Hidup di kota kecil mesti banyak akal, apa lagi jika uang yang kamu punya sangat terbatas, bahkan setelah patungan dengan banyak orang. "Indie keple, rugi jaya selalu", itulah yang saya pelajari ketika bergabung dengan heart corner collective, dari sekian banyak acara yang kami buat, nombok adalah leniscayaan yang harus kamu lakukan setelah selesai acara.
Beberapa hari yang lalu saya sempat diundang oleh himpunan mahasiswa untuk mengisi sebuah acara talk show, membicarakan soal renjana hidup, bahwa kuliah tak hanya soal akademik saja. Ada satu pertanyaan yang bagi saya penting untuk dijawab oleh teman teman mahasiswa itu, " siapkah kalian dengan habisnya isi tabungan untuk mengejar renjana itu?".
Karena tak ada yang bisa menjawab, saya kemudian bercerita tentang teman teman yang bagi saya sangat penting untuk diketahui, orang orang yang rela merogoh uang pribadi demi gigs gigs yang bisa kalian nikmati.
Kemal Fuad Ramadha.
Pertama bertemu dengannya ketika saya sedang meliput sebuah acara musik yang dia dan teman temannya buat, waktu itu band dari jepang bernama toilet sedang melakukan tour Indonesia, saya yang masih mahasiswa baru waktu itu sedang bertugas untuk mengisi kolom majalah yang diterbitkan oleh UKM persma.
Pertemuan kedua adalah waktu sedang melakukan rapat kordinasi acara kampus, waktu itu kemal yang juga anggota BEM sedang memberikan arahan pada para pengisi acara yang berasal dari ukm, acara yang sederhana tapi sangat dekat bagi kami mahasiswa FISIP Unsoed. Dikemudian hari saya tahu kemal harus menggadaikan motornya untuk menutupi kekurangan sewa sound sistem.
Berangkat dari acara itu, saya semakin akrab dengan kemal dan kawan kawan heart corner lainnya, selain saya juga ngeband, saya mulai diperbantukan untuk acara yang mereka buat. Hingga saat ini saya menjadi penulis, dan tukang foto untuk mereka. Dan mengurus progran untuk anak magang.
Selama acara yang kami buat, saya tau berapa uang yang kemal keluarkan untuk menutupi kekurangan, mengingat acara yang dibuat selalu gratis . dan tak mungkin memungut uang dari pengisi acara, karena band indie yang mengisi ataupun sedang melakoni tour tidak punya uang.
Hingga saat ini kemal dan heartcorner masih menjalankan kerja kerja semacam ini, meskipun kerugian yang diderita tidak lagi banyak. Selian itu skema studio gigs juga menjadi jalan keluar dari semakin susahnya tempat dan mahalnya sewa alat.
(Kemal)
(Keseruan studio gigs meskipun ruangan sempit dan terbatas)
Aldis Melodic
Kalo kamu sering datang ke acara acara metal ataupun punk, kamu tidak akan asing dengan Aldiz Melodic, selain menggawangi banyak acara besar di Purwokerto, Aldiz juga menjadi personil band punk melodic dan juga manager band.
Adliz juga membuat sebuah acara metal terbesar di kota Purwokerto bernama Voice Hell, acara yang rutin setiap tahun ini juga rutin mengalami kerugian puluhan juta setiap tahunnya pula. Dari sedikit cerita soal Aldiz kita sudah tahu, seberapa beraninya dia memperjuangkan renjana yang dia punya.
(Aldiz dan band yang sedang tour ke kota Purwokerto)
(Keseruan Voice Hell, acara metal terbesar di kota Purwokerto. Nama nama besar seperti Seringai, Dead Squad pernah memeriahkan acara ini).
Karena masih tidak ada yang bertanya, sesi ini saya akhiri saja, dan tak lupa saya memberikan kalimat yang pernah diucapkan oleh Farid Stevy "berjalan seperti yang tak direncanakan adalah jalan yang sudah biasa. GAS!!!.
Tulisan ini juga saya dedikasikan untuk rekan rekan yang masih selalu mengejar apa yang mereka impikan.