Catatan
- Ini adalah Tugas Akhir saya sebagai syarat untuk kelulusan S1 saya di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Namun, Tugas Akhir ini hanya disetor ke perpustakaan Universitas Udayana dan tidak pernah dipublikasi di tempat lain dan hak cipta sepenuhnya saya yang pegang dan sudah 6 tahun sejak Tugas Akhir ini ditulis. Oleh karena itu saya nyatakan Tugas Akhir ini terbuka, boleh disalin, boleh dipublikasi ulang, dan boleh dijual dengan syarat menyebut nama saya sebagai penulis asal dan sebutkan bahwa laporan ini terbuka di tautan ini (customized CC-BY-SA).
- Tugas akhir ini telah disahkan oleh kedua pembimbing saya yaitu Dr. I Made Oka Widyantara, ST., MT. dan I Gst A. Komang Diafari Djuni H, ST., MT. serta ketiga penguji Dr. Gede Sukadarmika, ST., MSc., Widyadi Setiawan, ST., MT., dan NMAE Dewi Wirastuti, S.T., M.Sc., Ph.D. Tugas Akhir ini juga merupakan topik yang diberikan oleh Dr. Nyoman Putra Sastra yang seharusnya menjadi pembimbing utama namun beliau saat itu sedang lanjut studi dimana Tugas Akhir ini menjadi bagian dari Dissertasi S3 beliau.
- Slide: Slide Share
- Source Code: Github
Abstrak
Beberapa tahun ini jaringan sensor nirkabel (JSN) telah memberikan trobosan dalam bidang monitoring dari monitoring curah hujan di kebun hingga monitoring detak jantung di bidang kesehatan. Teknologi ini dikenal atas konsumsi energi yang sangat rendah dan sederhana, bahkan saat ini sedang dikembangkan agar dapat beroperasi tanpa sumber daya, melainkan menggunakan energi sekitar yang tersedia seperti menggunakan masukkan energi dari gelombang elektromagnetik stasiun TV. JSN awalnya fokus pada data yang dapat dikirim pada kapasitas kanal bit rate rendah. Di penelitian ini lebih kepada JSN dengan kapasitas kanal bit rate yang lebih tinggi agar dapat transmisi data multimedia khusus disini adalah transmisi citra, sehingga istilah JSN dapat diturunkan menjadi jaringan sensor visual nirkabel (JSVN). Platform yang digunakan adalah Imote2 dengan radio berbasis IEEE 802.15.4 ZigBee serta ciri khas utama dari penelitian ini adalah mengimplementasi embedded system Linux, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Selama ini tidak ada publikasi yang mendeskripsikan skema transmisi citra di Imote2 Linux, dengan kata lain belum ada informasi yang berkaitan dengan transmisi citra. Di penelitian ini dibahas secara detil skema transmisi citra antar Imote2 Linux versi penulis serta skema agar dapat difungsikan sebagai testbed, mulai dari aplikasi yang ditulis dalam bahasa C, kompilasi beberapa kebutuhan testbed, hingga implementasi testbed. Selebihnya kinerja dari Imote2 Linux diuji dengan mentransmisikan citra tanpa kompresi dan dengan kompresi standar JPEG2000 dimana kompresi dilakukan di embedded system Imote2 Linux oleh software OpenJPEG. Hasil menunjukkan perbedaan yang signifikan antara transmisi tanpa kompresi dengan transmisi dengan kompresi.
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
JSN (Jaringan sensor nirkabel) atau lebih dikenal dengan WSN (wireless sensor network) merupakan suatu sistem jaringan nirkabel yang menggunakan perangkat sensor untuk mendapatkan informasi. Sensor-sensor ini didistribusikan di suatu wilayah yang saling terhubung secara nirkabel (membentuk jaringan) untuk mengumpulkan informasi yang ada di sekitarnya seperti pada Gambar 1.1. JSN ini telah diterapkan di bidang sipil, medis, dan lain-lain (Shwe dkk, 2013). Terdapat beberapa jenis sensor antara lain sensor suhu, gerak, kadar keasaman, suara, dan kamera. Pada penelitian ini digunakan WVSN (Wireless Visual Sensor Network) atau JSVN (Jaringan Visual Sensor Nirkabel), yaitu JSN yang berbasis sensor kamera.
Gambar 1.1 Gambaran JSN/WSN
Salah satu contoh penerapan JSN adalah penelitian Garcia-Sanchez (2010) tentang pemantauan hewan liar terhadap infrastruktur transportasi yang berada di alam liar. Hal yang dipantau adalah interaksi hewan seperti frekuensi dan waktu hewan melintasi jalan raya atau underpass, lama hewan berada pada tempat tersebut, dan bagaimana sikap hewan terhadap infrastruktur transportasi tersebut. Dari pemantauan ini dapat dilihat apakah infrastruktur transportasi aman, menarik perhatian hewan, secara keseluruhan bagaimana keadaan infrastruktur transportasi dan keadaan alam disekitarannya. Pemantauan dilakukan dengan memasang sensor kamera dan sensor gerak platform Imote2 di wilayah infrastruktur transportasi seperti gerbang masuk underpass, dalam underpass, tepi jalan raya, diatas pohon, atau jurang seperti Gambar 1.2. Beberapa faktor seperti tidak ada power source (sumber daya), lingkungan yang tidak memungkinkan untuk instalasi perangkat besar seperti jurang, zona berbahaya, dataran yang tidak merata/miring, dan kondisi mahkluk hidup sekitar yang sensitif (cenderung menyerang perangkat atau menghidari perangkat tersebut), ataupun faktor waktu yang membutuhkan pemantauan segera sehingga tidak mungkin untuk menghabiskan waktu untuk instalasi perangkat besar, dan banyak faktor-faktor lainnya, contoh serupa di bidang militer untuk mendeteksi keberadaan musuh harus menggunakan perangkat minimalis dan berukuran kecil agar tidak mudah dideteksi, untuk hal ini JSN merupakan suatu pilihan karena praktis untuk diterapkan.
Gambar 1.2 Contoh penerapan JSN pada jalan di alam bebas (Garcia-Sanches, 2010)
Penelitian JSN saat ini mengarah pada penghematan energi dengan tetap memaksimalkan kinerja dengan kata lain, mendapatkan informasi sebanyak mungkin dengan konsumsi energy seminimal mungkin.Hal ini dikarenakan JSN memiliki sumber daya yang dan kemampuan komputasi yang terbatas. Imote2 sendiri menggunakan 4 batterai AAA sebagai sumber daya, memiliki kemampuan processing 13-416 MHz, program memory 32 MB, RAM (Random Access Memory) 256 kB sebagai tempat penampung sementara pada tahap processing, dan transmission rate maksimum 250 kbps point-to-point. Walaupun spesifikasi Imote2 unggul dibanding dengan platform lainnya seperti terlihat pada Tabel 1.1 tetapi masih jauh dibanding dengan PC (Private Computer) sekarang yang memiliki spesifikasi minimal processor > 1 GHz, RAM > 1 GB, dan kapasitas harddisk > 50 GB.
Tabel 1.1 Mote hardware (Akyildiz, 2010)
Dari keterbatasan tersebut salah satu upaya penghematan adalah penentuan media transmisi yang tepat. Terdapat banyak jenis standar untuk media transmisi nirkabel seperti WLAN (Wireless Local Area Network), Broadband Wireless, dan WPAN (Wireless Personal Area Network). WLAN distandarkan pada IEEE 802.11 memiliki jakauan yang luas > 1 km dengan max data rate 54 Mbps pada IEEE 802.11g, standar ini lebih cocok untuk komunikasi nirkabel pada komputer. Broadband Wireless memiliki jangkauan yang lebih luas dengan max data rate IEEE 802.16m 100 Mbps lebih dikenal dengan WMAN (Wireless Metropolitan Area Network). Namun dari hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian Wiasta (2012), Natha (2012), dan penulis sendiri Purnama (2013) tidak effisien dalam transmisi data biner menggunakan WLAN. Hasilnya jauh bila dibandingkan dengan menggunakan standar WPAN dapat dilihat pada Gambar 1.3. Untuk perangkat portable disediakan standar IEEE 802.15 WPAN. IEEE 802.15.1 Bluetooth menyediakan maxdata rate 723.2 kbps dengan jangkauan 10 meter biasa digunakan untuk transmisi suara dan data, diaplikasikan pada handphone dan gadget. IEEE 802.15.2 mengatur komunikasi antar WPAN dengan jaringan nirkabel lainnya. IEEE 802.15.3 HR-WPAN (High Data Rate Wireless Personal Area Network) dengan data rate 11-55 Mbps dengan jangkauan > 70 meter biasa digunakan untuk multimedia. Yang cocok untuk digunakan pada JSN adalah standar IEEE 802.15.4 LR-WPAN (Low Data Rate Wireless Personal Area Network) karena bersifat konsumsi daya rendah dan data rate 20, 40, 250 kbps point-to-point dengan jangkauan 10 meter (Ahmad, 2005). IEEE 802.15.4 mengembangkan PHY layer, MAC layer, dan NWK layer, sedangkan Zigbee mengembangkan application layer selengkapnya dapat dilihat di BAB II. Keterbatasan transmisi pada IEEE 802.15.4 Zigbee adalah data rate maksimal 250 Kbps point-to-point dengan PHY layer maksimal besar paket adalah 127 byte dikurangi dengan header 89 byte. Fragmentation dan reassembly tidak dilakukan pada NWK layer oleh karena itu harus dikembangkan aplikasi pada application layer untuk fragmentation dan reassembly serta disesuaikan untuk transmisi citra (Pekhteryev, 2005).
Gambar 1.3 Konsumsi daya listrik pada transmisi data biner JSVN Imote2 (a) Imote2 dengan WLAN (b) catu daya WLAN (c) dengan LR-WPAN (Natha, 2012, dan Wiasta, 2012)
Upaya lain adalah menggunakan sistem operasi yang ringan. Sebelumnya Imote2 bekerja pada Intel Platform X. Setelah Imote2 Pindah ke Crossbow, Intel Platform X tidak lagi dikembangkan karena Crossbow mengeluarkan sistem operasinya sendiri. Sistem operasi yang digunakan kebanyakan sistem operasi yang dikembangkan oleh komunitias seperti SOS (Simple Operating System) tetapi SOS berhenti dikembangkan sejak tahun 2008. Sekarang ini yang digunakan adalah TinyOS dan yang terbaru Linux. Kebanyakan publikasi di web menggunakan TinyOS. Sekarang dikembangkan embedded Linux karena ditemukan batasan-batasan pada TinyOS seperti routing yang kompleks. Komunitas embedded Linux memandang sistem operasi Linux pada Imote2 dapat mengatasi keterbatasan tersebut. Namun embedded Linux pada Imote2 masih bersifat baru dan sedang dikembangkan (Kasteleiner, 2010). Alasan utama digunakan Linux karena bersifat opensource yang artinya gratis, terbuka dan boleh dikembangkan oleh siapapun.
Penelitian ini mengarah ke emebedded system Imote2 Linux. Sebelum telah berhasil mengembed Linux ke platform Imote2 dan berhasil mengirim data acak maksimal 28 byte, kali ini agar Imote2 Linux dapat mentransmisikan citra dengan radio berbasis IEEE 802.15.4 ZigBee. Setelah dapat melakukan transmisi akan diamati kinerja transmisi Imote2 Linux.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana skema transmisi citra dengan media nirkabel berbasis IEEE 802.15.4 ZigBee pada JSVN platform Imote2 di embedded Linux?
- Bagaimana kinerja JSVN platform Imote2 berbasis IEEE 802.15.4 Zigbee pada transmisi citra di embedded Linux?
1.3 Tujuan Penelitian
- Untuk mendapatkan skema transmisi citra dengan media nirkabel berbasis IEEE 802.15.4 Zigbee pada JSVN platform Imote2 di embedded Linux.
- Untuk mendapatkan skema transmisi citra yang kokoh pada JSVN platform Imote2 berbasis IEEE 802.15.4 Zigbee di embedded Linux.
1.4 Manfaat Penelitian
- Mendapatkan skema transmisi citra dengan media nirkabel berbasis IEEE 802.15.4 Zigbee pada JSVN platform Imote2 di embedded Linux.
- Mendapatkan skema yang optimal untuk mentransmisikan citra pada JSVN platform Imote2 di embedded Linux.
- Mendapatkan hasil kinerja JSVN platform Imote2 dalam transmisi citra yang mengimplementasikan IEEE 802.15.4 Zigbee di embedded Linux.
1.5 Batasan Masalah
- Menggunakan JSVN platform Imote2.
- Imote2 menggunakan operating system embedded Linux.
- Pengolahan citra menerapkan standar JPEG2000.
- Sistem transmisi antar Imote2 Linux.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Sebelumnya
Pada penelitian sebelumnya adalah implementasi embedded Linux pada JSVN platform Imote2. Pertama Imote2 menggunakan sistem operasi dari Crossbow. Setelah itu diinstalasi TinyOS, sekarang dicoba digunakan embedded Linux. Ada 3 hal yang dibahas yaitu prosedur instalasi embedded Linux, konfigurasi pasca instalasi, dan diamati kinerja JSVN platform Imote2 dengan mengukur memory yang dikonsumsi dan daya listrik yang dikonsumsi saat mentransmisikan data biner. Prosedur instalasi meliputi cross compile Linux kernel dan driver ke arsitekur ARM yaitu yang digunakan oleh Imote2, penyiapan bootloader dan filesystem, dan pengembedan/pemasukan bootloader, kernel, dan filesystem ke Imote2 menggunakan software OpenOCD chip debugger. Untuk melakukan hal ini diperlukan komputer dengan sistem operasi Linux. Pasca pengembedan/pemasukan diaktifkan jaringan IP (Internet Protocol), SSHD (Secure Shell Daemon), dan radio melalui Telnet. Perintah untuk konfigurasi hal tersebut bersifat umum yang digunakan pada Linux berbasis Debian, Ubuntu, dan sejenisnya. Tahap akhir penelitian adalah mengamati kinerja pentransmisian data biner pada jarak 10m, 20m, dan 30m. Transmisi dicoba pada 2 jenis media transmisi nirkabel yaitu IEEE 802.11 WLAN dan IEEE 802.15.4 Zigbee juga disebut LR-WPAN. Perlu ditambahkan catu daya dan perangkat radio WLAN TP-LINK untuk mengimplementasikan WLAN. Dibuatkan daughter board untuk menghubungkan perangkat, dari segi software dibutuhkan driver.Sedangkan pengimplementasian Zigbee telah tersedia di Imote2, tinggal menjalankan driver dan membuat script untuk mentransmisikan data biner. Pada hasil akhir Zigbee lebih hemat dari segi konsumsi tegangan dan arus listrik dapat dilihat pada Gambar 2.1, Gambar 2.2, dan Gambar 2.3. Nilai konsumsi daya listrik adalah hasil perkalian dari tegangan dan arus listrikpada gambar sebelumnya yaitu gambar 1.2 (Natha, 2012, Wiasta, 2012, Purnama, 2013).
Gambar 2.1 Konsumsi pada baterai Imote2 berbasis WLAN (a) tegangan (b) arus
Gambar 2.2 Konsumsi pada baterai Catu Daya USB WLAN (a) tegangan (b) arus
Gambar 2.3 Konsumsi pada baterai Imote2 berbasis Zigbee (a) tegangan (b) arus
2.2 Tinjauan Mutahir (State of The Art)
Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian sebelumnya yang akan meneliti kinerja JSVN platform Imote dengan sistem operasi embedded Linux dalam mentransmisikan citra melalui media transmisi berbasis IEEE 802.15.4 Zigbee. Jika sebelumnya hanya mentransmisikan data biner, kali ini mentransmisikan citra. Diutamakan mengunakan media transmisi berbasis IEEE 802.15.4 Zigbee karena terbukti sebelumnya lebih effisien.
Gagasan untuk meneliti pentransmisian citra dengan 4 skalabilitas yang berbeda berdasarkan wavelet (tahap penelitian pada BAB III) didapatkan dari penelitian Nasri (2010). Penelitian Nasri (2010) meneliti penerapan JPEG2000 secara distributif transmisi citra pada JSVN. Secara rinci skema JSVN dibagi atas 7 cluster (7 kelompok perangkat JSVN) dimana masing-masing cluster diberi sebagian tahap standar kompresi JPEG2000 (JPEG200 dapat dilihat pada sub-bab 2.6) dapat dilihat pada Gambar 2.4. Dengan skenario ini muncul gagasan untuk mentransmisikan citra dengan skalabilitas yang berbeda berdasarkan standar JPEG2000 dalam penelitian pada penulisan ini.
Gambar 2.4 Skema kompresi JPEG2000 terdistribusi pada JSN (Nasri, 2010)
- Cluster pertama melakukan 1D-DWT dengan dekomposisi secara horizontal membentuk sub-band L dan H.
- Cluster kedua melakukan 1D-DWT dengan dekomposisi secara vertical membentuk sub-band LL1, LH1, HL1, HH1.
- Cluster ketiga melakukan 1D-DWT keseluruhan pada sub-band LL1 untuk membentuk sub-band LL2, LH2, HL2, HH2.
- Cluster keempat melakukan 1D-DWT keseluruhan pada sub-band LL2 untuk membentuk sub-band LL3, LH3, HL3, HH3.
- Cluster kelima melakukan kuantisasi.
- Cluster keenam melakukan prosescode block.
- Cluster ketuju melakukan entropy coding.
Secara ringkas hasil konsumsi energi tertinggi ada pada cluster pertama dan kedua, selanjutnya konsumsi energi bersifat menurun dari cluster kedua hingga ketuju. Hasil didapatkan dengan menggunakan rumus konsumsi energi khusus tahap JPEG2000, dengan kata lain Penelitian Nasri (2010) bersifat simulasi, bukan penelitian yang menggunakan perangkat langsung.
Penelitian berkaitan adalah kinerja kompresi dan transmisi menggunakan IJG (Independent JPEG Group) library pada platform Imote2 dengan TinyOS berdasarkan hasil penelitian oleh Mowafi (2010). Skenario berupa koneksi single-hop atau point-point dimana perangkat JSVN melakukan kompresi JPEG terhadap citra terlebih dahulu sebelum melakukan transmisi. Citra dikompresi dengan quality factor lipatan 5 dari 95-5. Diukur waktu dan drop tegangan saat kompresi dan transmisi serta diukur PSNR citra. Hasil pengukuran menunjukan konsumsi waktu dan tegangan terhadap proses kompresi citra relatif sama terhadap nilai quality factor, dengan nilai mendekati 0. Sedangkan hasil pengukuran transmisi menunjukan memerlukan waktu dan tegangan rata-rata 14 detik dan 0.45 mV pada quality factor 95 dan menurun hingga 1 detik dan 0.03 mV pada quality factor 5. Rentang PSNR dari quality factor 95-5 adalah 47-28 dB.Sehingga kompresi citra JPEG membantu untuk menghemat waktu dan energi dalam transmisi citra. Hasil penelitian dapat dilihat dari pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Quality factor terhadap (a) waktu (b) drop tegangan (c) PSNR (Mowafi, 2010)
Pada makalah lain Mowafi (2012) mengimplementasikan IJG dan JPEG2000. Dilakukan variasi quality factor pada IJG dan Compression Ratio pada JPEG2000 dengan menemukan besar file yang sama pada kedua teknik kompresi tersebut. Setelah itu dilakukan perbanding terhadap kedua teknik kompresi tersebut dengan mengukur waktu untuk kompresi, waktu transmisi setelah kompressi, dan konsumsi energi terhadap bit rate. Pengukuran PSNR dari kedua teknik kompresi tersebut juga dilakukan berdsarkan besar file. Terakhir dilakukan simulasi dengan multi-hop sensor dimana waktu dan komsumsi energi menjadi tolak ukur terhadap kedua teknik kompresi tersebut.Parameter didapatkan dari penelitian single-hop sebelumnya. Hasilnya JPEG2000 unggul di sisi PSNR, konsumsi daya listrik saat transmisi, dan waktu transmsisi tetapi JPEG unggul di sisi konsumsi daya listrik dan waktu saat kompresi. Konsumsi saat kompresi pada JPEG paling sedikit dibanding dengan askpek lain, sedangkan konsumsi saat kompresi pada JPEG2000 sebaliknya yaitu paling besar, dari proses keseluruhan kompresi dan transmisi. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.6. Sehingga disimpulkan JPEG lebih efisien pada JSVN dengan hop (lompatan) yang pendek karena hemat di sisi kompresi, tidak membutuhkan jalur transmisi yang panjang. Jika dengan hop yang panjang disarankan menggunakan JPEG2000 karena lebih hemat di sisi transmisi. JSVNakan lebih optimal bila diterapkan teknik kompresi yang bervariasi agar bersifat fleksibel terhadap keadaan.
Gambar 2.6 Kompresi Citra terhadap (a) PSNR (b) Energi (c) Waktu (Mowafi, 2012)
Penelitian Pekhteryev (2005) adalah mentransmisikan citra pada jaringan IEEE 802.15.4 dan Zigbee sangat mirip dengan penelitian ini. Disebabkan oleh kapasitas transmisi yang sangat terbatas dan tidak disediakan fitur fragmentation dan reassembly pada NWK layer diharuskan membuat suatu aplikasi dengan fitur tersebut. Penelitiannya adalah mengamati jumlah pengiriman citra yang error dari pengiriman 100 citra JPEG dan 100 citra JPEG2000 pada jaringan 1-hop dan 2-hop seperti Gambar 2.7, hasil dapat dilihat pada Gambar 2.8 dan 2.9.
Gambar 2.7 Skenario penelitian (Pekhteryev, 2005)
Gambar 2.8 Persentase histogram bytes error1 (Pekhteryev, 2005)
Gambar 2.9 Persentase histogram bytes error 2 Pekhteryev (2005)
Penelitian ini mengimplementasikan transmisi citra pada transmisi IEEE 802.15.4 Zigbee seperti penelitian Pekhteryev (2005). Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian Pekhteryev (2005) menggunakan perangkat M16C mikrokontroller dan lebih menganalisis error transmisi sedangkan penelitian ini menggunakna perangkat platform Imote2 dan lebih menganalisis effisiensi energi transmisi. Selanjutnya akan dicoba bila citra dikompresi terlebih dahulu menggunakan standar JPEG2000 sebelum ditransmisikan seperti penelitian Mowafi (2012). Perbedaan dari penelitian ini dengan Mowafi (2010, 2012) adalah sistem operasi yang digunakan, penelitian Mowafi (2010, 2012) menggunakan TinyOS sedangkan penelitian ini menggunakan embedded Linux. Selain itu tidak ada penelitian (dari pengetahuan penulis) yang membahas skema transmisi citra pada JSVN IEEE 802.15.4 Zigbee khususnya di embedded system Imote2 Linux. Inti dan perbedaan mendasar dari penelitian ini terhadap yang lain adalah dibuat program transmisi citra dalam bahasa C dan skema agar dapat berfungsi sebagai testbed di Imote2 Linux.
2.3 Daya Listrik
Daya listrik merupakan tenaga listrik, secara matematis didefinisikan sebagai energi listrik yang dihasilkan per waktu.
P=dw/dt (2.1)
Dimana:
p = daya listrik (watt)
w = energi listrik (joule)
t = waktu (detik)
Daya listrik dapat dibentuk dari perkalian tegangan listrik dan arus listrik. Jika tegangan listrik adalah energi listrik rata-rata per muatan listrik, dan arus listrik merupakan muatan listrik yang mengalir tiap detik maka perkalian kedua variabel tersebut menghasilkan daya listrik (Irwin, 1993).
V=dw/dq, I=dq/dt, VI=(dw/dq)(dq/dt)=(dw/dt)=P (2.2)
Dimana:
V = tegangan listrik (volt)
q = muatan listrik (coloumb)
I = arus listrik (ampere)
2.4 Standar IEEE 802.15.4 Zigbee
Standar ini merupakan kerjasama antar IEEE (Institute of Electronic and Electrical Engineer) dan ZigBee. IEEE fokus mengembangkan standar pada layer dibawahnya yaitu PHY (Physical) layer dan MAC (Media Access Control) atau datalinklayer. Sedangkan ZigBee fokus mengembangkan layer diatasnya, sampai application layer. Standar IEEE 802.15 khusus pada WPAN (Wireless Personal Area Network) dengan tujuan konsumsi daya listrik rendah, jarak pendek, dan ukuran alat kecil. Jika 802.15.1 (bluetooth) merupakan standar menengah, 802.15.3 merupakan HR(high rate)-WPAN dengan data rate tinggi, maka 802.15.4 merupakan LR(low rate)-WPAN dengan data rate rendah namun konsumsi daya listrik rendah. Sedangkan 802.15.2 merupakan standar untuk menghubungkan antar jenis perangkat wireless (Ergen, 2004).
Gambar 2.10 Arsitektur standar IEEE 802.15.4 ZigBee (Daintree Network, 2006)
2.4.1 PHY Layer
Merupakan layer paling bawah yang mengatur transmisi. Pembentukan symbol menggunakan modulasi O-QPSK (Offset Quadriture Phase Shift Keying) untuk mengurangi konsumsi pada transmisi. Operating frequency bands dibagi atas 27 channel berdasarkan DSSS (Direct Sequence Spread Spectrum) seperti pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Operating frequency band (Ergen, 2004)
Channel 0 berada pada frekuensi 868.3 MHz dengan data rate 20 Kbps, channel 1-10 berada pada frekuensi 902 Mhz dengan jarak antar channel 2 MHz dengan data rate 40 Kbps, dan channel 11-26 berada pada frekuensi 2.4 GHz dengan jarak antar channel 5 MHz dengan data rate 250 Kbps. Sensitivitas minimum channel 0-10 -92dBm sedangkan channel 11-26 adalah 85 dBm (Ergen, 2004), selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Frequency bands and data rates (Ergen, 2004)
Fitur dari PHY layer (Ergen, 2004):
- Activation dan deactivation radio tranceiver.
- Receiver ED (Energy Detection).
- LQI (Link Quality Indication).
- CCA (Clear Channel Assessment).
- PPDU (Physical Protocol Data Unit) packet.
Gambar 2.12 Format PPDU (Ergen, 2004)
2.4.2 MAC Layer
MAC layer merupaka layer yang mengatur aliran data dari PHY layer menuju network layer dan sebaliknya. Suatu perangkat dapat berupa FFD (Full Function Device) atau RFD (Reduced Function Device). Suatu FFD dapat berfungsi sebagai PAN (Personal Area Network) coordinator, coordinator, atau member. MAC layer mengatur perangkat sebagai berikut (Ergen, 2004):
- Model transfer data, dapat dibagi menjadi 3 yaitu coordinator-device, device-coordinator dan device-device. Dapat diatur untuk menggunakan beacon atau tidak. Bila menggunakan beacon akan menggunakan format superframe structure dan bila tidak akan menggunakan unslotted CSMA-CA (Carrier Sense Multiple Access Carrier Avoidance). Format beacon frame dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Beacon frame
- Dapat menggunakan superframe structure atau tidak. Superframe structure dapat dilihat pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Superframe structure
Dari struktur pada gambar 2.14 terlihat ada 3 periode. Pada periode inactive perangkat dalam keadaan tidak aktif. Pada periode CFP (Contention Free Period) terdapat GTS (Guaranteed Time Slot) dari channel 11-15, perangkat lain yang hendak berhubungan dengan perangkat dalam keadaan CFP langsung dapat berhubungan. Sedangkan pada CAP (Contention Access Period) perangkat harus bersaing menggunakan slotted CSMA-CA untuk berhubungan. Algoritma CSMA-CA dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Algoritma CSMA-CA
- Memulai dan menjaga PAN. Suatu PAN akan dimulai setelah melakukan active channel scan, bila terdapat PAN yang sama pada suatu POS atau disebut sebagai conflict perangkat akan menjalankan identifier conflict resolution procedure.
- Mengatur association dan disassociation. Suatu perangkat yang hendak associate dengan suatu PAN akan mengirim data-request ke coordinator. Selanjutnya coordinator akan mengirim acknowledgement. Walaupun acknoledgement telah sampai belum tentuk perantkat yang mengirim data-request tersebut telah associate, tergantung dari coordinator. Bila coordinator hendak disassociate suatu perangkat atau perangkat ingin disassociate diri maka mengirim data-request. Walaupun acknoledgement belum terkirim perangkat yang mengirim data requeset segera disassociate setelah pengiriman. Data frame dapat dilihat pada gambar 2.16, dan acknoledgement frame dapat dilihat pada gambar 2.17.
Gambar 2.16 Data frame
Gambar 2.17 Acknowledgment frame
- Mengatur sinkronisasi. Sinkronisasi dapat menggunakan beacon, bila tidak maka meminta informasi dengan coordinator.
- MAC frame format, dapat dilihat pada gambar 2.18. MAC Command frame dapat dilihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.18 General MAC frame format
Gambar 2.19 MAC Command Frame
2.4.3 Network Layer
Network layer mengatur jaringan termasuk mekanisme routing. Pada layer ini secara umum menggunakan dua algoritma yaitu AODV (Ad Hoc On Demand Distance Vector) dan Cluster-Tree algorithm milik Motorola (Ergen, 2004).
- AODV merupakan pure on-demand route acquisition algorithm, dimana perangkat tidak berada pada jalur aktif, menetapkan informasi routing, ataupun berpatisipasi secara periodik saling tukar-menukar tabel routing. Perangkat tidak harus mengetahui jalur menuju perangkat lain pada suatu jaringan bila tidak perlu berkomunikasi. Path discovery (pencarian jalur) dilakukan bila perangkat perlu berkomunikasi. Pertama perangkat akan mengirim paket RREQ (Route Request) yang terdiri dari source addr, source sequence number, broadcast id, dest addr, dest sequence number, hop cnt. Perangkat akan mulai berkomunikasi bila menerima RREP (Route Reply) yang terdiri dari source addr, dest addr, dest sequence number, hop cnt, lifetime.
- Motorola's Cluster-Tree Algorithm, pada algoritma ini terlebih dahulu ditunjuk perangkat sebagai DD (Degsinated Device). DD merupakan perangkat inti dari sebuah topologi, sehingga segala informasi dari topologi akan disimpan pada DD, dari informasi ini diketahui optimalisasi topologi yang dibentuk. Ditentukan bahwa DD berada pada cluster ke-0. Setelah itu DD akan memberi CID (Cluster Identity) kepada CH (Cluster Head). Melalui CH diberi ID (Identity) dan diperiksa perangkat sekitarnya yang akan dijadikan anggota dari CH dan membentuk topologi star. Penghubung antar cluster disebut border node. Topologi keseluruhan akan membentuk tree dapat dilihat pada gambar 2.20.
Gambar 2.20 Multicluster network
2.4.4 Application Layer
Layer ini terdiri dari application framework dan application support (APS) sublayer. Application framework mengatur komunikasi yang menghubungkan antara end-user dengan layer dibawah application. Sedangkan application support sublayer mengatur hubungan antara application framework dan network layer, secara spesifik mengatur application profile, cluster, dan endpoints. Application profile menggambarkan sekumpulan perangkat yang berkerja pada suatu aplikasi spesifik, contohnya application profile untuk home automation system dan commercial, industry dan institutional. Suatu perangkat pada sebuah application profile berkomunikasi dalam sebuah cluster, contohnya pada home automation profile terdapat cluster yang mengatur subsistem pencahayaan. Sedangkan endpoints merupakan entitas komunikasi, yang telah ditentukan mengenai aplikasi yang dijalankan contohnya tombol pada remote control.
Hal yang penting dari application support sublayer adalah binding, dimana disini diartikan sebagai penghubung antar endpoints contohnya untuk menghidupkan lampu dengan tombol pada remote. Binding dapat bersifat direct maupun indirect. Hubungan langsung antara remote dengan lampu merupakan direct binding. Yang bersifat indirect binding terdapat penerus diantara remote dengan lampu, biasanya terdapat cluster library. Perintah pada cluster library ada yang dapat dipakai bersama, hanya perlu ditambahkan cluster ID pada perintah tersebut, contohnya perintah on/off yang perlu ditambahkan cluster ID terhadap perangkat yang dituju (Daintree Network, 2006).
Fragmentation dan reassembly tidak dilakukan pada NWK layer oleh karena itu harus dikembangkan aplikasi pada application layer untuk fragmentation dan reassembly serta disesuaikan untuk transmisi citra (Pekhteryev, 2005).
2.5 Intel Mote 2 (Imote2)
Imote2 merupakan platform pada perangkat JSN yang dikembangkan oleh Intel Research pada bagian penelitian Platform X. Perangkat ini dibangun dengan konsumsi daya listrik yang rendah, dengan processor PXA271 XScale CPU, dan terintegrasi pada IEEE 802.15.4 ZigBee (Stanford, 2013). Processor ini (Intel Xscale processor PXA271) dapat beroperasi pada tegangan rendah (0.85V) dan frekuensi 13MHz hingga 104MHz. Frekuensi dapat dinaikkan hingga 416MHz dengan mengatur tegangan. Secara umum Imote2 terdiri dari 4 bagian seperti terlihat pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21 Imote2 (a) radio processor board (IPR2400) (b) interface board (IIB400) (c) sensor board (IMB400)(d) power supply board (IBB2400).
2.5.1 Radio Processor Board IPR2400
Spesifikasi IPR2400 dapat dilihat sebagai berikut (crossbow, 2007):
- PXA271 XScale® processor @ [13–416] Mhz.
- Wireless MMX coprocessor.
- 256kB SRAM, 32MB FLASH, 32MB SDRAM.
- Integrated 802.15.4 radio, support for external radios through SDIO and UART.
- Integrated 2.4GHz antenna.
- Multicolor status indicator LED.
- Basic and advanced expansion connectors supporting : 3xUART, I2C, 2xSPI, SDIO, I2S, AC97, USB host, Camera I/F, GPIO.
- Mini-USB port for direct PC connection.
- Size: 48 mm x 36 mm. PCB thickness 1.75 mm
2.5.2 Interface Board IIB400
Spesifikasi IIB400 dapat dilihat sebagai berikut (crossbow, 2007):
- Mote connectors 2x Advanced (male/female).
- USB connector mini-B female.
- Serial port A virtual UART with RTS/CTS flow control.
- Sertial port B virtual UART without hardware flow control.
- JTAG port standard 20-pin connector.
- Size 48mm x 36mm x 14m.
- Weight 11g.
2.5.3 Sensor Board IMB400
Spesifikasi IMB400 dapat dilihat sebagai berikut (crossbow, 2007):
- Camera
- Image resolution up to 640x480 pixels, 30 fps max. RGB, YcbCr or YUV formats.
- Hardware image scaling and filtering – automatic exposure, gain, white balance, black level.
- Image controls include saturation, hue, gamma, sharpness.
- Audio Codec
- Sampling rates up to 48kHz, mono.
- SNR > 94dB, THD < -80dB
- Programmable filters for noise suppression.
- PIR Sensor
- Maximum range ~ 5m.
- Detection angles 80-1000.
2.5.4 Power Supply Board IBB2400
Spesifikasi IBB2400 dapat dilihat sebagai berikut (crossbow, 2007):
- Batteries 3 x AAA.
- Maximum Current 500mA fused.
- Size 52mm x 43mm x 18mm.
- Weight with 3 AAA Batteries 51g.
- Weight without batteries 14g.
2.6 JPEG2000
JPEG2000 merupakan standar kompresi citra yang dikembangkan oleh JPEG (Joint Photographic Expert Group) sekitar tahun 2000 dengan harapan standar kompresi citra ini yang berdasarkan DWT (Discrete Wavelet Transform) memberikan kualitas yang lebih baik dari pada standar kompresi citra sebelum yang dikembangkan pada tahun 1992 yaitu JPEG yang berdasarkan DCT (Discrete Cosine Transform). Adapun keunggulan JPEG2000 dengan JPEG sebagai berikut:
- Memberikan rasio kompresi yang lebih besar sekaligus dengan kualitas citra yang lebih baik.
- Menggunakan tiling, sehingga pengkodean dapat dilakukan hanya pada bagian citra tertentu, tidak harus dilakukan pengkodean seluruh citra, dengan kata lain, citra dibagi menjadi banyak bagian.
- Progressive transmission dengan pixel dan akurasi resolusi, artinya citra awalnya diterima pada resolusi rendah, resolusi akan meningkat seiringnya pengiriman data, sehingga dapat bersifat multiresolusi, dapat ditampilkan dengan banyak pilihan resolusi.
- Terdapat pilihan kompresi lossless atau lossy yang tidak ada pada JPEG.
- Retan terhadap error.
- File format yang fleksibel.
- Side channel spatial information.
Secara umum teknis dari kompresi citra JPEG2000 dapat dilihat pada gambar 2.22 dan sebaliknya bersifat terbalik.
Gambar 2.22 Teknik kompresi citra JPEG2000 secara umum
Standar kompresi citra JPEG2000 diatur pada ISO/IEC 15444 yang terdiri dari 14 bagian, karakteristik dasar dari JPEG2000 diatur pada bagian pertama yaitu ISO/IEC 15444-1 core coding system. Pengkodean pada JPEG2000 dapat dilihat pada gambar 2.23.
Gambar 2.23 Pengkodean JPEG2000
2.6.1 Codestream syntax
Sebelum citra dapat dilakukan DWT, maka citra tersebut harus dikonversi menjadi sinyal. Hal tersebut dilakukan pada bagian codestream syntax. Pada bagian ini terdapat header baik header inti atau header tile. Header terdiri dari beberapa marker segment yang mengandung informasi minimalis mengenai suatu komponen, contohnya besar tile, ROI (Region of Interest), dan kuantisasi, dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 (Boliek, 2000).
Tabel 2.2 Daftar marker segment 1
Tabel 2.3 Daftar marker segment 2
2.6.2 Data Ordering
Pada bagian ini dilakukan pembagian suatu citra menjadi beberapa komponen. Pada bagian inilah dilakukan tiling seperti gambar 2.24 yaitu pembagian citra menjadi kotak-kotak, sehingga pengkodean tidak harus dilakukan pada seluruh citra, pengkodean dapat dilakukan pada bagian tertentu, contohnya peningkatan resolusi dapat dilakukan pada bagian tertentu tidak harus seluruh citra.
Gambar 2.24 Tiling
Setelah itu tile-tile tersebut dibagi atas beberapa resolusi dan sub-band antara lain terdapat sub-band LL, LH, HL, dan HH seperti pada Gambar 2.25. Resolusi dibagi menjadi precincts, dan sub-band dibagi menjadi code-blocks. Data tersebut didistribusi pada 1 atau lebih layer dimana informasi kandungan masing-masing layer disimpan dalam paket. Terakhir adalah progression order yang memungkinkan multiresolusi, tingkat resolusi akan meningkat seiring dengan pengiriman data, dengan kata lain tidak perlu mengambil semua data untuk menampilkan citra (Boliek, 2000).
Gambar 2.25 Contoh perubahan progression order 2 dimensi
2.6.3 Arithmetic Entropy Coding
Setelah mendapatkan koefisien tahap selanjutnya adalah arithmetic entropy coding dimana suatu informasi direpresentasikan dalam bentuk digital. JPEG2000 menggunakan Elias entropy coding dimana suatu integer positif x direpresentasikan sebagai 1 + floor(log(2)x). Karena citra telah dibagi atas beberapa tile maka coding dilakukan pada masing-masing tile (Boliek, 2000).
2.6.4 Coefficient Bit Modeling
Pada bagian ini informasi yang penting atau langka muncul disaring. Masing-masing koefisien pada sub-band telah dibagi menjadi code blocks seperti gambar 2.26.
Gambar 2.26 Code block
Setelah itu code block siap untuk memasuki coding passes. Coding passes terdiri dari 3 yaitu (Boliek, 2000):
- Significance propagation coding pass, dimana ditentukan koefisien yang penting atau langka muncul.
- Magnitude refinement pass, setelah didapat koefisien yang significant dari coding pass pertama, pada tahap ini koefisien tersebut dijumlah dengan tetangga horisontal, vertikal, dan diagonal. Jika penjumlah lebih atau sama dengan 1 maka diberi label “TRUE”, selain itu “FALSE”.
- Clean-up coding pass, dilakukan run-length coding pada koefisien lain.
2.6.5 Quantization
Kuantisasi merupakan proses pembulatan koefisien. Pada JPEG2000 digunakan rumus 2.3 untuk mencari stepsize kemudian menggunakan rumus 2.4 kuantisasi (Boliek, 2000).
∆b=2Rb−εb(1+(μb/2)) (2.3)
∆b : stepsize
Rb : dinamic range sub-band b
εb : eksponen
μb : mantisa
q(u,v)=sign(ab(u,v))(ab(u,v)/∆b) 2.4
2.6.6 Transform
Pada standar JPEG2000 FDWT (Foward Discrete Wavelet Transform) dilakukan pada masing-masing tile. FDWT melewati koefisien tile dengan low pass filter dan high pass filter untuk mendapatkan koefisien low pass dan koefisien high pass. Level pertama FDWT menghasilkan sub-band LL (Low-Low) yang terdiri koefisien low pass vertical dan low pass horizontal, LH (Low-High) yang terdiri koefisien low pass vertical dan high pass horizontal, HL (High-Low) yang terdiri koefisien high pass vertical dan low pass horizontal, dan HH (High-High) yang terdiri koefisien high pass vertical dan high pass horizontal. Level seterusnya dilakukan FDWT pada sub-band LL, dan sub-band LL baru yang dihasilkan tergantung level yang ditentukan seperti gambar 2.27. Koefisien low pass vertical didapatkan dengan mengaplikasikan low pass filter terhadap tile secara vertikal sedangkan koefisien low pass horizontal didapatkan dengan mengaplikasikan low pass filter terhadap tile secara horizontal dan seterusnya. Pada sisi decoder dilakukan proses IDWT (Inverse Discrete Wavelet Transform) yaitu proses kebalikan dari FDWT (Boliek, 2000).
Gambar 2.27 Foward Discrete Wavelet Transform
2.6.7 DC Level, Component Transform
Forward DC level shift dilakukan sebelum melakukan FDWT. Setelah melakukan forward DC level dapat dilakukan forward component transform untuk mengefisienkan kompresi, namun proses ini boleh tidak dilakukan seperti gambar 2.28 (Boliek, 2000).
Gambar 2.28 DC level shift sebelum transformasi
2.6.8 Region of Interest
ROI (Region of Interest) merupakan bagian citra yang akan dikodekan pada codestream terlebih dahulu dengan tujuan bagian ini diberikan kualitas yang lebih besar. Metode yang digunakan adalah Maxshift. Secara umum terdiri dari 4 langkah (Boliek, 2000).
- Pembangkitan daerah ROI.
- Penentuan skala daerah ROI agar memiliki nilai yang lebih besar dari pada yang bagian yang lainnya (latar belakang), agar berada pada bit plane yang lebih tinggi.
- Penurunan skala latar belakang.
2.7 Peak Signal to Noise Ratio
PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) merupakan suatu ukuran umum digunakan untuk mengukur kualitas citra yang telah diolah terhadap aslinya. Pertama dilakukan perhitungan kesalahan terhadap citra yang telah diolah f(x,y) terhadap citra asli g(x,y). Setelah didapatkan nilai MSE (Mean Square Error) yang akan digunakan untuk mencari nilai PSNR (Shi, 2007).
e(x,y)=f(x,y)− g(x,y) (2.5)
e : error
f : citra terolah
g : citra asli
x : koordinat horisontal
y : koordinat vertikal
MSE=(1/MN)ΣM-1x=0ΣN-1y=0e(x,y)2 (2.6)
MSE : Mean Square Error
M : dimensi horisontal citra
N : dimensi vertikal citra
PSNRdB=10log10(2552/MSE)dB (2.7)
PSNR : Peak Signal to Noise Ratio dalam decibel