PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INTRUCTION (PBI) PADA MATERI LINGKARAN KELAS VIII MTSN 4 ACEH BARAT DAYA
ABSTRAK
Oleh
Emi Suhaimisyah
([email protected])
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvesional. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah true eksperimental untuk menguji hubungan sebab akibat dari pelaksanaan pembelajaran, dengan rancangan kelompok kontrol pretest posttest menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 82 orang siswa. penarikan sampel menggunakan random sampling maka yang terpilihlah adalah kelas VIII.A sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 21 orang siswa dan kelas VIII.B yang berjumlah 21 orang sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data menggunakan tes yang terdiri pretest dan postest. Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan perhitungan maka diperoleh hasil gain ternormalisasi kelas eksperimen dengan rata-rata 0,64 dan kelas kontrol 0,38. Uji homogenitas diperoleh Fhitung > Ftabel (3,50 > 2,12) yang berarti bahwa data kedua kelas tidak bersifat homogen, uji normalitas menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal karena nilai x2hitung > xtabel. Karena data tidak berdistribusi normal maka pengujian hipotesis menggunakan uji Mann Whitney U-Test yang kemudian dilanjutkan dengan uji Z karena sampel dalam penelitian >20 orang siswa, dari pengolahan data tersebut diperoleh nilai Zhitung =-4,69 dengan nilai p<α (0,0000<0,05) dari hasil tersebut maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan penting untuk memajukan suatu bangsa. Sumber daya manusia yang berkualitas terbentuk dari bangsa yang cerdas. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional dioperasionalkan menjadi tujuan pembelajaran di sekolah dari bidang studi yang diberikan di sekolah, salah satu bidang studi yang diberikan di sekolah adalah matematika. Namun tak dapat dipungkiri bahwa terdapat masalah dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia (Depdiknas, 2006).
Dalam proses pembelajaran, anak kurang termotivasi untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbulkan berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika siswa lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2006:12).
Tujuan proses belajar mengajar secara ideal yaitu agar semua peserta didik dapat menguasai bahan belajar secara maksimal. Hal inilah yang disebut mastery learning atau belajar tuntas, yang merupakan sebuah pola pembelajaran yang mengharuskan pencapaian siswa secara tuntas, terhadap setiap unit pembahasan dan pemberian tes formatif pada setiap pembelajaran baik sebelum maupun sesudahnya (Depdikas, 2003:14).
Pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat perlu dikembangkan, matematika merupakan salah satu disiplin ilmu memegang peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan demikian matematika perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh segenap lapisan masyarakat, terutama siswa sekolah formal, matematika dapat melatih manusia berpikir logis, kritis dan menyelesaikan permasalahan yang mencakup aspek kehidupan (Soedjaji, 2000:45).
Perkembangan pola pikir matematika sangat berperan karena perilaku manusia dalam mempertahankan eksistensinya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan senantiasa disertai perhitungan-perhitungan dengan aturan tertentu misalnya berhitung, berdagang, belanja, dan sebagainya. Menurut Cornelius (Abdurahman, 2003:253) ada lima alasan perlunya belajar matematika diantaranya adalah (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Pembelajaran matematika SMP/MTsN bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah. Ketiga tujuan tersebut saling berkaitan karena jika peserta didik mampu memahami konsep matematika maka peserta didik akan cenderung lebih mudah menggunakan kemampuan bernalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah (Depdiknas, 2006:429).
Berdasarkan observasi di MTsN 4 Aceh Barat Daya terungkap beberapa permasalahan, diantaranya adalah hasil belajar siswa sebagian besar belum tuntas, yang disebabkan oleh kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa, berpikir kritis dalam matematika sangat dibutuhkan oleh siswa, dengan berpikir kristis para siswa dapat lebih mudah memahami dan mencerna setiap masalahan matematika yang dihadapi. Untuk melihat kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat sampel jawaban siswa berikut ini :
- Perhatikan gambar jari-jari sepeda di samping ini
Kemudian hitunglah diameter dan keliling dari
jari-jari tersebut !
Jawaban
Gambar 1.1 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Tinggi
Gambar 1.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Rendah
Berdasarkan kedua hasil jawaban siswa maka dapat dilihat permasahan yang terjadi, permasalahan tersebut adalah ketidakmampuan siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis terhadap materi lingkaran, di dalam soal terlihat jelas bahwa permasalahan yang harus diselesaikan adalah menghitung diamater dan keliling lingkaran, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis siswa yang tinggi mampu menjawab dengan benar walaupun tidak selesai (Gambar 1.1) sedangkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis siswa yang kurang hanya menjawab dengan menggambar (Gambar 1.2).
Permasalahan yang terjadi bukan merupakan permasalahan biasa dan perlu dikaji lebih rinci untuk memudahkan para siswa dalam memahami kesulitan tersebut. Mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan disekitarnya. Menurut Cabera (Fachrurazi, 2011:14) “penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi berbagai permasalahan masa mendatang di lingkungannya”. Untuk itu dalam proses belajar mengajar guru tidak boleh mengabaikan penguasaan kemampuan berpikir kritis siswa. Orang yang berpikir kritis matematis akan cenderung memiliki sikap yang positif terhadap matematika, sehingga akan berusaha berpikir dan mencari strategi penyelesaian masalah matematika.
Glazer (Sabandar, 2009:52) menyatakan bahwa “berpikir kritis matematis adalah kemampuan dan disposisi matematis untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematis, strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan, dan mengevaluasi situasi matematis”. Dengan demikian diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang mampu membangun pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis pada diri siswa.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah model pembelajaran Problem Based Intruction. Hal ini sesuai dengan pendapat Arends (Trianto, 2009:21) yang menyatakan bahwa “model pembelajaran Problem Based Intruction merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir kritis, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri”.
Menurut Slavin (Ismaimuza, 2010:24) karakteristik lain dari model pembelajaran Problem Based Intruction meliputi pengajuan pertanyaan terhadap masalah, fokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan authentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya yang harus dipamerkan. Sejalan dengan pendapat Slavin, menurut Pierce dan Jones (Trianto, 2010:26) dalam pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Intruction terdapat proses yang harus dimunculkan, seperti: keterlibatan (engagement), inkuiri dan investigasi (inquiry and investigation), kinerja (performance), tanya jawab dan diskusi (debriefing)”.
Peran guru dalam pembelajaran Problem Based Intruction menurut Ibrahim (Suprijono, 2009:97), berbeda dengan pembelajaran tradisional, peran guru dalam pembelajaran Problem Based Intruction antara lain yaitu: 1) mengorientasikan siswa pada masalah, 2) memfasilitasi dan membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan, 3) memfasilitasi siswa dalam berdiskusi, dan 4) mendukung siswa dalam belajar.
Berdasarkan penelitian terdahulu (Ruslan, 2011) diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Intruction dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa”. Penelitian selanjutnya (Januarita, 2009) diperolah hasil penelitian bahwa “peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran problem based Intruction lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional”.
Berdasarkan uraian di atas mengingat pentingnya penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan proses berpikir kritis maka penulis tertarik mengkaji permasalahan tersebut dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Problem Based Intruction (PBI) Pada Materi Lingkaran Kelas VIII MTsN 4 Aceh Barat Daya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvesional ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
- Bagi Siswa
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah, meningkatkan semangat kerja sama dalam belajar kelompok, dan merangsang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis itu sendiri dengan memperhatikan setiap langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Intruction yang diterapkan oleh guru. - Bagi Guru
Dapat menjadi masukan bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat mengembangkan potensi guru dalam mengajar yang semula berperan sebagai pemberi informasi menjadi sebagai fasilitator dan mediator yang dinamis sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih efektif, efesien, kreatif dan inovatif. - Bagi Sekolah
Dapat membantu menciptakan panduan model pembelajaran dalam proses belajar mengajar pada pelajaran lain, dan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran demi kemajuan proses pembelajaran di masa yang akan datang. - Bagi Penulis
Dapat menjadi pengalaman langsung dalam menerapkan model pembelajaran Problem Based Intruction pada pembelajaran matematika khusus materi lingkaran, serta dapat memberikan bahan informasi bagi penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar dapat diartikan secara luas sebagaimana fungsi dan tujuannya. menurut Sardiman (2011:22) belajar merupakan “kegiatan psikofisik menuju perkembangan pribadi, kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya”.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah “suatu persiapan yang dipersiapkan oleh guru guna menarik dan memberi informasi kepada siswa, sehingga dengan persiapan yang dirancang oleh guru dapat membantu siswa dalam menghadapi tujuan yang akan dicapai” (Dimyati dan Mudjiono, 2006:7). Pembelajaran merupakan proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
2.2 Hakikat Matematika
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika juga bermanfaat terhadap ilmu lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (Ruslan, 2011:19) menjelaskan bahwa “matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu lain”. Dengan perkataan lain, matematika mempunyai peranan yang sangat esensial untuk ilmu lain, yang utama sains dan teknologi.
2.3 Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir adalah suatu “keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan, ciri-ciri yang terutama dari berpikir adalah adanya abstraksi, yang berarti anggapan lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadian dan situasi yang mula-mula dihadapi sebagai kenyataan” (Purwanto, 2001:43). Kemampuan berpikir kritis sama halnya dengan menemukan yang terarah pada suatu tujuan antara stimulus dan respon dari kegiatan kognitif tingkat tinggi melalui gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot seperti halnya bila kita mengucapkan buah pikiran.
2.4 Model Pembelajaran Problem Based Instruction
2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Instruction
Model pembelajaran merupakan pola atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial, pola atau cara tersebut diharapkan mampu merancang tingkatan pendidikan agar para siswa lebih terarah dalam berpikir. Dalam hal ini Suprijono (2009:46), mengemukakan bahwa “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”.
Problem Based Instruction merupakan “model pembelajaran yang dapat memecahkan masalah yang bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa dan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar” (Trianto, 2010:92). Permasalahan dalam model pembelajaran ini adalah menetapkan topik, tugas, dan jadwal. Melalui model ini siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik, dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain dan siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber.
2.4.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Problem Based Intruction
Model pembelajaran merupakan sebuah penunjang dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam model pembelajaran terdapat kelebihan dan kelemahan. Menurut Trianto (2010:45-46) Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran yaitu :
(1) Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah
(a) Siswa lebih memahami konsep matematika yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut
(b) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan membentuk keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi
(c) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran matematika karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata.
(d) Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi dan menerima pendapat orang lain serta menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa.
(2) Kelemahan pembelajaran berdasarkan masalah
(a) Dalam pembelajaran di kelas, membutuhkan waktu yang lain sehingga terkadang materi tidak terselesaikan
(b) Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran lebih matang
(c) Jumlah siswa dalam kelas tidak terlalu banyak, idealnya (25-35 siswa)
2.4.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Intruction
Proses pembelajaran Problem Based Instruction melatih siswa berpikir, memecahkan masalah, dan menjadi pelajar yang mandiri bukan hal baru dalam pendidikan. Berikut ini adalah beberapa aliran pemikiran abad ke dua puluh yang menjadi landasan pemikiran pembelajaran berbasis masalah. Arends (2008:57) mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah :
(1) Orientasi siswa pada situasi masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan tugas, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
(2) Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
(3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pelaksanaan tugas, misalnya berupa laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
(5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka tempuh atau gunakan.
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sugiono (2011:13) menjelaskan bahwa “data penelitian pada pendekatan kuantitatif berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik”. Desain yang digunakan adalah true eksperimental untuk menguji hubungan sebab akibat dari pelaksanaan pembelajaran, dengan rancangan kelompok kontrol pretest posttest menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol (Subana, 2000:17). Kelas eksperimen diajarkan melalui model pembelajaran Problem Based Intruction dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional, kedua kelas dilakukan pretest dan posttest untuk melihat kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun rancangan desain penelitian ini dapat di lihat pada di bawah ini.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Group Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen
Kontrol Y1
Y1 X
- Y2
Y2
Sumber : Januarita (2009)
Keterangan :
Y1 = Tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol
Y2 = Tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol
X = Model pembelajaran Problem Based Intruction
- = Pembelajaran konvesnional
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTsN 4 Aceh Barat Daya, waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal tanggal 09 s/d 20 Januari 2018, pemilihan lokasi penelitian didasarkan dari hasil observasi awal yang terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian.” (Arikunto, 2010:172). Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN Blangpidie yang berjumlah 80 orang siswa. Untuk lebih jelasnya data siswa kelas VIII MTsN Blangpidie dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Jumlah Siswa Kelas VIII MTsN Blangpidie
No Kelas Jenis Kelamin Jumlah
Laki - Laki Perempuan
1 VIII.A 9 12 21
2 VIII.B 11 10 21
3 VIII.C 11 9 20
- VIII.D 9 11 20
Total
40 42 82
Sumber : Dokumentasi MTsN 4 Aceh Barat Daya Tahun 2017
Sedangkan sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. (Arikunto, 2010:175). Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan secara random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak (melalui undian) dengan alasan bahwa populasi yang digunakan dalam penelian bersifat homogen (tidak terdapat kelas unggul) maka seluruh populasi berhak untuk menjadi sampel penelitian, Berdasarkan pedoman penarikan sampel secara acak maka terpilihlah kelas VIII.A sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 21 orang siswa dan kelas VIII.B yang berjumlah 21 orang sebagai kelas kontrol.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Sumber data penelitian merupakan kunci utama dalam keberhasilan sebuah penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tes.
Menurut Subana (2000:28) tes adalah “serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Tes yang dimaksud adalah berupa soal pretest dan postest. Soal tes berbentuk essay yang terdiri dari 5 butir soal pretest dan posttest. Waktu yang digunakan untuk masing-masing tes yaitu 80 menit, untuk memperoleh soal tes yang valid penulis berkonsultasi dengan kedua pembimbing dan guru mata pelajaran matematika.
3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data kuantitatif, dengan menghitung hasil tes yang sudah diperoleh untuk keperluan pengujian hipotesis. Sebelum dilaksanakan uji hipotesis maka terlebih dahulu dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
3.5.1 Nilai Gain Ternormalisasi
Uji gain ternormalisasi dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Intruction. Rumus gain ternormalisasi menurut Ruslan (2011:9)
Tabel 3.3 Kriteria Gain Ternormalitas (g)
Interval Interprestasi
g ≥ 0,7
0,3 ≤ g < 0,7
g < 0,3 Tinggi
Sedang
Rendah
3.5.2 Daftar Distribusi
Sudjana (2005:470 menjelaskan bahwa “langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama yaitu :
(a) Rentang ialah data terbesar dikurangi data terkecil
(b) Banyak kelas interval yang dipepulerkan, untuk itu dapat digunakan aturan sturges yaitu :
Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
(c) Panjang kelas interval P
(d) Pilih ujung bawah kelas interval pertama, untuk ini bisa diambil sama dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah ditentukan.
Selanjutnya Sudjana (2005:70) menjelaskan bahwa data yang telah disusun dalam distribusi frekuensi kemudian dicari nilai rata-rata. Nilai rata-rata (x ̅) dihitung dengan rumus :
Keterangan :
fi : Frekuensi kelas interval
xi : nilai tengah atau tanda-tanda kelas interval
Setelah ditentukan nilai rata-rata kemudian ditentukan pula varians (s2) data. Sudjana (2005:95) menjelaskan bahwa varians (s2) diperoleh dengan rumus :
Keterangan :
fi = Frekuensi kelas interval
xi = nilai tengah atau tanda-tanda kelas interval
s2= varians
n = banyak data
3.5.3 Uji Homogenitas
Pelaksanaan uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah sampel dari penelitian ini berasal dari populasi yang sama atau bukan, dengan ketentuan sebagai berikut :
Ho : Sampel dari penelitian ini berasal dari populasi yang sama
Ha : Sampel dari penelitian berasal dari populasi yang tidak sama
Rumus yang digunakan dalam uji homogenitas menurut Sudjana (2005:250) adalah :
Adapun Kriteria pengujian ini adalah tolak H0 jika Fhitung > Ftabel dan dalam hal lain H0 diterima.
3.5.4 Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas suatu data digunakan uji chi kuadrat (chi square) dengan :
Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
Adapun Rumus yang digunakan menurut Sudjana (2005:273) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
χ2 : Statistik chi kuadrat
Oi : Frekuensi pengamatan
Ei : Frekuensi yang diharapkan
Kriteria yang ditetapkan adalah tolak Ho jika nilai χ2 ≥ χ2(1-α)(dk) pada taraf signifikan α=5% berarti data tidak berdistribusi normal.
3.5.5 Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilaksanakan untuk mengetahui apakah pengajuan hipotesis Ha dan Ho diterima atau ditolak. Dalam penelitian ini hopotesis yang diajukan untuk di uji adalah:
H0: μ1 ≤ μ2 : Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction tidak lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvesional.
Ha: μ1 > μ2 : Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvesional.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji mann Whitney tidak berdistribusi normal. Menurut Sugiono (2011:155) rumus Mann Whitney yaitu :
Keterangan :
𝑛1 dan 𝑛2 : sampel 1 dan 2
𝑈1 dan U2 : jumlah peringkat 1 dan 2
𝑅1 dan R2 : jumlah rangking pada sampel 𝑛1 dan sampel n2
Adapun kriteria pengujian Mann Whitney tolak H0 jika Uhitung ≤ Utabel pada taraf signifikan α = 0,05 dan terima H0 jika sebaliknya.
Selanjutnya Sugiono (2011:155) menjelaskan bahwa apabila sampel penelitian melebihi 20 (n>20), maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan rumus sebagai berikut :
Dengan kriteria pengujian tolak H0 jika p < 0,05 dan terima H0 jika sebaliknya pada taraf signifikan α = 0,05.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Uji Gain Ternormalisasi
Uji gain ternormalisasi diperoleh nilai rata-rata gain kelas eksperimen sebesar 0,64 dan kelas kontrol sebesar 0,38.
4.1.2 Homogenitas
Dari data di atas diperoleh nilai Fhitung adalah 3,50. Data dikatakan homogen apabila Fhitung < Ftabel. Berdasarkan perhitungan Fhitung > Ftabel (3,50>2,12), maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut tidak bersifat homogen.
4.1.3 Normalitas
- Uji normalitas kelas eksperimen (5,14 < 5,99) yang berarti bahwa uji gain kelas eksperimen berdistribusi normal.
- Uji normalitas kelas kontrol diperoleh nilai (6,28 > 5,99) yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.
4.1.4 Uji Hipotesis
Dari nilai di atas, maka diperoleh nilai Zhitung -4,69 dengan p = 0,0000, kriteria pengujian tolak Ho jika p < 0,05 dan terima Ho jika sebaliknya pada taraf signifikan α = 0,05. Data yang diperoleh nilai p<0,05 (0,0000<0,05) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak atau dengan kata lain bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional.
KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data analisis data dan pembahasan yang dilaksanakan di MTsN 4 Aceh Barat Daya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Intruction lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional - Saran
Berdasarkan hasil penelitian model pembelajaran Problem Based Intruction, maka dapat dilihat memberikan saran untuk perbaikan kedepannya. Untuk itu peneliti menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diantaranya: - Diharapkan kepada guru mata pelajaran matematika hendaknya menggunakan model pembelajaan Problem Based Intruction karena hasil penelitian ini menyimpulkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa di MTsN 4 Aceh Barat Daya.
- Kepada pihak sekolah hendaknya selalu memperhatikan setiap perkembangan para siswa dalam belajar, pihak sekolah harus mempersiapkan perlengkapan dan alat belajar yang dapat membantu siswa dalam mencapai kurikulum yang sudah ditetapkan.
- Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan penelitian yang sama tetapi dengan materi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Kompetensi, Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ismaimuza. 2010. Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Januarita. 2009. Peningkatan Kemampuan berpikir kritis Melalui Pembelajaran PBI pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 4 Kebumen. Jurnal Pendidikan Matematika. 1 (2). (Online) diakses tanggal 12 Juni 2017 melalui (http://eprints.uny.ac.id/7025/1/P11. pdf).
Purwanto. 2006. Sistem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ruslan. 2011. Model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Pres.
Sanjaya, W. 2006. Penelitian tindakan kelas, Jakarta; Kencana Prenada Media
Sabandar, J. 2009. Matematika SMP. Jakarta: Bailmu.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali