"Kau sampai tua mencari uang, tak akan pernah ada. Kalau tidak percaya boleh pasang anting di batu nisanku." Katanya.
"Sebab kau angkuh dan sombong orangnya. Bahkan kelak kau harus duduk di rumah gubuk," sambung lelaki tua itu lagi.
"Lihat saudara-saudara kamu. Kalau macam dia itu, kuburan harus dijual untuk menafkahinya." Ulangnya kemudian. Begitulah setiap kali Ari pulang bahasa falsafatnya selalu mengajarinya dalam nada sinis.
"Jangan kau anggap aku bodoh, memang aku tidak sekolah. Tapi, kau harus tahu, aku pulang ke rumah Ibumu hanya membawa pulang tubuh. Aku orang miskin, namun kebanyakan orang di sini menghisap hasil keringatku." Kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya menyentak hati Ari.
"Semua gunung sudah kudaki. Aku makan pisang dengan pemberian dari orang yang ikhlas. Bukan sepertimu pembohong, pikiranmu memang sulit." Kesalnya. Ari merenung sejenak, dan berpikir bahwa perkataannya tidak salah. Ari menemukan jawaban bahwa Ari memang suka berbohong.
Tak heran, kata pepatah, "pelepah tak jauh jauh dari pohonnya." Namun kenyataan berkata lain. Sedikit membela diri, sebenarnya bukan hendak berbohong, menipu, mencuri, atau licik terhadap suatu hal atau perkara.
Bayangkan saja, suatu hal tak akan mungkin ada tanpa Ada. Artinya sesuatu sifat yang terkandung dalam diri kita bermula dari ada. Seperti Tuhan dan hasil ciptaan-Nya. Begitulah, semua harus di awali dengan ada. Hanya saja sedikit perbedaan, bahwa kepercayaan tentang Ada harus melekat dalam diri kita, jangan sampai tiada. Tuhan itu satu. Maka, jelas sekali keberadaan kita tak mungkin jauh, selagi ada masih ada. Selagi ada dan tiada.
Yang jelas, setiap kebohongan harus ditutupi dengan segala macam bentuk hal, di mana pada saat itu kebutuhan kita mendadak. Namun dalam hal ada dan tiada, kekuasaan memaksa kita untuk terus merendah diri dalam segala hal apa pun. Apalagi kemiskinan dan kehormatan tak seiring yang selalu tumpang tindih tak se arah.
Orang-orang melihat, bahwa bentuk perubahan pada seseorang tak dapat dipisahkan dari materi. Sehingga kehormatan dan kemulian lebih nampak di sana. Aku pernah menemukan beberapa dari kalangan pejabat yang sering menginap di hotel. Di sana, mereka lebih mengutamakan uang dengan cara mengambil Bill saja. Ini adalah satu contoh mutlak, bahwa dari tiada mengadakan.
Artinya, segala kepentingan dalam kehidupan manusia, uang adalah segala bentuk materi sekecil apa pun nilainya adalah kebutuhan mendesak yang harus dipikirkan dan diusakan untuk Ada. Tanpa uang semua orang akan nampak terdesak dan susah.
Kesimpulan yang kita diambil dari tulisan di atas, selain makna ada yang tersirat dalam Wujud Tuhan adalah materi uang dan Tuhan itu kepetingan hidup yang tak terpisahkan di saat zaman Now bergelora dan kian berkembang. Dan kalimat falsafat di atas merupakan petuah yang harus diingat agar tidak salah jalan dan menyimpang. Semoga.