Tentang Mempersingkat Waktu dan Cara Mempersilakan
Selain salah diksi, penutur bahasa Indonesia pun sering salah nalar dalam berbahasa. Berikut beberapa contohnya.
- Mempersingkat Waktu
Dalam sebuah acara bedah buku di Kampus UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, Senin (9/4/2018) pagi, saya mendapat giliran terakhir berbicara. Ada dua narasumber yang diundang untuk meresensi atau membedah buku tersebut. Penulis buku dan pihak penerbitnya pun hadir.
Setelah saya paparkan evaluasi saya dan tentu saja apresiasi saya terhadap buku hebat tersebut, lalu pewara (master of ceremony) atau sering disebut pembawa acara, berkata seperti ini: Untuk mempersingkat waktu, kita persilakan saja narasumber menjawab pertanyaan yang sudah diajukan peserta tadi.
(Karena bentrok dengan jam talkshow saya pagi itu di Radio Serambi FM, saya datang terlambat satu jam ke acara bedah buku ini dan saya minta berbicara pada giliran terakhir. Panitia menyetujuinya. Jadi, saat saya tiba di tempat acara, para peserta baru saja selesai mengajukan pertanyaan kepada penulis buku dan pembedah 1).
Nah, dalam kaitan itulah pewara mempersilakan narasumber dan penulis buku menjawab pertanyaan audiens. Namun yang mengejutkan saya adalah ketika sang pewara yang merupakan mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry itu menyebut frasa pengantar...Untuk menyingkat waktu...
Mendadak nalar saya tersengat dan bertanya bagaimana ya caranya menyingkat waktu? Bukankah Tuhan sudah mengatur sehari semalam itu durasi waktunya 24 jam. Lalu manusia mana yang mampu menyingkatnya beberapa menit atau menjadi 20 atau 23 jam saja? Ini sungguh di luar kuasa kita sebagai manusia.
(Foto koleksi peserta launching buku di UIN Ar-Raniry).
Lalu apa yang dapat kita lakukan terkait waktu? Yang bisa kita lakukan adalah menghemat, bukan menyingkatnya. Menghemat waktu bermakna menjadikannya efisien, tidak boros dalam memanfaatkan, dan tidak buang-buang waktu. Sedianya si pewara berkata seperti ini tadi: Untuk menghemat waktu, kita persilakan saja narasumber menjawab pertanyaan peserta.
Sekali lagi, frasa 'mempersingkat waktu' merupakan kesalahan yang sering dilakukan pewara tanpa ia sadari bahwa dia, peserta, narasumber, bahkan si manusia super, Rambo pun tak akan kuasa menyingkatnya.
Di ujung acara bedah buku itu saya bahagia karena setelah kesalahan nalar dalam berbahasa itu saya bisikkan kepada si penulis buku di samping saya, dia pun spontan menegur si pewara: Dek, kata Pak Yarmen, pemakaian frasa menyingkat waktu itu salah karena waktu memang tak bisa disingkat. Pakailah frasa yang semestinya, menghemat waktu.
Sang pewara tentu saja kaget diinterupsi seperti itu oleh dosennya yang bernama Dr. Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, M.A. Tapi pewara yang modis itu langsung berterima kasih karena kesalahan rutin yang selama ini ia lakukan tanpa sadar, sudah dikoreksi.
Seorang moderator merangkap MC mempersilakan narasumber untuk presentasi.
Mempersilakan Tempat dan Waktu
Ini kesalahan lain yang sering dilakukan seorang pewara. Setelah menyebutkan nama pejabat atau pembicara kunci (keynote speaker) dalam sebuah acara, lalu dia persilakan yang bersangkutan menuju podium untuk menyampaikan pidato atau presentasi. Tapi sering kali yang dia ucapkan tanpa sadar adalah kalimat seperti ini: Selanjutnya, sambutan sekaligus membuka resmi acara oleh Gubernur Aceh, Bapak Irwandi Yusuf. Kepada Bapak, waktu dan tempat kami persilakan.
Versi lainnya: Selanjutnya, sambutan sekaligus membuka resmi acara oleh Gubernur Aceh, Bapak Irwandi Yusuf. Waktu dan tempat kami persilakan.
Nah, kedua contoh di atas adalah contoh yang salah, karena yang dipersilakan (tampil ke podium) adalah tempat dan waktu, bukan orangnya. Orangnya dibiarkan duduk diam di tempat. Hehe.
Seharusnya kata 'persilakan' di ujung kalimat pada contoh pertama itu diganti dengan kata 'sediakan'. Untuk contoh kedua, kalimat yang paling ideal adalah: Selanjutnya, sambutan sekaligus membuka resmi acara oleh Gubernur Aceh. Kepada Bapak Irwandi Yusuf kami persilakan. (Kata kami bahkan lebih tepat diganti dengan kata saya untuk menghindari salah kaprah).Instruksi Mematikan...
Instruksi atau perintah yang disampaikan dengan suara lantang sering kali tak terkontrol redaksinya. Sebagai jamaah salat Magrib pada
sebuah masjid di Banda Aceh saya pernah terkesiap mendengar instruksi seorang petugas masjid seperti ini: Demi kekhusyukan beribadah, yang membawa hp harap dimatikan!
(Ini perintah kepada jamaah untuk mengeroyok hingga mati orang yang membawa hp. Hehe. Ngeri kan?)
Di masjid yang lain, saya dapati kertas pengumuman seperti ini: Sewaktu shalat, matikan handphone.
Ada juga yang redaksinya seperti ini: Di waktu shalat, handphone harap dimatikan.
Duhai, lucu sekali sejumlah penutur bahasa Indonesia di tempat-tempat tertentu.
Demikian pelajaran singkat kita tentang tertib bahasa hari ini. Lain waktu (dan tempat) kita lanjutkan.
YARMEN DINAMIKA
(Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia dan Pembina Forum Aceh Menulis/FAMe)
Mntap pencerahannya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih @muh. Semoga berguna untuk menertibkan bahasa kita, terutama bagi MC.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
I second that with you Pak .. (pakai bahasa Inggris sajalah takut salah .. ups :) ... Terimakasih Pak Yarmen sangat bermanfaat
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sebagai seorang yang pernah menjadi MC, kali ini benar-benar mendapat ilmu baru yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya. Terima kasih bang
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hehehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bang... aku bingung dengan instruksi mematikan HP. Tidakkah untuk mengalami mati, sesuatu harus terlebih dahulu hidup? Sementara HP tak tergolong sebagai makhluk hidup. Semoga Abang bersedia memberi penjelasan.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit