Hati-hatilah ikut acara cuap-cuap dan bicara buka-bukaan di stasiun televisi. Tampil di televisi memang bisa bikin populer. Namun, keasyikan bicara bisa membuat Anda “terjebak,” yang berujung tuntutan pidana. Itulah mungkin yang dialami Jonru, sesudah mengikuti cara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TVOne.
Bagi publik yang biasa aktif di media sosial, nama Jonru alias Jonru Ginting pasti sudah tak asing lagi. Pegiat media sosial ini terkenal dengan statusnya di media sosial, berupa plintiran berita yang kritis terhadap Presiden Jokowi. Tetapi yang lebih bermasalah adalah pesan-pesan yang bernada kebencian.
Seperti dilansir tribun-timur.com (30/9/2017), Jonru telah ditahan oleh Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran ujaran kebencian. Awalnya ia diperiksa sebagai saksi, tetapi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Jonru Ginting dilaporkan ke polisi pada Kamis (31/8/2017) oleh Muannas Al Aidid. Muannas menilai, unggahan Jonru di media sosial sangat berbahaya dan jika dibiarkan dapat memecah belah bangsa Indonesia.
Namun, sebelum ada pelaporan itu Jonru hadir di acara ILC dengan tema “Halal-Haram Saracen,” Selasa (29/8/2017). Acara ini mengulas praktik kejahatan online yang dilakukan sindikat penyebar hoaks dan kebencian bernama Saracen.
Di acara itu, anggota DPR-RI Akbar Faisal mengutip salah satu postingan Jonru yang dianggap bermasalah di akun Facebook-nya, lalu bertanya ke Jonru: “Apakah betul Anda pernah memposting ini?" Jonru mengakui bahwa itu adalah tulisannya.
Akbar pun dengan sigap mengatakan, jawaban tersebut adalah “pengakuan” dari Jonru. Akbar langsung mempersilakan polisi untuk memproses “pengakuan” Jonru itu. Jonru kaget dan marah. Namun “pengakuan” yang disaksikan dan didengar oleh begitu banyak orang dan para penonton TV tak bisa ditarik lagi.
Tulisan Jonru yang dianggap bermasalah itu mempertanyakan asal-usul Presiden Jokowi. Tulis Jonru: "Jokowi merupakan Presiden yang belum jelas siapa orangtuanya. Sungguh aneh, untuk jabatan sepenting presiden, begitu banyak orang yang percaya kepada orang yang asal muasalnya serba belum jelas.”
Jonru berpendapat, tulisannya itu tidak bernada kebencian dan multi-tafsir. Menurut Jonru, siapa pun boleh menulis sesuatu dan ungkapan yang dia disampaikan itu bukan ilmu pasti. Siapa pun boleh menyampaikannya atau boleh menafsirnya sesuai hati masing-masing.
Kita di sini tidak bermaksud menafsirkan isi tulisan Jonru. Cuma kita perlu mengingatkan, media sosial ini dibaca oleh ribuan, bahkan jutaan orang. Setiap tulisan, entah isinya benar atau salah, pastilah berdampak pada orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan dari si penulis sebelum menyebarkan tulisannya.
Dalam perspektif etis, menurut saya sendiri, tulisan Jonru itu terlalu personal dan bisa dianggap sebagai serangan pribadi terhadap Jokowi. Mempertanyakan keabsahan identitas orangtua seseorang itu sangat serius.
Akan lebih aman dan lebih proporsional, jika Jonru mengeritik atau bahkan mengecam kebijakan ekonomi atau politik Presiden Jokowi. Di negara demokrasi, seorang warga mengeritik kebijakan penguasa itu sah-sah saja. ***