Berbicara mengenai politik pasti tidak akan pernah habisnya yang
terdapat dalam suatu daerah maupun negara, definisi politik sendiri
berhubungan dengan sejarah Aceh dan sejarah kedatangan islam di Aceh.
Dalam sejarah Aceh praktik politik Aceh sejak pendirian beberapa
kerajaan di Pulau Ruja, mulai dari Pereulak dan Lamuri hingga ke
Kerajaan Aceh Darussalam, dan juga politik orang Aceh dengan bangsa
asing, seperti dengan bangsa-bangsa di Eropa (Portugis, Inggris, dan
Belanda), bangsa-bangsa di Asia Timur (Cina), bangsa-bangsa di Jazirah
Arab (Arab Saudi, Mesir, Libya), dan bangsa-bangsa di Asia Tenggara
(Malaysia dan Indonesia).
Agar mudah memahami politik Aceh, didalam buku Acehnologi dibagi atas
beberapa fase. Fase pertama: ditandai dengan kemunculan
kerajaan-kerajaan Islam disepanjang pesisir Pulau Rujs terjadi pada
abad ke-8 M. Fase kedua: era pendirian dan kejayaan Kesultanan Aceh
Darussalam pada 1203 M, pada fase ini politik Aceh sampai pada level
internasional yang didukung dengan letak yang strategis dengan
kemunculan kerajaan-kerajaan Aceh di pesisir Aceh. Fase ketiga: fase
Kolonialisasi I terjadi saat Aceh menghadapi penjajah tahun 1873 yang
runtuhnya kerajaan Aceh Darussalam. Fase keempat: fase Kolonialisasi
II pada saat ulama dan pejuang Aceh menghadapi Belanda hingga
datangnya Jepang tanggal 12-13 Maret 1942, fase ini hampir bersamaan
dengan penyatuan Aceh dengan Indonesia. Fase kelima: fase Revolusi I
ditandai dengan pergolakan sosial politi yang dimotori oleh PUSA juga
masa kebangkitan para ulama Aceh dalam mengatur diri sendiri. Fase
keenam: fase Revolusi II adalah perang Cumbok, revolusi sosial ini
menciptakan distegrasi sosial antara kaum bangsawan dan kaum
intelektual yang di Aceh namun keturunan bangsawan telah bangkit
dipentas nasional dan generasi intelektual diluar Aceh lebih banyak
dipicu oleh peristiwa perang Cumbok. Fase ketujuh: fase Separatisasi I
terjadi ketika peristiwa DI/III dibawah pimpinan Tgk. Abu Daud
Beureueh 21 September 1953 dan memberikan dampak pada pemahaman
konstelasi politik Aceh dimuka internasional. Fase kedelapan: fase
Integrasi I terjadi saat pemerintah Indonesia berjuang mempertahankan
Aceh sebagai bagian dari negara NKRI dan pemerintah Indonesai
memberikan status istimewa dengan berbagai misi yang ditandai dengan
kemunculan dua kampus yaitu IAIN dan Universitas Syiah Kuala. Fase
kesembilan: fase Separatisasi II ketika Dr. Tgk. Hasan Di Tiro ingin
memisahkan Aceh dengan Indonesia dengan pendirian GAM (Gerakan Aceh
Merdeka) 1976. Fase kesepuluh: fase Integrasi II ketika GAM menerima
tawaran untuk damai dan pemerintah Republik Indonesia pada 15 Agustus
2005, peran asing mulai dimainkan untuk proses perdamaian dan setelah
damai dengan NKRI, GAM memfungsikan diri didalam bidang legislatif dan
eksekutif, hingga 10 tahun lebih GAM telah diterima kembali sebagai
bagian NKRI dan menjadi aktor utama didalam pentas Aceh. Dan dapat
dipahami awal kondisi politik Aceh para aktornya adalah ulama dari
Timur Tengah dan Asia Selatan mendirikan kerajaan sebagai perluasan
jazirah Islam di Nusantara.