Tak banyak yang dapat saya katakan ketika membaca sejumlah berita tentang kematian akibat LAKA, selain menjaga diri untuk menghidari maut atau wasapada pada ibu-ibu yang membawa kenderaan tanpa melihat lampu sand berlawanan arah dari keinginannya atau si pengendara kenderaan yang lupa diri kalau remnya blong. Hal itu selalu menjadi menu 24 jam saya di kota kecil di kecamatan Peusangan tersebut. Terutama ditempat menetap saya yaitu kota kecil Matang Gelumpang Dua, hingga saat ini banyak masyarakat yang mengacuhkan sinar terang berwarna merah berdiri tegak di perempatan kota Matang Gelumpang Dua , padahal polisi dan dishub sudah memasang lampu tersebut sejak lama, malah mereka lebih memilih menekan gas dan siaga pada rem begitulah sehari-hari suasana jalanan persimpangan empat kota Matang Gelumpang Dua.
Polisi sendiri mungkin sudah habis buku catatan intruksi untuk mengingatkan masyarakat agar tetap berhenti di saat lampu merah menyala.
Mengherankan rasanya ketika berdiri tegak saat lampu merah bersinar terang, tujuannya saya yaitu untuk tertib berkenderaan agar terhindar dari LAKA, tapi alhasil bukan semuanya masyarakat taat menghentikan laju kenderaannya saat lampu merah, malah dengan gagahnya mereka menerobos tanpa menghiraukan kalau tiket maut sudah menunggu setiap detik.
Fenomena suasana itu akhirnya mengajak imajinasi saya untuk berfantasi kepada kawanan kambing yang masuk kepekarangan warga tanpa melihat adanya pagar yang sudah berdiri tegak, pikiranya adalah memakan rumput nan hijau itu saja pikirnya, lalu menembak kotoran sembarangan dan lagi-lagi tidak menghiraukan pemilik pekarangan yang telah menyediakan makan siang gratis untuk para kambingkers tersebut, begitulah keliaran pikiranku memikirkan suasana kesemberautan lalu lintas kota Matang Gelumpang Dua.
Selintas dari semua kejadian LAKA tersebut terpikirlah hal yang aneh dalam pikirku tetang gejala yang tak lazim untuk dipikirkan namun pikiran itu terpikirkan, dialah salah sati penyakit trendik untuk suatu kota kecil sembraut yaitu penyumbang pengekspor kematian dalam jumlah yang cukup fantastis.
Berita tragedi itu terpikir olehku bahwa berbagai kejadian itu layaknya bagaikan kejadian menyakaikan darah penyembelihan kambing yang darahnya sudah jadi pemandangan biasa dilihat oleh mereka. Padahal tertib berlalu lintas adalah cara manusia untuk menghindari maut sebelum di tentukan maut itu sendiri oleh sang Khalik.
Imajinasi liar itulah akhirnya mengajak pikiranku untuk membayangkan sekawanan kambing liar tanpa terdidik khusus selalu melewati lampu merah dengan ramahnya tanpa berpikir lusa iya harus hidup atau sudah menjadi penghuni kamar potong hewan alias kamar jenazah dengan no. Antrian 023.