MCA, Jonru, dan Saracen, didakwa menyebarkan hoax. Lalu mereka ditangkap. Banyak orang berpikir kalau seharusnya, meskipun itu hoax sekalipun, mereka seharusnya bebas berbicara apa saja.
Banyak juga orang yang berpikir Ahok menghina agama. Banyak orang berpendapat kalau Ahok sebetulnya sudah terlalu sopan dan yang dia katakan memang apa adanya.
Bagaimana seharusnya kita menyikapi kebebasan berbicara?
Mungkin opini saya bias. Saya harus jelaskan dulu latar belakang preferensi saya.
Saya sendiri bukan pendukung mutlak Pak Dhe atau Wowo. Saya mendukung meritocracy, masyarakat yang efficient, mekanisme pasar, dan kebebasan individu. Saya mendambakan tempat dimana saya bisa konsentrasi mencari uang, dan hidup damai, tanpa harus peduli intrik intrik politik.
Saya amat terkesan dengan pilihan Pak Dhe untuk mempermudah ijin semua usaha. Artinya orang tidak harus menyogok lagi. Saya cukup mengerti ekonomy kalau kemudahan ijin membuat negara makmur. Negara yang lebih makmur adalah negara yang pemerintahnya tidak terlalu ikut campur dalam ekonomy.
Jadi untuk sekarang ini saya memang agak condong ke Jokowi. Tetapi kalau suatu waktu Wowo bilang, mekanisme pasar itu solusi semua masalah kita, lalu gubernur gubernur yang dicalonkan gerinda ternyata cost effective, tidak racist, sekuler, dan lain lain, ya saya mungkin switch. Tetapi itu kemungkinannya kecil.
Jadi ya mungkin saya agak Pro Jokowi. Tetapi seperti anda bisa lihat, saya lebih cenderung netral urusan kebebasan berbicara. Anda bisa anggap saya orang yang agak netral.
Saya tidak tahu seberapa jauh saya mewakili pendukung Pak Dhe. Apa saya sama dengan mereka. Atau tidak. Mungkin pendukung Pak Dhe yang lain mau komentar?
Saya tidak setuju dengan apa yang MCA dan Saracen lakukan. Dan kalau mau jujur, berdasarkan apa yang saya tau, saya kesal dengan niat mereka. Menurut saya mereka kemungkinan besar dibayar oleh orang yang ingin perang saudara besar dan membuat negara kita secara literal seperti afganistan. Mereka sengaja menyebar hoax. Mungkin untuk mengalihkan perhatian dari kasus korupsi sponsor sponsor mereka.
Tetapi sebetulnya sedikit simpati dengan MCA dan Saracen. Meskipun saya tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan, saya merasa kebebasan berbicara itu penting. Hoax seharusnya diselesaikan dengan diskusi terbuka dan bukan dengan hukum. Biar rakyatlah yang memutuskan sesuatu hoax atau bukan. Saya jujur, tidak percaya hakim ataupun hukum di negara ini.
Lagi pula, siapa yang tau 100% kalau berita yang dia sebar hoax? Kalau harus tunggu yakin 100% dulu dengan banyak bukti, kita tidak bisa sebar apapun.
Tetapi simpati saya dalam hal itu, boleh dibilang lenyap karena kasus Ahok. MCA dan Saracen ditangkap karena opini mereka. Ahok juga.
Kebebasan berbicara penting, tetapi konsistensi kebebasan berbicara juga penting. Kalau kita punya kebebasan berbicara, ya kita bisa pilih model Singapore, seperti yang sekarang kita punya, atau model Amerika. Dua duanya konsisten.
Di Amerika, misalnya, HTI boleh ngoceh semau mereka. Tapi orang juga bebas bilang mereka bohong pakai agama, atau bahkan kalau agamanya sendiri suatu kebohongan. Di Indo, karena yang kedua tidak boleh dikatakan di depan umum, susah kita mengcounter hoax kalau bukan dengan solusi hukum.
Simpati kepada hak MCA dan saracen tetapi tidak simpati kepada Ahok, menurut saya akan seperti mengali lobang sendiri, bagi majoritas dari kita yang ingin hidup damai dan makmur.
Saya sering berinteraksi dengan kedua belah pihak, saya mungkin cukup tau apa yang mereka inginkan.
Mungkin tidak orang yang setuju dengan penangkapan MCA, Saracen, dan Jonru, senang karena mereka subjective?
Jadi yang dipermasalahkan bukan itu hoax atau tidak. Yang dipermasalahkan adalah MCA dan Saracen itu anti Jokowi. Mungkin tidak? Tentu saja. Dalam politik manusia amat subjective.
Memang orang yang ingin Ahok dipenjarakan juga objective? Memang mereka ingin Ahok dipenjara betul betul hanya karena mereka pikir Ahok melanggar hukum? Bisa jadi mereka hanya pendukung Anies juga.
Saya lihat kedua belah pihak cukup subjective di sini. Mereka senang kalau pendukung lainnya ditangkap.
Di sini, saya melihat faktor yang ada di kedua belah pihak. Masing masing pihak, baik, pendukung Pak Dhe, maupun Wowo, sama sama subjective.
Ini mungkin sekitar 20%-30% sebab mengapa banyak pendukung Pak Dhe, senang Saracen dipenjara.
Ada sebab lain?
Tentu.
Majoritas rakyat tidak suka diktator. Tentu saja. Anda mau negara kita perang terus, pajak tinggi, lalu fuhrer kita tinggal di istana dengan banyak istri dan selir dengan uang kita dan hasil jerih payah kita? Lalu anak anak kita disuruh jihad atau crusade kemanalah biar mati. Nah, diktator, kaisar, raja, itu hampir semuanya begitu. Lihat saja cara hidup kaisar cina, sultan islam, dan keluarga Suharto.
Tidak seperti laizes faihre capitalism, diktator memberi incentive kuat bagi banyak orang untuk jadi diktator juga dengan segala cara. Akhirnya negara perang terus seperti di Syria.
Salah satu cara yang digunakan oleh diktator diktator adalah pengekangan kebebasan berbicara. Jadi memang ada betulnya kalau orang mengkritik rezim yang sekarang karena menangkap Jonru. Kalau orang itu secara konsisten juta mengkritik pemenjaraan Ahok, seperti saya sekarang ini, saya mungkin akan lebih mau mendengar.
Tetapi pengekangan kebebasan berbicara itu hanyalah 1 dari banyak cara yang seorang diktator bisa pakai untuk berkuasa dan mengeruk uang rakyat.
Cara lain adalah kombinasi antara unenforced laws dan selective enforcement..
Apa itu unenforced laws? Anda bisa lihat di sini https://politics.stackexchange.com/questions/26847/what-can-should-be-done-about-unenforced-laws
Idenya adalah suatu negara memiliki banyak hukum yang tidak jelas, dimana siapapun sebetulnya bisa menjadi kriminal. Misal, negara melarang kita bernafas. Voila. Semua jadi kriminal. Tetapi, rakyat kan protest? Tidak. Hukum itu, jarang diterapkan. Tetapi kalau suatu pejabat atau aktivis sudah terlalu merepotkan, tau tau mereka dijerat.
Tetapi hukum itu tidak di enforce. Jadi mayoritas orang bahkan tidak tahu hukum itu ada.
Contoh nyata hukum tersebut adalah hukum anti pornography di indonesia. Menonton pornography di indonesia itu illegal. Tetapi statistik menunjukkan kalau 99% pria menonton pornography. Dan yah, majoritas tentu tidak dipenjara.
https://www.telegraph.co.uk/women/sex/6709646/All-men-watch-porn-scientists-find.html
Satu contoh adalah kasus pornography si biebib. Kalo si biebib tidak ngotot minta Ariel dan Ahok dipenjara, saya kira orang juga tidak terlalu ingin masalah pornography dia di permasalahkan. Tetapi karena si bib bib sudah sangat merefotkan banyak orang, maka banyak yang senang dia kena fasal fornografie.
Umumnya, baik bernafas, beropini, prostitusi, pornography, dan narkoba, itu bahayanya dibesar besarkan. Kalau betul itu semua berbahaya, semua negara yang melegalkan itu pasti sudah ambruk. Nyatanya, negara negara dimana itu semua legal, umumnya malah lebih makmur.
Di Amerika pelacuran dilarang. Tetapi iklan iklan escort banyak. Kok boleh? Ya memang tidak di enforce.
Hukum hukum seperti ini bisa jadi alat politik dan bisa memperkaya politikus. Makanya legislative kita suka membuat hukum seperti ini.
Contoh, misal anda melaporkan kasus korupsi quran di departmen agama. http://www.tribunnews.com/topic/korupsi-alquran-di-kementerian-agama . Korupsi seperti itu sudah terjadi bertahun tahun sebelum pemerintahan Jokowi. Dan biasanya dibiarkan. Department agama kita adalah salah satu dari tiga departemen paling korup di negara kita. http://www.tribunnews.com/nasional/2014/08/19/ini-dia-kementerian-kementerian-paling-rawan-korupsi-versi-icw
Kalau mau diusut, hakim bisa saja bilang wah, jadi anda bilang quran alat korupsi. Jadi anda mengatakan kalau agama alat buat berbohong? Tok tok, dipenjaralah anda. Majoritas masyarakat tidak akan melihat detail kalau orang memang korupsi pakai quran. Kita akan dianjurkan untuk "menghargai hukum".
Dan itulah yang sering terjadi di negara negara yang departemen agamanya kuat. Mereka bisa korupsi atau bohong pakai agama. Dan kalau orang mau mengatakan sesuatu ke masyarakat, mereka tinggal membungkam orang tersebut dengan pasal yang katanya melindungi agama.
Lalu mengapa hukum tersebut bisa lolos? Ya karena hukum tersebut jarang sekali digunakan. Majoritas masyarakat kita tidak merasa terancam dengan hukum seperti itu.
Selective enforcement adalah metode dimana hukum dipakai untuk menghukum seseorang tetapi tidak yang lain, meskipun kedua orang itu melakukan hal yang sama.
Karena hukumnya amat flexible dan memang bisa ditarik, siapapun bisa kena.
Contoh yang simple adalah sogokan. Anda ditangkap polisi, anda nyogok. Lalu hanya diberi peringatan. Lain kali, karena revolusi mental, anda ditangkap polisi dan tidak mau nyogok. Anda ditilang.
Dalam politik ini sering.
Misal ada politikus jujur yang membuat korupsi amat susah. Hukum yang jarang dipakai, tau tau dipakai untuk orang yang sama.
Kasus Ahok itu seperti itu. Orang yang bohong pakai agama banyak. Orang yang bilang begitu juga banyak. Tapi Ahok saja yang dipidana karena menyampaikan hal itu.
Ahok pun dipenjara karena ucapananya. Ahok tidak bermaksud menghina agama. Ahok tidak mengclaim kitab suci orang lain bohong. Ahok bahkan tidak mengclaim kalau interpretasi kitab suci bohong. Tetapi Ahok kena pasal karet.
Apakah 2 wrongs make it right? Apakah karena Ahok dipenjara karena ucapannya, lalu menangkap orang yang anti Ahok karena ucapannya jadi benar?
Setiap orang punya ide sendiri tentang benar dan salah. Dan kadang, kebenaran yang saya tahu, ternyata salah, karena ada kebenaran lain dibaliknya.
Ibaratnya kita jualan baja. Lalu saingan kita pakai timah yang meskipun bahaya bikin baja lebih murah. Apa kita tidak pakai timah karena kita bermoral? Ya serba susah. Di satu sisi, kalau memang betul timah berbahaya, dan kita pakai, itu merusak brand. Bahkan pemerintah tidak ada pun, mekanisme pasar tetap adil dalam hal ini. Tapi misalnya customer tidak tahu kita pakai timah atau tidak? Dan kemudian tidak ada hukum yang bilang kita tidak boleh pakai? Bagaimana kalau satu satunya yang bisa mencegah pemakaian timah adalah pemerintah, dan pemerintah tidak melarang?
Di sini kita harus melihat suatu aspek. Kalau bukan kita yang jualan, yang jualan orang lain. Lagi pula, selama hukumnya tidak melarang, yang terlalu beretika sendiri jadi rugi. Kita seharusnya meminta hukum melarang penggunaan timah dulu, baru kita tidak pakai timah.
Begitu juga dengan kebebasan berbicara. Susah menang pemilu kalau satu orang boleh bilang agama menganjurkan kamu untuk pilih koruptor sedangkan orang lain tidak boleh bilang itu bullshit. Faktanya hukum di indonesia memang amat mengekang kebebasan berbicara. Banyak hal, meskipun benar, tidak boleh diutarakan. Terlalu naif kalau kita ngotot menghargai kebebasan berbicara orang lain, meskipun jelas orang tersebut tidak menghargai kebebasan berbicara kita. Paling tidak, tunggulah sampai hukum memang memberi kebebasan berbicara lebih luas, baru kita menghargai kebebasan berbicara penyebar hoax.
Contoh, normalnya saya cenderung mendukung kebebasan berbicara seperti di Amerika. Normalnya saya tidak merasa orang harus dipenjara hanya karena opininya. Tetapi kalau di satu sisi orang boleh teriak "Cina Babi" dan di sisi lain orang tidak boleh bilang kalau orang bohong pakai agama, ya banyak orang merasa itu tidak imbang.
Di negara barat, dan lucunya di negara negara barat, orang HTI bisa menyiarkan ide syariah mereka dengan bebas. Tetapi orang seperti Ahok juga bisa mengatakan kalau mereka bohong. Jangankan bilang orang bohong pakai agama. Di negara negara barat, mengatakan kalau seluruh kitab suci dan agama suatu kebohongan pun boleh.
Nanti orang bilang agama menganjurkan terrorisme, racisme, dan pembantaian semua orang yang tidak setuju. Lalu ribuan voters
Di negara barat, hoax di counter dengan opini lagi. Di Indo tidak bisa begitu. Orang ngomong hoax. Kita bilang itu hoax. Lalu tau tau kita dibilang menghina agama lah. Whatever lah. Kecuali kalau anda ahli hukum, dari mana anda tahu ucapan anda legal?
Ingat. Ahok dipenjara karena bilang orang bisa bohong pake agama. Padahal yang ngomong begitu kan banyak? Padahal orang yang bohong pakai agama kan banyak?
Banyak orang yang sekarang ditangkap karena opininya adalah orang orang yang ingin Ahok dipenjara karena ucapannya. Saya pernah mendengar seseorang dipenjara karena bergurau. Kok di indo orang belajar bahasa mandarin. Saya tidak tahu detail kasus dia. Saya simpati. Begitu saja kok dipenjara sih. Tapi saya lihat orang ini tadinya ingin Ahok dipenjara karena ucapannya.
Teman saya yang cina, mungkin ingin bersaksi membela orang itu. Yah sudah lah, mbak ini hanya bergurau, kita tidak tersinggung kok. Tetapi karena mbak itu ingin Ahok dipenjara, ya orang juga mikir. Ngapain orang ini seperti ini ditolong?
Kebebasan berbicara yang tidak konsisten bisa amat berbahaya. Apa lagi, kalau kebebasan berbicara itu melindungi orang yang lebih gampang tersinggung, atau belagak tersinggung.
Misal di suatu negara ada pendukung kapitalis dan pendukung syariah. Waktu orang bilang kapitalis jelek, pendukung kapitalis diam saja. Toh mereka punya bukti nyata ideology mereka membawa kemakmuran.
Waktu orang bilang syariah jelek, tau tau orang demo berjilid jilid, ada terrorist dimana mana, orang bisa kena pasal anti penghinaan agama, gedung tinggi ditabrak kapal terbang.
Lama lama, ideology yang lebih "jalan" seperti kapitalisme jadi tidak dipercaya orang, sedangkan ideology yang hasilnya berkali kali jelek malah dilindungi dari kebebasan berbicara. Kan kemajuan ekonomy jadi berkurang.
Lucunya lagi, makin suatu ide bagus dan terbukti, seperti mekanisme pasar, makin pengikutnya tidak gampang tersinggung. Makin suatu ide terbukti membawa kehancuran ekonomy di suatu negara, makin pendukung ide tersebut gampang tersinggung, atau berpura pura tersinggung.
Jadi hukum yang melindungi orang orang yang gampang tersinggung, seperti hukum anti penghinaan agama, bisa membuat negara kita penuh dengan ide jelek. Rakyat pun nantinya dirugikan. Soalnya setiap orang bilang ide jelek mereka bullshit, mereka tinggal bilang yang seperti itu menghina agama lah apa lah.
Karena salah pilih gabener, biaya membetulkan kolam jadi bisa mahal https://megapolitan.kompas.com/read/2017/11/21/05200081/sandi-anggaran-air-mancur-dprd-rp-620-juta-untuk-merawat-aset-negara . Bandingkan biaya itu dengan https://www.merdeka.com/jakarta/menunggu-air-mancur-menari-monas-dari-hasil-patungan.html air mancur menari yang hanya 400 juta.
Salah pilih gabener juga bisa membuat banjir lebih sering terjadi. https://megapolitan.kompas.com/read/2017/11/13/18163521/maaf-maaf-ya-waktu-zaman-pak-ahok-enggak-pernah-banjir Dan ini karena hukum yang melindungi orang yang gampang tersinggung atau belagak tersinggung.
Kita mau negara kita seperti Amerika, Qatar, Hong Kong, Singapore, Netherland, atau Afganistan dan Syria? Ya kita tirulah praktek praktek yang sudah terbukti jalan di negara negara maju.
Contoh, anda pernah melihat kapitalis demo berjilid jilid menuntut orang memenjarakan orang yang menghina kapitalisme? Huayo.... Kapitalisme itu ideology yang sudah meningkatkan GDP manusia 300 kali lipat lho menurut buku rational optimist. https://en.wikipedia.org/wiki/The_Rational_Optimist
Sesudah kitab suci mereka "Wealth of Nation" yang ditulis oleh filosofer agung Adam Smith, GDP manusia naik pesat. Paling tidak, GDP species kita sudah naik 300 kali lipat.
Tetapi kaum kapitalis tidak pernah merasa terhina kalau orang menghina kapitalisme. Mereka juga biasanya tidak menyebut "Wealth of Nation" kitab suci, kecuali dalam lelucon, seperti yang saya lakukan.
Che Guevara adalah seorang komunis yang membunuh banyak kapitalis. Tetapi kapitalis di amerika, bukannya mengutuki Che siang malam, malah menyablon foto Che di kaos kaos untuk dijual ke orang orang komunis. Ya laku. Kenapa tidak?
Seharusnya pendukung Che komplain kalau itu melanggar hak intelektual Che. Tapi C'mon?
Bahkan Karl Marx pun, sesudah meninggal, menjadi seorang kapitalis. Serius. Kalau anda mengunjungi makamnya si Karl Marx, anda harus bayar uang masuk sekitar $5. Karl Marxnya sudah tidak bekerja. Tapi karena dulu dia pernah populer, meskipun dia sudah mati, in a sense, dia tetap dapat "passive income" dari asset atau kapital yang dia miliki. Itu kalau bukan kapitalis apa?
Ide bagus tidak perlu disebut suci atau agung. Ide bagus tidak perlu dibela dengan darah. Kalau idenya bagus, pasti buktinya sudah banyak dan makin lama akan makin banyak lagi. Dan yah, tinggal lihat buktinya saja.
Tapi coba bandingkan dengan orang yang mendukung syariah atau komunisme. Wow. Mereka gampang sekali tersinggung. Orang bilang orang bohong pake agama, mereka demo berjilid jilid.
Jadi kebebasan berbicara yang tidak konsisten bisa membuat rakyat memilih pilihan yang jelek. Aturan yang melarang orang mengungkapkan perasaan yang menyinggung perasaan orang lain akan menguntungkan pendukung ide yang gampang tersinggung atau belagak tersinggung.
Akhirnya ide yang lebih jelek jadi laku, rakyat kita juga semakin salah memilih. Cuan kita bisa lebih kecil. Itu jelek okay. Yah kalau orang bilang, negara seperti afganistan tidak apa asal syariah, ya tinggal pergi saja kesana.
Negara syariah sudah banyak. Negara yang lebih kapitalis dari Amerika masih sedikit tuh. Paling hanya Hong Kong dan Singapore.
Jadi satu faktor penting lain dari kurangnya dukungan pada kebebasan berbicara adalah konsistensi. Majoritas kaum sekuler, liberal, demokratis, maupun kapitalis, tentu tidak ingin si bibieb di fenjara karena foto mesum. Paling tidak, normalnya tidak.
Tetapi si bibieb lah yang ngotot Ariel dipenjara karena masalah yang sama. Kalau Ariel kena dan si bibieb tidak, itu kesannya selective enforcement.
Jadi itu masalah mengapa saya, dan mungkin juga banyak pendukung Jokowi, bisa menerima penangkapan Jonru. Konsistensi. Faktanya, memang hukumnya seperti ini.
Kalau saya boleh pilih, saya lebih prefer kebebasan berbicara yang lebih besar. Kalau tidak, ya saya suka konsistensi. Terserah rakyat saja. Jumlah pendukung Jokowi lebih banyak. Mengapa kita harus mengalah ke segelintir koruptor dan terrorist?
Ada faktor lain?
Ya. Kesengajaan dan keseriusan. Lepas dari si Ahok menghina agama orang lain, kita semua tau dia tidak berniat.
Banyak dari hoax hoax MCA itu amat konyol. Katanya 220 juta orang Cina mau masuk Indo. Mana? Lewat pelabuhan mana? Modusnya apa? Kalo toh mereka betul mau melanggar hukum, memangnya melanggar hukkumnya gampang? Kalau 220 juta turis, atau panda ya semoga, hee he he. Lumayan untuk meningkatkan supply panlok di indo.
Mau kerja di indo? Lho. Gaji di indo kan lebih murah dari di Cina. Ngapain mereka kemari? Kalo 220 juta orang india mungkin.
Ahok dibela 9 naga? Ya mana kebijakan Ahok yang menguntungkan konglomerat lebih dari gubernur lain?
PDI dibilang PKI. Okay. Buktinya mana? Indikasi lah? Mana?
Sumber, bukti, indikasi mereka amat lemah. Tetapi mereka bicara seenaknya. Ya kalau begini, saya juga berpikir biarlah hakim yang memutuskan.
Ini jauh lebih sengaja dari Ahok. Bahkan orang yang mendukung kebebasan berbicara sekalipun umumnya berpendapat kalau untuk kasus seextreme ini, harus ada aturan. Di Amerika pun, orang bisa dituntut pencemaran nama baik kalau opini dikabarkan dengan niat malice.
Banyak orang yang tidak ingin Ahok dipenjara karena bilang orang bohong pakai agama. Orang itu mungkin akan lebih setuju kalau orang yang sengaja membakar quran, misalnya dipenjara.
Koran yang bilang kalau istri Donald Trump itu escort, misalnya, dituntut, karena sumbernya betul betul tidak jelas. https://www.nytimes.com/2017/04/12/business/media/melania-trump-daily-mail-libel.html Di amerika, kalau bukti tidak kuat tetapi anda punya indikasi yang cukup kuat, itu sudah cukup.
Masalah lain adalah anggota Saracen yang menyebar hoax terlalu nekat. Banyak anggota Saracen mungkin berpikir kalau opini mereka benar. Dan karena mereka pikir mereka benar, mereka bicara saja.
Tetapi ada banyak orang yang tidak setuju dengan anggota Saracen tetapi tidak mengutarakan opini mereka. Banyak orang berpendapat kalau agama itu sendiri kebohongan. Ya wajar.
Siapa sih yang percaya kalau Muhamad itu nabi? Ya hanya orang islam saja kan. Siapa yang percaya Yesus Tuhan? Ya hanya orang kristen saja. Siapa yang percaya kalau kaisar jepang keturunan Amaterasu Omikami? Ya mungkin orang shinto radikal saja. Tidak saja majoritas dari kita percaya agama orang lain salah, kita percaya itu kesalahan dengan incentive. Dengan kata lain kebohongan.
Orang bilang Kaisar jepang itu keturunan Amaterasu Omikami, misalnya, karena mereka ingin menyenangkan kaisar dan pendukungnya. Bahwa agama itu sendiri bohong, adalah opini banyak orang. Majoritas dari kita berpikir begitu untuk semua agama kecuali agama kita.
Berapa banyak kaum sekuler yang berpendapat kalau agama itu kebohongan? Menurut mereka apa yang dikatakan Ahok tidak saja benar, tetapi masih terlalu sopan. Menurut orang atheist, tidak saja orang bohong pake agama. Menurut mereka agamanya sendiri dan kitab yang dianggap suci, sering kali hanya kebohongan. Tetapi anda tidak melihat mereka mengutarakan itu. Alexander Aan juga diprocess karena mengatakan kalau Tuhan tidak ada.
Yah kalau orang agnostic dan sekuler tidak mengutarakan pendapat mereka karena takut hukum, saya kira seharusnya orang yang pro khilafah atau syariah juga membatasi ucapan mereka. Kedua opini itu menyinggung perasaan orang banyak.
Kalau satu pihak melarang pihak lain berkomentar karena mereka gampang tersinggung, tetapi di sisi lain, mereka sendiri mengucapkan banyak hal yang menyinggung perasaan orang lain, ya saya kira wajar banyak orang antipathy kepada mereka.
Jadi saya merasa tidak imbang kalau anggota Saracen boleh mengutarakan opini mereka tetapi orang yang tidak setuju harus diam. Kalau saya prefer, dua duanya boleh, atau dua duanya tidak boleh.
Lepas dari semua kontroversi itu, saya masih pro kebebasan berbicara.
Saya harap, suatu waktu, kedua belah pihak lebih bisa menghargai kebebasan berbicara orang lain. Tetapi itu harus menunggu hukumnya berubah.
Mengapa?
Karena paling tidak, dijangka panjang, kebebasan berbicara itu penting. Banyak hukum di indo memang dibuat untuk melindungi kepentingan penguasa. Undang undang MD3 misalnya, yang disahkan oleh banyak partai, baik yang mendukung Wo maupun Wi. Dan ini kita tidak bisa menyalahkan Pak Dhe.
Pak Dhe kan bukan di legislative. Bukan kerjaan Pak Dhe untuk membuat hukum. Itu kerjaannya DPR. Sayangnya lagi, DPR kita itu lembaga terkorup di negara kita.
https://tirto.id/benarkah-dpr-lembaga-terkorup-cku8
Supaya kebebasan berbicara di indonesia menjadi lebih besar, majoritas masyarakat harus menginginkan itu. Artinya baik yang mendukung Wowo maupun yang mendukung Jokowi harus setuju.
Banyak pendukung Ahok disuruh move on dan menghargai hukum meskipun mereka merasa vonis Ahok amat tidak adil. Waktu orang orang itu melihat Jonru, MCA, dan Saracen dihukum juga, merekapun dengan senang "menghormati hukum".
Kalau pendukung Jonru, MCA dll ingin orang orang seperti itu bebas berbicara, ada baiknya mereka merangkul pendukung Ahok. Jonru bebas, MCA bebas, Saracen bebas, dan Ahok juga bebas. Dan kita semua bebas mengutarakan pendapat kita.
Nah, kalau kita mau mendukung kebebasan berbicara, kita harus pilih partai apa? Saya juga bingung.
Well, Undang undang MD3 di sahkan oleh majoritas partai politik.
Hanya 2 yang tidak setuju. Nasdem dan PPP. Untuk saudara yang sekuler, silahkan pilih nasdem. Untuk saudara yang islami, silahkan pilih PPP.
Sebetulnya ada satu partai lagi, yaitu PSI. Tapi itu partai baru dan saya tidak tahu ideologynya apa. Center left, terakhir saya dengar.