Lokalisasi Koruptor

in koruptor •  7 years ago 

IMG_20140724_163140.jpg
Koruptor di sini bukan hanya para pengemplang uang dan kekayaan negara, tapi juga para penegak hukum yang berkhianat, menerima sogok, berdagang hukum dan keadilan. Mau dikemanakan mereka? Bagaimana cara memberantasnya?
Negeri ini hampir kehabisan cara. Lembaga-lembaga pengawasan eksternal semacam Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan (Komjak), Komisi Kepolisian (KP), dan lain-lain tak mampu menurunkan nafsu korupsi para penegak hukum. Apalagi tidak ada Komisi Advokat, sehingga para advokat menjadi profesi paling liberal.
Pengawasan internal tentu tak dapat optimal sebab para pejabat internal lembaga-lembaga penegak hukum pada umumnya menjadi bagian lingkaran korupsi di ranah hukum.
Kontrol eksternal dan internal lembaga-lembaga penegak hukum memang tak boleh dieliminasi, melainkan harus terus disempurnakan. Misalnya dengan merekrut para jaksa, polisi dan hakim yang khusus melakukan pengawasan internal. Rekrutmennya dipercayakan kepada tim-tim yang dibentuk khusus untuk itu melibatkan organisasi-organisasi masyarakat dan kampus.
Cara lain untuk mengeliminasi korupsi dalam penegakan hukum berkaitan dengan paradigma sanksi. Tahan dulu untuk menggunakan paradigma “pembinaan”. Indonesia masih terlalu kuno untuk menerapkan cara itu. Apalagi jika pembinanya juga para koruptor. Itu bisa dilihat dari kelakuan para pejabat dan sipir yang mengurusi penjara. Siapa yang akan membina mereka ini?
Kita sepakati dulu pemahaman bahwa korupsi adalah penyakit menular. Orang baik-baik masuk ke dalam lingkungan korup akan cenderung tertular. Maka, gunakan cara-cara isolasi untuk memproteksi orang-orang yang belum tertular. Sistem yang digunakan adalah lokalisasi.
Kenapa para pekerja seks komersial (PSK) dilokalisasi? Sebab dianggap penyakit sosial yang tidak boleh liar berada di mana-mana. Para koruptor, termasuk para penegak hukum korup, jauh lebih parah daripada PSK. PSK mungkin punya masalah ekonomi yang berat, tapi koruptor ini hama wereng masyarakat, sehingga harus dilokalisasi dan diawasi ketat dengan teknologi video, audio dan manual.
Pertama, tindakan preventif. Tempat tinggal para penegak hukum sehari-hari harus dilokalisasi. Lokalisasi para penegak hukum ini dijaga ketat. Setiap orang yang keluar-masuk lokalisasi itu harus menunjukkan bukti identitas, dicatat, difoto, dan direkam maksudnya. Ini bukan aneh. Di komplek perumahan saya diberlakukan cara itu karena maraknya kejahatan yang masuk.
Dengan cara itupun para penegak hukum yang mau pergi ke manapun akan tercatat dan jika ditemukan kebohongannya (tidak jujur) maka dianggap melanggar kode etik dan harus dipecat.
Ini termasuk salah satu cara mengendalikan perilaku para pejabat penegak hukum yang biasa kelayapan di tempat-tempat hiburan malam yang jelas berpengaruh pada independensi dan profesionalitasnya. Uang dari mana yang dipakai untuk berfoya-foya?
Kedua, upaya represif. Para koruptor termasuk para penegak hukum yang telah diputuskan bersalah oleh pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap harus dibuang dari pergaulan sosial yang masih normal. Hukumannya seumur hidup jika tidak tega menembak mati karena direcoki para pejuang HAM.
Disiapkan pulau-pulau yang kosong, terutama di pulau-pulau terluar yang selama ini kosong yang karenanya diklaim oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Philipina. Di pulau-pulau lokalisasi itulah para koruptor dikerjasosialkan membangun dan mengembangkan pulau-pulau itu. Tidak boleh keluar dari lokalisasi itu.
Itu bukan cara yang tak manusiawi, sebab justru masyarakat harus disterilkan dari penyakit-penyakit yang menjadi pemicu pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) mereka. Para koruptor adalah pelanggar hak-hak ekosob masyarakat dan manusia-manusia yang sakit jiwa permanen.
Cara itu digunakan pada zaman kuno, sebagai inspirasi munculnya sistem pemidanaan, sebagaimana dikemukakan Roscoe Pound dalam The Task of Law (1944). Tugas hukum pada zaman Romawi kuno untuk menjaga keamanan umum dengan cara bertobat dan membuang orang yang bersalah dari masyarakat yang baik (saleh), lalu disuruh memberi pengorbanan.
Sistem “pembuangan” itu juga digunakan oleh Nabi Muhammad dalam pemerintahan di Madinah, mengusir para pengkhianat, lalu mecegah dan melarang para pengkhianat negara untuk kembali ke wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah. Siapa yang tak setuju untuk mengatakan bahwa para koruptor adalah para pengkhianat negara?
Coba gagasan ini diterapkan yang baik dan serius, fokus dan konsisten. Jika masih tak bisa membuat keder orang Indonesia untuk korup, maka cukup bagi kita untuk disebut sebagai bangsa bejat yang memang harus terus diperlakukan dalam lokalisasi sebagai tempat pembuangan.
Bisa juga para koruptor kecil yang sudah diadili dan dinyatakan bersalah dilokalisir di kuburan-kuburan untuk merawat kuburan di sepanjang masa hukumannya berlangsung.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Siipppp :)

Angka 25 iku opo maksude? Dudu umur kan hahaha..

Dudu...iku reputasi, mengko munggah dhewe. Lek sering posting isok munggah

Oke.. Ojo sampek wong tuwo dikiro brondong haha...

Congratulations @subagyo! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

You got a First Vote
Award for the number of upvotes received

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Upvote this notification to help all Steemit users. Learn why here!

Thanx for the info 🤝