Abu Teuming Jelajahi Kebun Kurma Aceh

in ksi •  7 years ago  (edited)

Keinginan menyaksikan kebun kurma di Aceh telah lama menyusup hati saya. Namun waktu dan lain hal membuat langkah tak tergerakkan. Kali ini, Sabtu 30 April 2018 saya pasang niat untuk menapaki kebun kurma yang diisukan telah berkembang sejak 2015 silam. Info keberadaan kebun kurma di Aceh sudah disebut-sebut oleh Ustaz Abdul Soma, dai kondang asal Pekanbaru, Riau. Juga telah pernah dijajaki oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang (TGB).

Bersama beberapa personil, saya menuju kebun kurma Aceh di kawasan Lembah Barbate, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar. Titik awal di mulai dari Ulee Kareng menyusuri jalan ke arah Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang. Dengan kecepatan santai, kami melewati bandara SIM, juga Lanud Sultan Iskandar Muda Blang Bintang.

Tiba saatnya harus melewati kampung warga yang berbukit. Di sebelah kiri, terlihat jelas gunung-gunung hijau, anak dari bukit barisan yang terkenal di Sumatera. Karena ini perjalanan pertama saya ke kebun kurma Aceh, tentu tempat ini sangat asing bagi saya. Bahkan saya tidak mengetahui pasti letak geografis kebun kurma Aceh. Berbekal hasrat memuncak untuk menatap perkebunan kurma, saya tetap optimis akan tiba di lokasi harapan indah.

Dalam perjalanan, hati saya terus bergiang lokasi sesungguhnya. Tetapi dengan perasaan yakin saya tetap melakukan penelusuran. Setengah perjalanan, saya berhenti sejenak di tepi jalan, guna bertanya pada lelaki tua yang sedang memperbaiki pagar kebunnya. Dengan sigap ia mengintrusikan saya agar terus melaju melewati Radar di puncak gunung. “Tidak jauh lagi dari sini”, ucap dia pasti.

“Begitu turun gunung ini, langsung terlihat Radar dan kebun kurma yang membentang luas.”

“Baik, terima kasih”, ucap saya senyum.

Segera melanjutkan perjalanan menuju objek idaman.

Tiba di lokasi, saya memperhatikan gerbang, pintu masuk ke area kebun kurma. Terpampang jelas “doa masuk kebun”. Saya tersenyum sambil berkata, baru kali ini saya dapatkan kebun yang meletakkan pamplet doa masuk kebun, dan ini kali pertama saya membaca doa masuk kebun.

Selanjutnya saya memperhatikan hamparan gunung, terlihat jelas perbukitan yang sudah dikerok menggunakan alat berat jenis Grader. Bukit berbaris dibuat “berteras”, guna mempermudah menanam bibit kurma. Teras juga berfungsi untuk mencegah longsor dan agar air dapat mengalir lancar.

Saya dan rekan, terus mendaki ke pusat perkebunan. Tempatnya agak sedikit menanjak sehingga perlu sedikit menguras tenaga. Saya kira, sangat cocok bagi mereka yang ingin melakukan olahraga ringan dan menurunkan berat badan.

Segera saya menjumpai pemiliki kebun kurma di “Vill kediamannya, Ustaz Mahdi. Ia terlihat begitu santai, kulitnya tidak terlalu putih. Saya menatap wajahnya, beberapa helai jenggot sangat membuat dirinya pengagum sunnah Nabi. Saya memperkenalkan diri padanya bahwa kami dari Forum Aceh Menulis yang ingin menikmati panorama kebun kurma Aceh.


Abu Teuming dan Ustaz Mahdi

“Pas sekali”, ucap dia sambil senyum basah.

“Saya tidak bisa menulis, dan ingin sekali ada yang menulis tentang kebun kurma ini.”

Saya terdiam sambil membalas senyum. Tidak ada pertanyaan dari saya, tetapi ia seperti ingin mengatakan sesuatu hal penting tentang kebun kurma yang luasnya mencapai 300 hektar.

Dalam posisi berdiri, mata kami menerawang dan menatap hamparan lahan yang terlihat pohon-pohon kurma muda tumbuh rindang. Cuaca tidak panas, mendung terlihat jelas di langit Blang Bintang. Membuat kami bisa menikmati perjalanan ini.

Ustaz Mahdi mulai buka mulut. Dikisahkannya, kebun ini dirintas bersama Ustaz Syukri sejak 2015. Sejujurnya, tidak ada landasan apa pun yang mendorong mereka ingin menanam kurma di Aceh selain dua alasan utama, yakni Alqura dan Hadis.

Saya dan teman konsen memperhatikannya. Dalam fikiran terlintas, “biasanya kalau mau menanam sesuatu, terlebih tumbuhan asing seperti kurma, tentu harus memiliki alasan kuat dengan meninjau lokasi, tingkat kesuburan tanah, kadar asam, dan sebagainya yang mungkin biasa dilakukan oleh petani profesional lainnya.”

Ustaz Mahdi melanjutkan; “Aceh ini negeri yang subur, secara logika, kalau tanah subur berarti tumbuhan apa pun akan tumbuh bila ditanam.”

Sesuai perhitungannya, terdapat 100 Hadis yang menyebutkan kata “kurma”. Pertanda kurma memiliki arti penting bagi umat Islam. Demikian lah pentingnya kurma sehingga Rasulullah menyebut lebih dari 100 kali dalam banyak Hadis.

Alasan kuat ia menanam kurma di Aceh adalah Alquran. Baginya, Alquran tidak hanya menuntun manusia menuju kebahagiaan akhirat. Tetapi pedoman hidup kita di dunia. Termasuk pedoman dalam memperoleh rezeki halal lagi baik.

Namun demikian, Ustaz Mahdi telah berkunjung ke Inggris, Arab, dan Burma untuk melakukan studi banding teknik penanam pohon kurma. Di samping itu, pakar pertanian di Aceh, Thailand, dan Mesir sangat mendukung langkah yang dilakukannya bersama kolega.

Uniknya, Ustaz Mahdi pernah menjabat sebagai Kepala Bank Indonesia Pekanbaru, tetapi memilih keluar dari profesinya itu demi menempuh (rezeki) jalan berkah dengan menanam kurma.

Ia terus memberikan penjalasan. Saya masih menyimak secara saksama. Dalam posisi berdiri, sesekali saya melirik ke kiri, deretan pohon kurma yang sudah berusia 1.5 tahun tumbuh segar. Angin meniup pelan. Seakan-akan daun kurma melambaikan tangan atas kedatangan kami. Beberapa pohon kurma baik hati telah berbuah. Sebagai penyemangat bagi penanamnya.

Kurma yang dibudidayakan beragam jenis yang didatangkan dari Inggris, Thailand, Burma, dan Timur Tengah. “Kami menanam kurma jenis Ajwa, Bahrie, Sukkary.”

Jenis kurma tersebut lebih cocok dengan iklim Indonesia. Untuk memboyong sebatang kurma ke Aceh, ia harus merogeh kocek sekitar tujuh ratus ribu rupiah. Biaya yang cukup tinggi bila dibayangkan. Tetapi, untuk tumbuhan kurma, ini adalah harga yang wajar, mengingat keuntungan kurma jauh lebih besar ketimbang sawit yang ada di Aceh.

Sejenak saya memperhatikan ratusan domba berkulit putih. Ada sekitar 200 ekor domba berkeliaran dalam kebun kurma, guna memakan rumput yang tumbuh di akar pohon kurma. Jadi ada manfaat lain dari peternakan domba, yakni ikut berpartisipasi membersihkan rumput yang tumbuh di sekeliling batang kurma.

Ia berkata; “ada yang bertanya, bagaimana kalau pohon dan buah kurmanya nanti dimakan hama atau binatang hutan? Saya katakan, itu rezeki dia, yang sisa adalah rezeki kita”, ucapnya seakan penuh ikhlas.

Penanaman kurma antara satu pohon dengan pohon berikutnya berjarak antara 8 s.d 10 meter. Kurma yang ditanam adalah betina yang tetap didampingi oleh pohon kurma jantan. Guna melakukan penyerbukan sebagaimana tumbuhan lainnya. Perawatannya pun sangat sederhana, dengan memberikan pupuk organik yang dibantu oleh 70 orang karyawan. Dirinya bahagia, sebab telah berhasil mengurangi akan pengangguran di wilayah Aceh Besar.

Saat ini, dari 300 hektar lahan, hanya 18 hektar yang sudah ditanam pohon kurma sebanyak 3000 batang. Selebihnya masih dalam proses. Ustaz berkata; “Sisa lahan tersebut rencananya di peruntuk bagi umat Islam yang hendak berwakaf (wakif). Kami sedang menyusun konsep wakaf kurma. Kami menyiapkan lahan, kemudian bila ada warga yang ingin memberikan wakaf satu batang pohon kurma dengan biaya perawatan hingga berbuah. Untuk satu pohon kurma mulai dari bibit hingga masa berbuah membutuhkan biaya sekitar 3 juta rupiah. Nantinya hasil kurma tersebut akan disedekahkan kepada fakir miskin yang ada di Aceh. Tergantung keinginan wakif sesuai yang tertulis dalam perjanjian ketika wakaf. Misalnya pewakaf menghendaki agar hasil panen kurmanya nanti diberikan kepada fakir miskin di Aceh Besar atau Pidie. Nah, itu semua sesuai transaksi wakaf.

Setelah mendengar sebait kisah, saya dan teman menuju Musalla. Luar biasa. Belum pernah melihat kebun ada Mushalla-nya. Sejenak kami istirahat menerbangkan lelah yang menyilimuti badan. Angin berhembus lembut menusuk pori-pori. Kontruksi Mushalla seperti balai pengajian seolah membuat kami seperti berada dalam sebuah dayah di Aceh.

Ketika saya melengkah menaiki tangga Mushalla yang berlantai dua, saya begitu takjub. Sungguh musalla yang mewah untuk kategori tempat ibadah di tengah hutan di puncak bukit. Saya terus berkeliling memperhatikan tulisan yang diukir indah di dinding bagian atap musalla. Penuh dengan tulisan ayat Quran dan Hadis berkaitan dengan kurma. Benar-benar unik.

Tak lama kemudian, terdengar suara motor dari kaki bukit menuju Musalla di puncak bukit. Seorang pria berseragam kebun, segera menuju tempat wudhu’ dan naik ke Musalla untuk mengumandangkan azan Asar. Tak lupa ia menggunakan baju juba yang tersedia di Musalla.

Subhanallah. Suasan Islami begitu terasa. Berikutnya, berbondong-bondong para pekerja kebun merapat ke Musalla untuk menunaikan kewajiban salat. Diceritakan pula, setiap hari Sabtu ada pengajian bagi ibu-ibu di Musalla tersebut. Dan pada hari lainnya untuk kaum Adam.

Matahari mulai menyingsing di tepi barat. Pertanda kami harus meninggalkan kebun menuju Kota Banda Aceh yang bisa ditempuh sekitar 40 menit perjalanan. Bagi Anda yang ingin melihat dan menikmati panorama kebun kurma Aceh, silahkan persiapkan diri. Kebun ini terbuka untuk umum sebagai destinasi wisata baru dan halal di Aceh.


Reporter Kompas TV sedang liputan

Abu Teuming. Pegiat Forum Aceh Menulis dan Forum Lingkar Pena.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Luar biasa Abu..
Perkebunan yang sangat islami semoga suatu saat saya juga diberi langkah untuk menjejakinya.

Terima kasih Abu sudah memaparkan sedemikian indah suasana di kebun kurma Aceh 😊

Iya. Semoga sempatkan.

Ayo Nury tanam kurma di Panga!

pengalaman yang mahal dan indah, apalagi berasa ada sunnahnya.hal ini bisa menginspirasi petani lainnya termasuk AcehJaya yang saat ini banyak di tanami pohon sawit.

Kapan kita mulai Kak? Saya ada lahan 1 hektar di Sampaoiniet. Hehe