh menjadi aman dan damai. Sangat mantap pak @teukukemalfasya

Terima kasih. Nuansa damai di Aceh akan membawa dampak baik bukan hanya bagi Aceh tapi juga bagi Indonesia, yang dianggap berhasil dalam mengelola perdamaian.

Ketika damai atau perang, rakyat tetap butuh makan walau mereka terkadang tanpa tempat mengadu selain berdo'a.