cermin kemiskinan

in kemiskinan •  7 years ago  (edited)

Udara pagi lembut di tepi kotaku Perempuan itu melintas dengan baju lusuh yang berlubang di ketiaknya, menjunjung tikar, berhenti di depanku menawarkannya. Hamparan fajar mentari pagi menampar wajahku hingga terhenyak betapa hidup di negeri yang kaya ini masih bersileweran kemiskinan. Perempuan pagi berbaju lusuh terkoyak di ketiaknya mengusap airmata menjajahkan derita kemiskinan.
Perempuan pagi yang datang dari desa dengan sandal jepit yang berlubang tumitnya menyusuri bibir kota, melawan lalu lalang kedaraan mewah para hedonis yang bicara kemiskinan tapi dhalimnya luar biasa.
Perempuan pagi berkulit hitam dengan wajah lusuh dimakan usia mengabarkan satire atas negeri kaya dalam mimpi indah para penguasa serakah
Pagi itu sudah begitu cerah. Perempun itu berlalu berdiwana mengitari jantung kota bersama seorang bocah yang menenteng sebuah timba mencari sesuap nasi untuk pagi ini. Aku menggeser kursi rodah menerawang langit-langit rumah dan berdiam perih
Perempuan pagi berbaju lusuh berlubang di ketiaknya mengabari cerita tentang proyek-proyek pembangunan untuk rakyat. Mengejek para bangsawan yang bicara kemiskinan tapi terus saja menerapakan kapitalisme kufur yang hanya mementingkan produksi barang dan jasa namun abai dalam memastikan nasib rakyat dan dibiarkan berjuang sendiri. Buahnya, yang kaya makin konglomerat, yang miskin makin melarat.
Ahh..alangkah lucunya negeri ini! Katanya:tanah surga, kolam susu (lagu lawas Koes Plus). Nyatanya masih hanya sebatas mimpi belaka. Karena rakyat masih bersetigang dengan hidup dalam carut-marut.
Perempuan pagi menjunjung tikar mengingatkan pada penggalan puisi dari negeri menggigil yang mengabarkan tentang kesedihan--ibarat kumpulan layang-layang hitam/ yang membayangi dan terus mengikuti/ hinggap pada kata-kata/ yang tak pernah sanggup kususun/ juga untukmu, adik kecil/
Belum lama kudengar berita pilu/ yang membuat tangis seakan tak berarti/ saat para bayi yang tinggal belulang/ mati dikerumuni lalat karena busung lapar/ aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?
Aku ingat sepenggal puisi tentang episode adik kecil; // Pada suatu hari yang terik/ nadimu semakin lemah/ tapi tak ada uang untuk ke dokter/ atau membeli obat/ sebab ayahmu hanya pemulung/ kaupun tak tertolong… /Di angkasa layang-layang hitam/ semakin membayangi/ kulihat para koruptor/ menarik ulur benangnya/ sambil bercerita/ tentang rencana naik haji mereka/ untuk ketujuh kalinya.
entalah...!

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://adevayan.wordpress.com/

its a similar author!

saya adalah orang yang sama

bang sudah masuk ceetah tu

ndak ngerti saya apa tu

ini karya sendiri atasnama ampuhdevayan

Asal jangan miskin ilmu ya pak. 😊😊😊