MENGGAPAI kebahagiaan dalam hidup adalah naluri fitrah yang mengalir dalam diri manusia. Jika boleh disederhanakan, apapun aktifitas yang dilakukan orang tersebut niscaya bermuara pada keinginan untuk sukses dan bahagia dalam hidupnya.
Namun rupanya persoalan itu berubah menjadi “tidak sederhana” lagi sekarang. Penyebabnya adalah terjadi perbedaan persepsi dalam memaknai kebahagiaan dan kegemilangan hidup itu sendiri.
Di sisi lain, pemikiran materialisme dan budaya hedonisme juga kian mengarus kuat dalam keseharian manusia saat ini. Gemerlap dunia dengan segala pesonanya seolah mampu menyihir pandangan manusia. Akibatnya, ia hanya mampu menakar segala sesuatu dengan ukuran kebendaan. Matanya silau dan melihat setiap urusan dengan kacamata untung rugi semata. Alih-alih melibatkan keimanan dalam kehidupannya, Akhiratpun nyaris terlupakan olehnya.
Inilah potret buram dari kehidupan manusia yang begitu memuja kedigdayaan ilmu dan capaian teknologi di dalamnya. Tanpa ragu, mereka seolah ingin mencampakkan agama dari kehidupan manusia di dunia. Satu hal yang pasti, ketika kondisi itu terjadi, maka orientasi hidup manusia jadi bergeser. Mereka mengejar kebahagiaan tapi malah tersesat di jalan tak berujung. Puncaknya, orang tersebut kian terlalaikan dari mengingat hari Akhirat.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2015/11/04/82716/tiga-pilar-raih-kebahagiaan-hakiki.html
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit